Sekilas Cerita Petugas dan Keluarga tentang Kehidupan Rutan KPK
dilaporkan: Liu Setiawan
Jakarta, 31 Maret 2025/Indonesia Media – Mendengar cerita salah seorang petugas rutan (rumah tahanan negara) KPK Gedung Merah Putih (GMP), tentang kehidupan di dalam system pemidanaan di Indonesia. reaksi spontanitas, antara terhibur dan prihatin. Petugas tersebut sempat berbagi pengalamannya, termasuk ketika ditugaskan di cabang Pomdam Jaya Guntur. “Kalau statusnya masih tahanan, pasti mereka merasakan sesak karena terkurung di dalam tembok-tembok. Saya pun kadang merinding membayangkan (kehidupan) di penjara,” kata petugas tersebut, tanpa mau menyebutkan namanya.
Ia juga membandingkan kondisi terkurung di antara tembok rutan GMP yang lokasinya di antara Jl. Kuningan Persada dan Jln. Gembira kel. Guntur, Kec. Setia Budi dengan kondisi di rutan cabang lain terutama Guntur. Menurutnya, kalau sudah divonis bersalah oleh pengadilan dengan hukuman pidana penjara, status terdakwa berubah menjadi narapidana dan wajib menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Artinya, mereka dipindahkan dari Rutan ke Lapas, terutama Sukamiskin Bandung, Jawa Barat. “Kalau di Lapas, kondisinya tidak terlalu sesak. Artinya, mereka bisa beraktivitas mungkin seperti di luar lapas. Tapi yang saya perhatikan, selama bertugas, kalau pagi hari ketika tahanan berolahraga, ada sebagian yang memilih untuk menyendiri,” katanya.
Ia menceritakan kondisi dan situasi terutama perilaku masing-masing tahanan berbeda. Kalau yang cenderung menyendiri, biasanya mereka bergelut dengan berbagai buku ilmu hukum. Sementara tahanan yang terbuka, biasanya mereka mau sambil ngobrol di sela-sela kegiatan olahraga terutama pingpong (tenis meja). Contohnya mantan pengacara Setya Novanto (mantan ketua DPR RI; 2016–2017) Fredrich Yunadi yang terlibat dalam kasus perintangan penyidikan. mantan tahanan, Fredrich cenderung menyendiri selama ditahan, dan menghabiskan waktunya baca buku. “Ada juga tahanan yang marah-marah kalau seandainya sudah waktunya lampu dimatikan. Karena setiap jam 10 malam, lampu harus dimatikan,” katanya
Di sisi lain, kondisi keluarga tahanan juga berbeda satu sama lain. Sebagian ada yang sangat prihatin, tidak bisa menerima anggota keluarganya ditahan. Ada juga yang menerima, dan seperti tanpa beban apapun. Hal ini kelihatan dari kondisi psikologis keluarga di tengah suasana kunjungan saat momen Lebaran di Rutan GMP. Salah satunya, anak dari tahanan kasus penyimpangan dan pengadaan tanah di Rorotan Jakarta, oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada Tahun 2019-2021. Ia mengaku bersama ibunya mengunjungi ayahnya di rutan GMP. “Saya jalani saja (melihat kenyataan ayahnya ditahan). Hari ini, saya temani keluarga ke Rutan. Saya nggak pernah ikuti persidangan (awal Februari 2025) Papa saya. karena saya anak rantau, bukan tinggal dan menetap di Jakarta. Saya masih kuliah di Semarang,” kata perempuan yang kira-kira usianya 20 tahun, dan tidak berkenan menyebutkan namanya.
Ia bersama keluarga tahanan lain, harus terlebih dahulu registrasi di loket Rutan. Setelah itu, kalau membawa makanan khas Lebaran seperti ketupat, harus diperiksa petugas di meja lain. Sementara menunggu ibu dan adiknya antri mendaftar, dia duduk di luar rutan sambil memainkan gadget. “Kasus Papa saya, lahan di Rorotan. Saya juga nggak tahu kronologinya,” kata anak pertama dari tiga bersaudara.
Suasana Rutan GMP lebih ramai pengunjung dibanding Lebaran tahun-tahun sebelumnya. Menurut petugas, shalat Id digelar di lantai II Gedung Rutan GMP. Ada sekitar 55 tahanan mengikuti Sholat Id bersama petugas pengawal tahanan, polisi dan lain sebagainya. Dari keseluruhan, ada belasan tahanan di HR Rasuna Said, Kav C-1. “Sekitar 35 tahanan di GMP. Kalau rutan kav. C-1 sempit. Maka keluarga harus registrasi di GMP. Setelah registrasi, keluarga kunjungi di C-1,” kata petugas GMP. (LS/IM)