Pengelolaan BUMN Karut Marut, Revisi UU BUMN Harus Dikebut


Usulan DPR untuk merevisi UU BUMNdalam prioritas Prolegnas 2015 ini mendapatkan sorotan dari berbagai pihak.

Dalam seminar yang digelar oleh Fraksi NasDem DPR mengenai urgensi revisi UU nomor 19 Tahun 2003, Jumat (12/06) lalu, pakar ekonomi dan pakar hukum keuangan memberikan masukannya kepada DPR. Pakar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Rimawan Pradiptyo menilai, persoalan BUMN lebih banyak disebabkan tata kelola yang buruk akibat pemilihan direksi dan komisioner mengedepankan azas profesionalisme.

“Hal ini bisa dilihat dari maraknya wrong man at the wrong place. Misalnya Dirut Semen Indonesia yang menjadi Dirut Pertamina sekarang, lalu korelasi pengalamannya di mana? Konsekuensi logis dari penempatan direksi dan komisioner (BUMN) ini kental conflict of interest-nya, daripada pola profesionalismenya,” kata Rimawan.

Hal ini ia jelaskan agar BUMN tak lagi hanya ‘jago kandang’, dan hanya berparadigma lokal. Rimawan mendorong agar UU BUMN mampu menuntun BUMN bertransformasi sebagai perusahaan yang mampu bersainng di taraf internasional. Rimawan menjelaskan bahwa BUMN harus berani menargetkan ekspansi bisnis, tak hanya Asia tapi juga global.

Ia mencontohkan BUMN dan BUMD di AS dan Eropa yang memilliki kinerja mengesankan, seperti DHL, kantor pos dan jasa pengiriman BUMN dari Jerman yang mampu mendunia. “Di Jerman, rata-rata BUMN di sana berbentuk Multinational Coorporation (MNC) yang memiliki jaringan di hampir seluruh dunia,” jelasnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Keuangan Universitas Indonesia (UI), Dian Pudji Simatupang meminta agar DPR mempertegas pasal 3 dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tersebut. Pasalnya, terdapat maksud dan tujuan pendirian BUMN dalam poin 2, yakni mengejar keuntungan. Dian mengusulkan agar hal tersebut dielaborasi menjadi memupuk keuntungan. Oleh karena itu, lanjutnya, BUMN harus dapat konsisten dalam tujuan pendirian. Ia mencontohkan likuidasi Merpati karena terus-menerus bangkrut.

“Negara memang bertanggung jawab dalam risiko fiskal untuk mensubsidi penyediaan barang jasa serta kegiatan usaha yang belum mampu dilaksanakan sector swasta. Makanya, aneh ketika Merpati dilikuidasi, karena untuk daerah-daerah tertentu, masyarakat sangat membutuhkan jasa maskapai tersebut,” paparnya.

Untuk itu, kedua pakar tersebut sepakat mendorong DPR memperjelas definisi cabang produksi usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak, yang mesti dikuasai oleh negara. Karena dalam UU BUMN yang ada, belum ada indikator yang jelas mengenai sektor-sektor strategis tersebut. Selain itu juga mesti diperjelas bentuk badan usaha, antara Perum dan Persero, juga terkait jumlah kepemillikan saham negara. ( Trb / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *