LONDON, Â -Â Polisi Inggris dikecam karena dinilai telah membiarkan para penjarah merajalela di London utara selama hampir 12 jam. Peristiwa pada Sabtu (6/8/2011) malam hingga Minggu itu disebut sebagai kerusuhan jalanan terburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Pihak kepolisian Metropolitan London mengatakan, mereka fokus pada peristiwa kekerasan di Tottenham pada Sabtu malam itu, yang mencederai puluhan petugas polisi dan menyebabkan sejumlah mobil patroli, toko-toko, dan flat ludes terbakar.
Namun taktik itu telah membiarkan kelompok-kelompok pemuda bebas masuk ke toko-toko di sekitar taman ritel Tottenham Hale dan di Wood Green. Di dua tempat itu para penjarah membentuk antrean yang teratur di siang hari bolong untuk mencuri di sebuah toko peralatan olahraga. Polisi anti huru-hara tidak melakukan intervensi untuk menghentikan penjarahan di beberapa daerah itu hingga pukul 07.30 pagi berikutnya, atau hampir 12 jam setelah kerusuhan pecah.
Polisi membela tindakan mereka. Pihak kepolisian mengatakan, prioritas mereka adalah menghindari terjadinya korban tewas dalam bentrokan yang dimulai setelah sebuah unjuk rasa damai di luar sebuah kantor polisi. Unjuk rasa itu untuk memprotes penembakan mematikan oleh petugas polisi London pada Kamis.
Komandan Polisi Metropolitan London, Adrian Hanstock, mengatakan, polisi mengambil keputusan untuk mengerahkan sumber daya di lokasi kerusuhan bukan di lokasi penjarahan. Dia mengatakan, “Apa yang Anda harus ketahui di sini adalah bahwa ini merupakan kriminalitas oportunistik. Individu-individu yang mencuri, menjarah dan mengamuk di sejumlah tempat usaha, tempat usaha yang berjuang dalam iklim seperti saat ini, mengambil keuntungan pada waktu polisi berurusan dengan beberapa insiden serius yang menimbulkan ancaman bagi nyawa orang. Tentu saja kami akan fokus pada kebakaran dan orang yang berpotensi berada dalam bahaya. Anda berhadapan dengan situasi di mana orang-orang melakukan kekerasan dan membakar sesuatu. Polisi harus tetap dalam posisi bahkan setelah kekerasan awal mereda.”
Ia melanjutkan, “Para petugas harus mempertimbangkan bahwa dengan tinggal di sini (di lokasi kerusuhan) saya bisa mencegah seseorang terluka serius atau saya harus campur tangan ketika seseorang melakukan pencurian, yang kami mungkin dapat selidiki kemudian.”
Kerusuhhan di London itu pecah setelah keluarga dan teman-teman Mark Duggan berkumpul di kantor polisi Tottenham High Road pada Sabtu sore, pukul 17.00. Tersangka anggota geng yang berusia 29 tahun itu tewas dalam sebuah taksi pada Kamis malam setelah sebuah operasi pengintaian polisi.
Komisi Keluhan Polisi Independen (IPCC) sedang mmenyelidiki kasus itu di tengah tuduhan bahwa polisi telah melepaskan tembakan duluan. IPCC sebelumnya telah menyatakan bahwa seorang polisi telah ditembak terlebih dahulu tetapi beruntung peluru yang ditembakan menghantam radionya sehingga polisi itu lolos dari maut. IPCC juga terpaksa harus membatah rumor di internet bahwa Duggan telah “dibunuh” para petugas dalam sebuah pembunuhan bergaya eksekusi, di mana ia ditembak di kepala.
Selain itu, beredar luas pula kabar bahwa kerusuhan dipicu oleh kekerasan polisi terhadap seorang gadis berusia 16 tahun yang ikut dalam asksi protes terhadap kematian Duggan. Polisi mengatakan, ada “tanggapan yang bertentangan” tetapi sejumlah orang di lokasi kejadian mengaku, gadis itu melemparkan sebuah benda di garis para petugas. Ia kemudian dilumpuhkan. Tindakan itu mendorong pembalasan dari kerumunan. Tuduhan pun menyebar tidak hanya di jalanan tetapi juga di internet ketika para demonstran menggunakan ponsel untuk tetap berhubungan.
Kerusuhan lalu pecah. Pada pukul 20.20, dua mobil polisi dibakar dan sejumlah kecil polisi di lokasi kerusuhan berjuang untuk mengendalikan kelompok-kelompok pemuda, yang wajahnya ditutupi hoodies dan bandana. Mereka mulai menyerang properti di dekat lokasi itu. Tiga jam kemudian sebuah bus tinggkat dibakar dan para pemilik rumah terpaksa mengungsi dari rumah-rumah rumah terbakar itu dan tempat-tempat usaha kecil di salah satu daerah termiskin di London itu.
Para awak pemadam tidak dapat mencapai lokasi kebakaran karena diancam orang banyak. Brian Coleman, Pemimpin Pemadam Kebakaran London mengatakan, “Tidak dapat diterima bahwa awak kebakaran diancam ketika mereka mencoba untuk membantu melindungi masyarakat. Kekerasan tak berperikemanusiaan terhadap petugas pemadam kebakaran harus stop.”