‘Pesawat Gus Dur Datang, Hujan pun Reda’


Kelebihan Gus Dur di mata para sahabat dan orang-orang dekatnya.

Meski telah tiada, namun spirit Gus Dur tetap mengilhami banyak orang. Beberapa temannya menceritakan kisahnya saat istigasah peringatan ulang tahun atau milad almarhum mantan Presiden Abdurrahman Wahid di kediamannya di Ciganjur, Jakarta Selatan, beberapa waktu yang lalu.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj menceritakan bahwa ia pernah diajak Gus Dur ziarah ke pedalaman Tasikmalaya, Panjulan. Gus Dur membawanya ke sebuah kuburan yang sepi. Untuk mencapai lokasi saja, harus menyeberang situ.

Saat tiba, Gus Dur menuju satu makam. Saat ditanya Said, siapa jenazah yang telah dikebumikan di tanah itu, Gus Dur tidak langsung menjawab.  “Dia orang sakti. Dia mencari musuh agar dia bisa dikalahkan,” ujar Said meniru ucapan Gus Dur.

Orang sakti yang dimaksud Gus Dur, kata Said, ternyata bernama Surya Mesesa, seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Gus Dur memberitahukan kepada Said, mengapa Surya Mesesa bisa masuk Islam.

“Untuk mendapatkan musuh, Surya Memesa sampai ke Madinah, dan bertemu Syeikh Ali. Oleh Syeikh Ali, Surya Mesesa disuruh mengangkat sebuah tongkat, dan tidak bisa. Karena itu, dia masuk Islam,” ujarnya.

Menurut Said, Gus Dur memang gemar berziarah ke makam para ulama dan sesepuh. Selain mendoakan mereka, dengan cara itu Gus Dur merangkai sejarah peristiwa yang terjadi beberapa ratus tahun yang lalu, yang bahkan tidak tertulis dalam buku-buku sejarah.

Namun ada yang yang menarik ketika Gus Dur berziarah ke suatu makam. Jika ada makam yang diziarahi Gus Dur, pasti kemudian makam itu ramai diziarahi orang. Gus Dur memang tidak hanya memberkahi orang yang hidup, tapi juga orang yang sudah mati.

Gus Mus atau Mustofa Bisri yang merupakan teman kuliah Gus Dur ketika belajar di Al Azhar Kairo, Mesir, mengakui wawasan Gus Dur memang luas karena segala jenis buku dilahapnya.

“Di mana-mana, dia bawa buku. Kalau dia sudah membaca, saya dianggap tidak ada,” ujarnya.

Gus Dur pula yang ‘mengembalikan’ Gus Mus ke habitat perpuisian. Pada tahun 1987, ketika menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Gus Dur membuat acara “Malam Palestina”. Salah satu mata acara adalah pembacaan puisi karya para penyair Timur Tengah. Selain pembacaan puisi terjemahan, juga dilakukan pembacaan puisi aslinya.

Mustofa Bisri, yang fasih berbahasa Arab dan Inggris, mendapat tugas membaca karya penyair Timur Tengah dalam bahasa aslinya. Sejak itulah Gus Mus mulai bergaul dengan para penyair.

Sejak Gus Mus tampil di Taman Ismail Marzuki. Kepenyairannya mulai diperhitungkan di kancah perpuisian nasional. Undangan membaca puisi mengalir dari berbagai kota. Bahkan ia juga diundang ke Malaysia, Irak, Mesir, dan beberapa negara Arab lainnya untuk berdiskusi masalah kesenian dan membaca puisi.

Sedangkan Adhie Massardi, mantan Juru bicara Gus Dur, mengkisahkan bahwa kemanapun Gus Dur berkunjung tidak pernah kehujanan. Jika hujan pun ketika Gus Dur akan datang tiba-tiba reda dengan sendirinya. Demikian juga ketika berkunjung ke Eropa, jika musim dingin maka cuacanya menjadi sejuk.

“Peristiwa itu terjadi tidak cuma sekali, tapi berkali-kali. Paspampres juga pernah bercerita ketika berkunjung ke Sumatera. Saat Gus Dur belum datang hujan deras, tapi ketika pesawat Gus Dur mulai masuk wilayah itu, hujan reda dengan sendirinya,” ujarnya.

Adhi menceritakan kisah lainnya tentang daya ingat Gus Dur. Di kepengurusan PKB yang baru, walau cuma ketemu sekali terus bersalaman, hari berikutmya sudah hapal orang–orang itu. Sebulan kemudian dia menyebut nama orang itu hapal semua.( VV / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *