MUI Dinilai Tidak Konsisten soal NII


JAKARTA – Penegakan hukum diuji dengan munculnya gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Belum adanya tindakan terhadap pemimpin Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun Panji Gumilang hingga kini karena sejumlah mantan pejabat negara dan anggota TNI terlibat.Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga tidak konsisten terhadap persoalan ini. MUI tidak kunjung menyatakan ajaran NII yang disebarkan melalui ponpes itu sebagai aliran sesat. Padahal, fatwa MUI ini sangat dibutuhkan untuk membuat masyarakat bisa mengambil sikap tegas, apalagi ajaran tersebut telah menyemai benih-benih separatisme.

Anggota solidaritas korban NII Taufik Hidayat dalam perbincangan dengan SH, akhir pekan lalu menyatakan, MUI telah melakukan kebohongan publik karena pada awalnya mencoba menyembunyikan temuannya pada 2002. Dalam dokumen itu, NII dan Al-Zaytun sudah

Bendera Negara Islam Indonesia

memenuhi lima kriteria MUI tentang aliran sesat. Dokumen tersebut bocor melalui pegawainya. “Saya adalah salah satu orang yang diwawancarai dalam dokumen itu. Makanya saya dan beberapa kawan pertanyakan. Banyak alasannya, hingga kami dapat salinan itu dari petugas di sana,” katanya.

Ia menilai, kasus NII tersebut sulit diusut karena banyak pejabat negara dan mantan anggota militer yang terlibat. Fakta tersebut bisa dilihat dari kunjungan dan pemberian sumbangan pejabat negara ke Ponpes Al-Zaytun. “Kasus penculikan sudah ada dari lama, bukan sekarang. Terlalu banyak pihak yang terlibat, sehingga menjadi bola liar,” ujarnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradz meyakini bahwa aparat penegak hukum maupun intelijen mengetahui sepak terjang gerakan NII dan Panji Gumilang yang dianggap

NU

sebagai pemimpin KW-9. “Pak Hendro (Hendropriyono) dan Pak Wiranto pernah diundang ke sana. Tapi saya sendiri tidak pernah diundang ke sana,” katanya.

Sementara itu, Panglima Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura Mayjen TNI Andi Geerhan Lantara mengaku belum menemukan gerakan NII di wilayah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. “Tapi TNI AD tidak boleh berpuas diri. Akan terus dipantau situasi di lapangan, dan peran serta masyarakat sangat diharapkan untuk melakukan berbagai langkah antisipasi dini,” ujarnya, Sabtu (30/4).Namun, ia menegaskan, Kodam tidak akan pernah membiarkan gerakan negara di dalam negara. Gerakan sejumlah pihak yang bisa merongrong kewibawaaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mesti dikikis habis hingga ke akar-akarnya. Oleh karena itu, kerja sama dengan semua lapisan masyarakat, terutama dengan tokoh agama, sekarang terus dilakukan. Masyarakat diingatkan supaya terus meningkatkan kewaspadaan penuh.

Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Ahmad Doli

KNPI

Kurnia menyatakan, sistem pendidikan di Tanah Air yang telah bergulir saat ini dinilai perlu direkontruksi, terutama pada pendidikan dasar dengan mengedepankan paradigma pendidikan berbasis pembangunan karakter bangsa. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi berkembangnya kerusakan moral dan ekspansi penyakit sosial masyarakat seperti korupsi, terorisme, dan radikalisme.”Kita harus merekonstruksi sistem pendidikan saat ini, serta memberi kekuatan memfiltrasi derasnya arus globalisasi. Masyarakat kita perlu karakter yang kuat, yaitu karakter bangsa Indonesia sejati,” katanya. (Tutut Herlina/SinarHarapanCo/Lili Sunardi/Aju/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *