Ching Bing atau Qing Ming清明adalah salah satu budaya Tionghoa
yang kita semua mengenalnya sejak masa kanak-kanak. Pada hari itu
semua bangsa Tionghoa, baik di Tiongkok maupun diseluruh dunia,
bersembahyang untuk memperingati leluhur kita masing-masing. Chusus
di Indonesia sekarang, kebiasaan ini dilaksanakan sekitar seminggu
sebelumnya sampai seminggu sesudahnya dari pada hari Ching Bing yang
semestinya, bukan berdasarkan penetapan adat tetapi mungkin disebabkan
oleh pengertian bersama untuk menghindari kepadatan massa ditaman-taman
pemakaman yang pada umumnya didaerah-daerah pegunungan. Semula,
hari Ching Bing diperhitungkan dari sekitar 104-106 hari setelah Tangce
(winter solstice) dalam Imlik, tetapi sejak pertengahan abad yang lalu, setiap
tahunnya selalu dijatuhkan pada tanggal 5 April dalam kalender Gregorian,
dibelakang penetapan ini memang ada dasar politiknya yang terjadi di
Tiongkok, dinegara asal usul adat Ching Bing tersebut.
Bangsa Tionghoa sejak purba telah mengenal hari terang dan cerah
dipermulaan musim Semi dengan kebiasaan orang untuk kia-kia, keluar
piknik atau excursion ke perdesaan atau gunung, meskipun pada saat itu
masih belum dikenal istilah Ching Bing maupun masih belum menjadi
peradatan untuk membersihkan kuburan dan memperingati leluhur seperti
sekarang ini. Hingga adanya suatu kejadian dalam sejarah yang memulai
peringatan kepada orang mati dan menjadikan hari itu sebagai memorial day
bangsa Tionghoa, dan disebut hari Ching Bing.
Dalam catatan sejarah dikabarkan, sewaktu Tiongkok dijaman Chun-jiu /
Spring and Autumn sekitar 700BC, ada seorang pangeran dari negeri adipati
Jin yang melarikan diri atau pengungsian dalam keadaan kelaparan dan jatuh
sakit dipegunungan Mian-shan dipertengahan Shanxi, karena negerinya
dalam musibah kudeta. Pangeran tersebut dalam kesakitan minta makan
daging, selain diberi makan, dan sakitnya dirawat dengan air obat yang
mengandung kaldu daging oleh seorang desa yang bernama Jie Zi-tui / Kai
Cu Twie digubuknya sehingga sembuh sehat kembali. Pangeran tersebut
achirnya berhasil merebutkan kekuasaannya dan kembali kenegeri Jin dan
naik tahta adipati, Wen Gong. Sekarang baru sadar bahwa sop daging yang
menyembuhkan sakitnya itu adalah dibuat dari potongan daging pahanya
penolongnya sendiri, Jie Zi-tui. Untuk membalas budi penyelamatnya,
dicarilah Jie, tetapi Jie selalu menghindarinya, dan juga menolak segala
hadiah barang maupun penawaran kedudukan mewah dalam pemerintahan,
bersama ibunya juga lari menyembunyikan diri. Maka Jin Wen Gong
membawa pasukan untuk mencarinya diperdalaman gunung tetapi beberapa
hari sia-sia saja upayanya. Pikir sang adipati bisa pakai siasat api saja, bila
sekitar gunung dibakar, maka karena asap bisa memaksa Jie keluar dari
persembunyiannya, tetapi siapa tahu api hutan tidak terkendalikan dan
Jie pun tidak kelihatan keluar. Beberapa hari setelah api padam, achirnya
diketemukan bangkai hangus Jie dan ibunya berangkulan disebelah sebatang
pohon yang telah menjadi arang. Kejadian tragis itu kebetulan terjadi sehari
sebelum hari Ching Bing yang terbentuk dikemudian hari.
Menyesal Jin Wen Gong mengetahui bahwa sebab kematian orang yang
pernah menyelamatkan dirinya adalah akibat ketidak bijaksanaannya
sendiri. Untuk melampiaskan kesedihan diri Wen Gong dan juga untuk
memperingati kematian pahlawan Jie, diperintahkanlah kepada sekalian
rakyatnya untuk melakukan Nyepi dinegerinya. Pada hari itu semua
rakyat berkabung, tidak boleh bergerak, dilarang berisik atau mengadakan
keramaian, lebih lagi sama sekali tidak boleh menyulut api, maka harus
makan dingin. Ini menerus menjadi peringatan terhadap Jie yang dilakukan
setiap tahunnya pada sehari sebelum Ching Bing, yang disebut Han-shi
(hari makan dingin). Gunung dimana Jie terbakar dinamakan Jie-shan,
sekarang Mian-shan, tempat sekitarnya sekarang disebut Kota Jie-siu yang
artinya tempat peristirahatan Jie Zi-tui, dipertengahan Shanxi sekarang.
Diperkirakan kejadian dari hampir tiga ribu tahun itu merupakan asal
usulnya hari memperingati leluhur bagi bangsa Tionghoa yang kemudian
disebut hari Ching Bing.
Pada Januari 1976, Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok Chou En-lai meninggal dunia, berhubung dengan berachirnya Revolusi Budaya, segala keadaan masih sangat prihatin, maka pemakamannya hanya diselenggarakan secara sederhana buat seorang tokoh besar dalam sejarah Tiongkok modern ini, yang juga merupakan orang nomor 2 setelah Mao Zhe-dong itu, maka, pada hari Ceng Bing tahun tersebut yang jatuhnya pada tanggal 5 April 1976, diadakan peringatan besar oleh pemuda-pemuda dimakamnya, setelahnya hari tersebut tanggal 5 April kalender Gregorian ditetapkan sebagai Hari Ceng Bing Tiongkok yang resmi. Sedangkan di Taiwan setahun sebelumnya pada tanggal 5 April 1975, Presiden Generalisimo Chiang Kai Sek meninggal dunia, dan hari itu juga telah ditetapkan sebagai hari resmi Ceng Bing di Taiwan. Kalau kedua Tiongkok sudah menetapkan tanggal 5 April Hari Ceng Bing bersama, dan Ceng Bing memang adalah chas Tionghoa, maka Tionghoa seluruh dunia juga menurutinya, yaitu setiap tahun Ceng Bing jatuh pada tanggal 5 April. Rain or shine.