Percakapan Dengan Dunia Lain (2)


Tiga puluh tahun yang lalu.

Rumah Sewa di Rawamangun

Tahun plus minus 1980-an, kami terpaksa harus mencari rumah tinggal yang dekat dengan Kampus Rawamangun, karena saya sudah hamil  besar. Juga untuk mempermudah perawatan si bayi di kemudian hari, bila tiba waktunya harus minum ASI. Karena saat itu kami masih belum punya cukup tabungan untuk membeli rumah, kami menyewa rumah.

Kami mendapatkan  rumah sewa di daerah Rawamangun. Rumah yang tidak begitu besar dan sesungguhnya merupakan  ½ dari rumah induk yang memang disewakan hanya untuk dua atau tiga tahun. Kami hanya mempunyai satu ruang tamu, satu kamar tidur dan satu ruang kecil yang kami jadikan kamar makan. Di luar ada kamar mandi, WC dan dapur kecil.

Di dalam kamar tidur hanya cukup untuk satu tempat tidur besar dan satu lemari pakaian besar yang sekaligus juga berfungsi sebagai penyekat kamar dengan jalan dari  kamar tamu ke kamar makan. Di belakang lemari pakaian, di  sebelah tempat tidur  besar ada bangku duduk bundar dari kayu dengan tiga kaki dari besi, seperti yang biasanya dipakai duduk di tukang jual bakso. Di atas bangku ini kalau malam hari saya letakkan botol susu dan air panas  untuk untuk keperluan  minum anak saya.

Pada suatu malam, saya dan anak saya  yang masih berumur plus minus tiga bulan, sukar sekali memincingkan mata. Ayahnya anak saya saat itu sedang dinas keluar kota. Sampai jam setengah tiga pagi kami masih juga belum bisa tidur. Sementara saya tahu bahwa keesokan harinya saya harus mengajar penuh satu hari. Jadi saya ingin sekali bisa tidur agar badan dan pikiran bisa istirahat sebentar.

Sebetulnya anak saya walaupun tidak bisa tidur, dia tidak rewel. Hanya kasihan kok belum tidur-tidur walaupun  sudah jam setengah tiga pagi.  Saya juga sudah berikan susu ekstra dan berkali-kali berusaha untuk menidurkan anak saya. Tetapi tidak berhasil. Dalam keadaan ingin sekali tidur saya hanya bisa berdoa dan berdoa  dengan membatin: “Ya Allah, biarkanlah saya dan anak saya tidur sebentar saja, supaya besok bisa segar kembali. Dan titip Engkau jaga anak saya sementara saya tidur. Seperempat jam saja”.

Entah apa yang terjadi, saya seolah jatuh tertidur. Dalam keadaan seperti baru tertidur, saya sempat berbicara dengan seorang yang nampak seperti seorang “Kiai” , terlihat dari sorban yang dipakainya dan baju putihnya. Saat itu sang “Kiai”  seolah mengatakan:” Sini, saya gendong dan saya jaga dan momong supaya ibunya bisa istirahat sebentar”. Saya seolah masih menjawab:”Jangan, jangan. Mau digendong dibawa ke mana? Jangan jauh-jauh”. Dan sang “Kiai”menjawab: “Enggak, saya gendong di dekat sini, di bawah pohon rindang itu”.

Dan begitu sang “Kiai” menggendong anak saya dan membalikkan badan, saya terkejut dan  terbangun. Yang pertama saya cari anak saya. Saya raba di sebelah kanan saya. Lhooooo, di sebelah kanan saya tidak teraba anak saya. Juga tidak terlihat anak saya yang tidur. Di bawah tempat tidur juda tidak ada anak saya.Di sebelah kiri juga tidak. Paniiiik, panik. Anak saya tidak terlihat  ada di tempat tidur dan di sekitarnya. Saya hampir menjerit…. Tapi entah mengapa kok saya seperti harus melihat di antara kaki-kaki bangku duduk tempat meletakkan botol susu yang ada di sebelah tempat tidur.

Aduuuuuuhhhh, hampir-hampir mata saya terlepas dari kelopaknya ketika saya melihat anak saya sedang meringkuk tertidur di antara kaki-kaki  bangku kursi itu….. Yaaaaa Alllllaaaaaahhhhh… Dengan menggigil ketakutan dan karena terkejut serta paniek menemukan dan juga melihat  anak di tempat yang “ aneh” , tanpa pikir panjang saya segera angkat dan saya coba keluarkan dari kolong bangku duduk itu. Lalu saya gendong dan saya peluk dengan penuh penyesalan…Tapi juga sangat berterima kasih kepadaNYA karena anak saya selamat dan berada kembali dalam pelukan saya. Dalam hati saya hanya berpikir dan membatin:”Kok saya teledor menitipkan anak saya pada “kiai” yang tidak saya kenal , meskipun hanya dalam mimpi”.

Sampai menjelang tibanya pagi hari, saya tetap kebingungan memikirkan :   “Bagaimana mungkin seorang anak bayi yang belum bisa tengkurap, duduk, berjalan atau merangkak, bisa berada di bawah bangku duduk meringkuk dan tertidur pulas di antara kaki-kaki bangku yang sesungguhnya terlalu sempit untuk masuk ke dalamnya………..…” Bingung, binguuuung. Juga kalau saya ingat kembali akan kejadian ini, tetap masih tidak percaya bahwa hal-hal yang tidak masuk akan tetapi toch terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Keesokan harinya, saya bertanya pada si pemilik rumah tentang keadaan di sekitar rumah sebelum dibangun. Tante Norma (nama pemiliknya) bercerita bahwa di kamar tidur saya, di tempat bangku itu diletakkan memang dulunya tumbuh pohon besar. Pohon rindang itu ditebang ketika pembangunan rumah dimulai. Menurut orang-orang tua di bawah pohon itu memang kadang terlihat ada “kiai” yang numpang seperti sedang berteduh dan bersandar di malam hari. Tapi secara nyata “kiai”itu tidak pernah mengganggu dengan kejadian yang luar biasa….Padahal, dengan menampakkan diri bersandar di pohon, itu sudah termasuk mengganggu… Menurut oom saya yang sekarang sudah alm.

Setelah saya mendengar cerita tante Norma, lalu saya ceritakan tentang kejadian yang baru saja saya alami dengan anak saya. Setelah mendengar cerita saya tante Norma terdiam dan termangu. Lalu saya menghubungi Oom alm. Untuk mohon advies apa yang terbaik yang harus saya lakukan sehubungan dengan anak saya yang masih bayi. Saya hanya diminta untuk membuat selamatan, dimakan bersama di rumah. Dan sejak saat itu, kami ya tidur lagi di tempat tidur dan kamar tidur yang sama. Tidak pernah terjadi lagi sesuatu hal yang istimewa sampai saya meninggalkan rumah sewa itu.

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *