Murid SD pun Diajari Curang


Bolehlah kita bermimpi membentuk manusia berakhlak mulia sekaligus bangsa beradab lewat pendidikan. Tapi kenyataan yang terungkap dari pengakuan seorang siswa sekolah dasar di Jakarta membuat tujuan ini terdengar sebagai omong kosong. Justru di sekolah, anak-anak diajari kecurangan.

Praktek menyedihkan itu dibeberkan oleh ibu seorang murid SD negeri di Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Ia mengadu ke Komisi Nasional Perlindungan Anak karena buah hatinya dipaksa bertindak tidak jujur oleh gurunya. Sang anak bersama sejumlah temannya yang pintar dikumpulkan menjelang ujian nasional beberapa waktu lalu. Mereka diminta membagikan jawaban kepada kawan-kawannya yang lain melalui telepon seluler saat ujian.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah membantah adanya praktek curang di sebuah SD itu. Begitu pula sekolah yang dituduh. Tapi, masalahnya, publik tentu akan lebih percaya kepada sang bocah yang stres karena dipaksa berbuat tidak jujur lalu mencurahkan isi hati ke ibunya itu. Apalagi, menurut ibunya, bocah ini sempat diminta berikrar untuk tidak membocorkan praktek curang tersebut kepada siapa pun.

Praktek serupa sebenarnya tak cuma tercium di Ibu Kota, tapi juga di daerah lain. Bahkan praktek kotor ini diterapkan pula di sekolah menengah. Sekadar contoh, pada pengujung April lalu seorang guru SMA negeri di Gorontalo mengadu kepada anggota DPRD di provinsi itu karena dipaksa membuat kunci jawaban ujian fisika oleh wakil kepala sekolahnya. Kunci jawaban ini kemudian dibagikan kepada murid-murid sebelum ujian.

Di wilayah lain, modusnya lebih rapi. Sebagian soal dan jawaban dibocorkan lewat acara belajar bersama atau pengajian menjelang ujian nasional. Tujuannya, memastikan sebagian besar murid di daerah itu bisa lulus. Semua ini hanya bisa dilakukan jika ada persekongkolan antara sekolah, pejabat daerah, dan kepolisian setempat yang ditugasi mengawasi pengiriman soal.

Pemerintah sebenarnya sudah berusaha mengurangi kecurangan seperti itu dengan mengubah fungsi ujian nasional. Nilai ujian yang menjadi momok ini tidak lagi menjadi satu-satunya penentu kelulusan. Nilai yang diberikan oleh sekolah masing-masing juga amat menentukan. Tapi, rupanya, praktek curang diperkirakan masih terjadi di banyak sekolah di berbagai daerah.

Jangan heran bila hasil ujian nasional kali ini masih terlihat aneh. Misalnya, ada sekolah yang semua siswanya berhasil meraih nilai di atas nilai minimal. Tapi ada pula sekolah yang semua siswanya gagal meraih nilai minimal.

Itu sebabnya, Kementerian Pendidikan Nasional mesti mengevaluasi penyelenggaraan ujian nasional. Berbagai indikasi adanya kecurangan di banyak sekolah perlu ditelusuri. Bila bukti-bukti cukup kuat, Kementerian harus memberi sanksi berat terhadap sekolah dan para pengajarnya.

Kasus di sebuah SD di Jakarta Selatan itu merupakan salah satu yang mendesak untuk diusut. Pemerintah dan pihak sekolah juga tak boleh menutup diri terhadap Komnas Perlindungan Anak, yang berupaya menginvestigasi. Para pejabat dan pendidik sering berpidato tentang pentingnya akhlak yang mulia. Mereka mestinya malu mendengar pengakuan seorang bocah yang dipaksa berbuat curang.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *