MENJADI TAMU NEGARA DI NEGERI SERIBU MEGALITH (bag 1 )
Oleh: Butce / Indonesia Media.
“Kenalkan ko, saya Fajar dari dinas Perdagangan Sulteng. “ Saya ternyum sambil menjabat
tangannya.
Sementara itu bu Afina ( konsul budaya ) ikut menambahkan “Ko Butce Sulteng lagi promosi
budaya di Irvine dan besok malam kalau bisa ikut join dinner antara Diaspora Indonesia dengan
pejabat pejabat dari Sulteng. Ko Butce ini adalah presiden IDN Los Angeles !” Sahut beliau Saya
mengangguk dan tersenyum , “Siap! Eh batik nya mas Fajar unik juga gambar apa tuh.” “Oh ini
adalah gambar megalith dari Sulteng..yang dijuluki negari Seribu Megalith.
“Hah? Apa?..megalith atau patung kuno? Saya kok ndak pernah dengar? Itu ada di
Indonesia?”Sahut saya sambil mengamati gambar bajunya dengan cermat. “Iya Ko..ayo datang
ke Palu ko Butce..untuk lihat Megalith. “sahutnya berpromosi. Saya terdiam..wah keren juga
tuh patung kuno seperti dipulau paskah dan Stonehenge di Inggris. “Bagaimana ko?” Tanya
Fajar. Saya mengangguk. “Oke saya datang!”
Setelah saya pulang , saya agak nyesal juga kenapa saya janji ya. Bukannya saya pulang akhir
January 2025 untuk imlek ke Biak , lihat mom. Tapi karena kadung janji dengan berat hati saya
potong vacation ke Biak dan booking trip ke Sulteng selama seminggu. Setelah booking flight
saya kabari Fajar, “Bro , saya akan ke Sulteng dari tgl 3-10 February..tolong beri rekomendasi
travel tour yang bisa atur jadwal seminggu untuk melihat megalith dan kebudayaan di Sulteng.”
Hampir seminggu WA saya baru dibalas. Rupanya Fajar ada kedaerah yang tidak ada signalnya.
Sedangkan saya jadi was was, waduh udah beli tiket kok dicuekin. Padahal sudah korbankan
vacation saya di biak..apa saya batal aja ya..Untungnya tiba tiba ada WA masuk dari fajar, “Ko
Butce..kunjungan nya ke Palu disambut baik oleh pemerintah Sulteng . Ini kami rapat umum
antara gubernur dengan 16 instansi pemerintah untuk menyambut kedatangan pak Butce Lie
ke Palu. “
“O gitu, terimakasih ya. Karena ini dalam rangka imlek, kalau PSMTI Palu(Paguyuban Sosial
Marga Tionghoa Indonesia ) ada buat perjamuan imlek saya mau ikut join ya..bayarpun ndak
apa apa. Tentunya saya mau lihat megalith, mau lihat pantainya, juga kota gaib Wentira dan
ketemu gubernur tolong dimasukkan dalam itenary saya.”
Belakangan saya dikabarkan bahwa sebagai tamu propinsi Sulteng saya disediakan mobil
khusus dengan sopir, dan setiap hari saya di ditemani oleh Kadis yang berbeda (jabatan
setingkat dibawah gubernur) . Mereka juga sudah hubungi PSMTI dan katanya ketuanya yaitu
Wijaya Chandra pengusaha besar di Palu yang mempunyai taman air bermain, sekolahan dan
pekebunan, suplier bahan bangunan di Palu . Dia mau ikut mengantar saya melihat megalith di
Poso (4 jam dari Palu ). Juga saya dikabarin bahwa Gilang Ramadhan pemusik kondang saya
menyukai music traditional Palu , kalo sempat mau ikut join. Adapun yang menjadi guide saya
adalah antropolog kenamaan palu,juga kepala museum palu , orang yang banyak mengetahui
mengenai megalith ,yg juga adalah pejabat dinas pariwisata palu. Yang akrab dipanggil pak Sam.
Tiba tiba saya teringat bahwa kita pernah mengadakan pengumpulan dana untuk bencana
tsumani Palu di KJRI. Pada waktu itu terkumpul $37.933 yang semuanya dikirimkan ke PMI
Indonesia kalo ndak salah pd tanggal 23 October 2018. Untungnya receipnya masih ada, jadi
saya kirimkan ke Ketua PSMTI dan Fajar. Bahwa inilah sumbangsih Diaspora Indonesia di LA
Bersama dengan beberpa negara sahabat.
Ingin membalas budi , Ketika terjadi kebakaran besar Palisades dan Altadena, pak Awi (
panggilan ketua PSMTI) mengabari saya kalau mereka mau menggalang dana di Palu juga
untuk bantu diaspora di LA. Yang saya tolak dengan alasan kita sudah cukup . Biarlah yang Palu
untuk bencana di Indonesia saja.
Ketika turun dari pesawat, saya disambut oleh pejabat pemerintahan Sulawesi Tengah dan
beberapa orang dari PSMTI yang memakai seragam batik merah mereka. “Maaf pak Butce
tadinya pak Gubernur juga mau datang, tapi hari ini ada tamu, jadi dijadwalkan ketemuan
besok di kantor gubernuran. “ Sahut mas Fajar.
“OH ndak apa-apa, yok foto Bersama di tulisan bandaranya. Ternyata bandara udara Palu
Bernama bandara Mutiara Sis Al jufri. Nama Mutiara itu diberikan oleh Presiden Sukarno Ketika
berkunjung ke Palu pd tahun 1957.Dan belakangan ditambahkan nama Al Jufri karena beliau
adalah pahlawan nasinal dibidang Pendidikan yang mendirikan Yayasan Al Khairaat. Kalau di
Jawa dikenal NU dan Muhammadiyah, sedangkan Al khairaat ini ternyata berkembang di
Kawasan Indonesia timur. Ribuan madarasah dan sekolah mulai dari TK sampai perguruan
tinggi. Ternyata guru tua ( gelar dari al Jufri ) mendirikan yayasan ini pada tahun 1930 di Palu.
“Heeee aku ndak pernah dengar lho…saya hanya tau NU dan Muhammadiyah ..ohh itu
pesantren dan mesjidnya besa ya..” sahut saya sambil menunjuk masjid bertuliskan AL
Khairaat.Pada waktu perjalanan dari Bandara menjuju museum Palu. Saya ditemani pak Sam
yang semobil dengan saya dan yang sibuk menjelaskan asal usul suku Kaili. Etnis asli yang
mendiami Palu dan sekitarnya.
“Suku Kaili kita ini berasal dari suku Miao , dari Tiongkok selatan yang turun ke Taiwan, filipina,
dayak, Toraja dan suku Kaili .” Jelas pak Sam. Saya mengangguk. Tau bahwa saya akan
berpidato Saya bertanya apa panggilan kehormatan untuk pak Gubernur dalam Bahasa Kaili.
“Kita bilang Toaka..” saya terkejut. “O..iya kalau Bahasa mandarin kita bilang Toako..artinya
kakak tertua..” Oh ternyata mirip ya.