Nasib Pesantren Ciganjur Pasca Gus Dur


Pondok Pesantren Ciganjur di Jakarta Selatan, adalah salah satu warisan Abdurrahman Wahid, yang wafat di penghujung 2009 lalu. Pesantren ini didirikan Gus Dur sekitar 2003 lalu, setelah ia lengser dari Istana.

Ramadhan ini menjadi kali pertama Pesantren Ciganjur tanpa Gus Dur. Apa perbedaan pesantren ini dengan pesantren kebanyakan?

Sembahyang tarawih sudah lama usai. Malam pun mulai larut. Suara Lukman Hakim masih mengalun lembut di dalam Masjid Al-Munawaroh, Ciganjur, Jakarta Selatan. Matanya kadang terpejam, ketika menerangkan makna kitab yang dibaca.

Maka Allah, bersama Allah, dan mandiri Allah. Kalau Anda menengok diri Anda sendiri, maka seluruh kedirian Anda itu hanya untuk dirimu, bersama dirimu. Karena Allah bersifat mumfarid, la syarika lahu.

Belasan santri duduk bersila menghadap sang kiai, sembari menyimak kitab yang dibaca. Malam itu, Lukman tengah mengajar kitab yang cukup berat bagi santri pada umumnya. Judulnya Rosailul Junaid,  atau Surat-Surat Sang Sufi Junaid. Ini adalah salah satu kitab utama dunia tasawuf dalam Islam, karangan Syeh Junayd, seorang ahli teologi moderat terkemuka dari Irak yang juga kerap dijuluki Pangeran Sufi.

Sekali dalam seminggu, tasawuf diajarkan pada santri-santri di Pondok Pesantren Ciganjur, pesantren peninggalan Abdurrahman Wahid. Lukman adalah ahli tasawuf. Sepanjang bulan Ramadhan, frekuensi ngaji menjadi 2 hari sekali.

Sudah hampir setahun Pondok Pesantren Ciganjur beraktivitas tanpa kepala. Abdurrahman Wahid, pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Ciganjur, meninggal pada Desember tahun lalu. Kepergian ini berarti kehilangan bagi sebagian besar orang, khususnya bagi lingkungan Pesantren Ciganjur.

Pondok Pesantren Ciganjur didirikan Gus Dur pada 2003 lalu, selepas ia lengser dari jabatan presiden. Seluruh santri tinggal dengan gratis. Menurut salah seorang santri senior Syaifullah Amin, ongkos tinggal, listrik, air dan lain-lain ditanggung Yayasan Wahid Hasyim, yang membawahi pesantren. Aturan itu dikeluarkan Gus Dur, karena dahulu, saat mondok di pesantren pun kerap tidak punya uang.

Gedung Megah
Para santri ditampung di gedung cukup megah, berlantai dua. Aturan dari Gus Dur, yang boleh nyantri di sini hanya yang sudah lulus SMA. Jumlahnya pun dibatasi hanya 20 orang. Padahal, menurut Syaifullah Amin, jumlah kamar yang tersedia bahkan mencapai lebih dari 40 kamar.

“Dulu waktu di sini santrinya 12, itu satu orang 3 kamar. Dulu itu kamar-kamar kosong. Orang datang Cuma bawa dengkul sama tas. Balik-balik bawa buku, macam-macam. Lama-lama penuh itu kamar. Lama-lama ada kamar jadi perpustakaan, kamar TV, kamar diskusi, dll, “kata Syaifullah Amin.

Jika Anda nyantri di Ciganjur, Anda akan menemukan banyak kitab yang tidak umum dijumpai di pesantren-pesantren lain. Bahkan kitab yang dianggap tabu oleh para kiai kebanyakan.
Namun jangan kaget juga, jika para santri itu sesekali mengkaji kitab berjudul Zuhar. Apa itu kitab Zuhar?

“Ini kitab tasawuf, sufisme Yahudi. Gus Dur waktu Ketua PBNU ketiga, ada bantuan buku Israel ke PBNU. Karena khawatir controversial, akhirnya dibawa ke Ciganjur. Ada teman yang bisa baca,”tandas Syaifullah.

Abdurrahman Wahid menyebut Pondok Pesantren Ciganjur sebagai tempat ‘ngaji laku’. Artinya, bukan hanya tempat belajar ilmu pengetahuan, melainkan juga tempat belajar sikap dan keteladanan. Salah satunya dengan penerapan syarat tidak boleh berpolitik praktis dan berorientasi uang. Tak satu pun santri boleh terlibat dalam aktivitas partai politik, termasuk di PKB yang didirikan Gus Dur.

Setelah Ditinggal Gus Dur
Tapi itu semua terjadi kala Gus Dur masih ada. Lalu bagaimana kemana pesantren itu berjalan tanpa Gus Dur?

Sejak berdiri delapan tahun lalu, Pondok Pesantren Ciganjur berada di bawah naungan Yayasan Wahid Hasyim. Wahid Hasyim adalah ayah dari Gus Dur bersaudara. Selepas kepergian Gus Dur, saudara-saudara Gus Dur sepakat untuk menyerahkan kepemimpinan Yayasan Wahid Hasyim kepada anak-anak mereka, atau para cucu dari Wahid Hasyim.

Tugas para cucu Wahid Hasyim itu termasuk mengelola Pondok Pesantren Ciganjur. Ini tugas berat, kata keponakan Gus Dur, Arief Rahman Hamid Baidlowi.

Bayangan lebih jelas disampaikan salah seorang teman dekat Gus Dur, Lukman Hakim. Gus Dur bercita-cita menjadikan Pesantren Ciganjur sebagai pesantren penelitian. Santri peneliti. Itu berarti database, pustaka dan lain-lain bisa disediakan di sini. Tapi itu butuh SDM gerakan yang lebih … Salah satu cita-cita Gus Dur begitu.

Menurut Lukman Hakim, cita-cita Gus Dur itu muncul ketika Gus Dur ikut mengelola Pesantren Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Di pesantren warisan kakeknya itu, Gus Dur membentuk Pusat Data Pesantren, yang berisi data pesantren seluruh Indonesia.

Pembelajaran
Karena itu, ada dua istilah pembelajaran di pesantren Ciganjur, yaitu ngaji dan kajian. Ngaji itu untuk belajar kitab agama klasik, kajian itu untuk ilmu-ilmu sosial atau wacana yang sedang berkembang. Lurah atau pimpinan para santri, Mahbib Khoiron mengatakan, selain kajian sosial, saat ini, Pesantren Ciganjur juga terus menggiatkan kajian tentang pikiran-pikiran Gus Dur itu sendiri.

“Gus Dur Studies itu upaya teman-teman menggali pemikiran Gus Dur. Ada buku sekunder yang mengkaji Gus Dur, tapi sebatas referensi kedua bukan pertama.” tutur Mahbib Khoiron.

Melihat materi kitab-kitab yang dipelajari, atau ilmu-ilmu yang dikaji, banyak orang menyebut Pesantren Ciganjur sebagai kampusnya pesantren. Salah seorang santri dari Lombok, Daud Azahari sempat kagok pada masa-masa awal masuk pesantren.

Di dekat Masjid Al-Munawaroh, sayup-sayup terdengar suara Gus Dur mengalun menyanyikan tembang shalawat. Meski sudah hampir  setahun Gus Dur meninggal, ia masih seperti ada di lingkungan Pesantren Ciganjur.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *