Tidak banyak mestinya di antara Anda para pembaca majalah Indonesia Media
yang pernah menonton meteor shower atau hujan bintang jatuh, bahasa Indonya.
Pertama, tak mungkin kita bisa melakukannya bila tinggal di kota besar
seperti Toronto atau Los Angeles. Kedua, siapa yang keladenan pergi ke
tempat gelap, istilahnya dark sky area, untuk cuma menonton meteor. Ketiga,
tidak setiap saat terjadi curahan atau hujan meteor yang menghunjam bumi,
beberapa puluh kali per menitnya. Itu sebabnya saya ingin mendongengkan
kisah Bang Jeha menontonnya, dari tanggal 12 sampai 15 Agustus yang lalu.
Sebagai pemerhati astronomy dan juga berlangganan majalah berjudul yang sama
terbitan Amrik, saya selalu tahu bilamana ada hujan meteor ini yang setahun
terjadi beberapa kali di belahan bumi kita. Hujan yang paling terkenal karena
curah meteornya paling besar adalah Perseid meteor shower di bulan Agustus.
Disebut demikian karena datangnya seolah-olah dari konstelasi atau kumpulan
bintang Perseus, yang terletak di langit sebelah timur laut. Sebenarnya hujan
meteor Perseid ini berasal dari partikel atau debu komet Swift-Tuttle yang
setiap 130 tahun mengorbit matahari kita. Sebagian besar debu itu sudah kuno
alias berumur seribuan tahun, sebagian lagi relatif masih baru.
Nah, ramalan curah hujan meteor untuk tahun ini cukup tinggi, 100-an per menit
dan akan tampak jelas sebab langit sedang gelap bulan. Diperkirakan curah
tertinggi akan terjadi di pagi hari tanggal 13 Agustus. Itu sebabnya saya dan
si Mpok Cecile bersama ketiga pren kami yang sekaligus langganan Jeha
Outfitter pergi ke Collins Inlet di Georgian Bay pada tanggal 12 Agustus.
Georgian Bay adalah teluk raksasa di danau besar Lake Huron yang terletak
baik di Amrik (di negara bagian Michigan) maupun di propinsi Ontario, Kanada.
Bila Anda cukup mengenal kelima danau besar atau The Great Lakes, Anda akan
tahu bahwa karena luasnya yang sudah seperti laut, ombaknya pun bisa tinggi,
tidak mustahil bermeteran. Kanu dilanda ombak semeter pun sudah membuat kita
empot-empotan, apalagi beberapa meter. Itu sebabnya saya memilih untuk
kempingnya masuk sedikit ke suatu teluk panjang bernama Collins Inlet yang
terletak di pojok timur laut dari Georgian Bay, ke suatu pulau yang sudah
sering saya kempingi.
Masalah utama menonton meteor ini namanya cuaca. Ramalan cuaca ketika kami
berangkat tidak terlalu bagus. Langit akan berawan dengan probabilita 30%
sampai 60% turun hujan. Namun sebagai insan yang teguh kepercayaannya
(baca: rada sinting :-)) kami tetap berangkat dengan harapan paling tidak
satu malam masa sih langit tidak cerah dan terbuka. Curah hujan meteor
Perseid ini memang bukan cuma beberapa malam tetapi terjadi selama seminggu
sebulanan. Betapa nasib kami memang mujur luar biasa, bukan saja selama tiga
malam berturutan langit di atas pulau tempat kami kemping sangat cerah, juga
kami mengalami kemujuran lainnya ketika mendayung di Georgian Bay, baik
dalam perjalanan ke Collins Inlet, maupun di perjalanan pulangnya menuju
muara Chikanishing River, tempat kami memulai perjalanan.
Pilihan saya pergi ke Collins Inlet Georgian Bay juga karena pengalaman
melihat bintang maupun benda langit lainnya. Yakni, disitulah medan atau
langitnya serba terbuka, sebab sedikit pepohonan yang tinggi-tinggi,
apalagi kalau kami memilih kemping di pulau yang luas bebatuannya.
Nah, setelah menunggu hari menjadi gelap, kami pergi menuju ke belakang
pulau, ke bagian dimana langit terbuka hampir sekubah penuh, 360 derajat.
Milky Way Galaxy atau Gugusan Bima Sakti mulai tampak terlihat, membentang
di atas langit dari utara ke selatan. Satu-satunya saat saya pernah melihat
galaksi tempat tinggal kita ini dari Toronto adalah ketika seluruh Amerika
bagian timur laut mengalami matinya listrik, power blackout pada tanggal
14 Agustus 2003. Bila tiada hal itu, sampai kuda makan kue talam lagi,
jangan harap Anda bisa melihat Gugusan Bima Sakti dari kota tempat tinggalmu.
Itulah pertanda langit yang gelap bila kita bisa melihat Milky Way Galaxy.
… (bersambung) …