Mendesak, Penelitian Bulus Raksasa Ciliwung + Bulus Raksasa Ditemukan di Ciliwung sejak 1908


Penelitian tentang bulus raksasa (Chitra chitra javanensis), jenis yang ditemukan pada Jumat (11/11/2011) lalu di Kali Ciliwung, Jakarta, mendesak untuk dilakukan demi kepentingan konservasi. Selama ini belum ada penelitian tentang bulus raksasa.

Demikian diungkapkan Djoko Tjahjono Iskandar, pakar herpetologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung.

Djoko, pemenang Habibie Award dalam kategori ilmu dasar tahun 2005 dan lulusan Université des Sciences et Techniques du Languedoc di Montpellier, Perancis ini, mengatakan, sebaiknya ada program penangkaran satwa yang masuk Red List International Union for Conservation of Nature(IUCN). Untuk melakukannya, beberapa penelitian yang mendukung upaya penangkaran mesti menjadi prioritas.

“Yang bisa dilakukan misalnya meneliti bagaimana reproduksinya, berapa telurnya, bagaimana dia berepropduksi. Lalu juga makanan serta pola makannya,” jelas dia.

Djoko mengatakan, penelitian bulus raksasa selama ini tidak dilakukan karena dana yang minim dan pelaksanaan penelitian yang sulit. Penelitian harus dilakukan saat kemarau serta memakan waktu lama sebab usia bulus bisa mencapai lebih dari 100 tahun.

Oleh karena itu, penelitian bulus ini nantinya menuntut kesiapan dana dan komitmen jangka panjang. Kebun binatang dinilai Djoko menjadi tempat terbaik penangkaran dan penelitian satwa ini sehingga dukungan pada kebun binatang harus diberikan.

 

Bulus Raksasa Ditemukan di Ciliwung sejak 1908

Pakar herpetologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Institut Teknologi Bandung, Djoko Tjahjono Iskandar, mengatakan, bulus raksasa Ciliwung (Chitra chitra javanensis) sudah ditemukan sejak seabad lalu.

“Kalau ada yang mengatakan ini piaraan yang lepas atau introduksi pasti itu salah. Sebab, bulus ini ditemukan pertama kali tahun 1908,” kata Djoko.

Penemuan pertama tahun 1908, kata Djoko, mendapatkan dua individu. Satu individu kemudian disimpan di Museum Biologi Bogor dan satu lagi disimpan di salah satu museum di Jerman.

Setelah penemuan pada tahun 1908 tersebut, sangat sedikit laporan penemuannya. Penemuan selanjutnya baru dilaporkan 70 tahun kemudian, tahun 1971 dan 1973.

“Nah yang ditemukan tahun 1971 dan 1973 itu ada tiga ekor totalnya,” kata Djoko .

Penemuan bulus raksasa Ciliwung ini menambah rekam data yang diungkapkan pakar herpetologiLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mumpuni, yang mengatakan, bulus raksasa pernah ditemukan di Radio Dalam dan Tanjung Priok.

Penemuan terakhir bulus raksasa ini pada Jumat (11/11/2011). Bulus raksasa yang ditemukan di wilayah Tanjung Barat, Jakarta Selatan, ini memiliki ukuran 140 x 90 cm dan berat 140 kilogram.

Dengan sejarah penemuan tersebut, ilmuwan yang pernah meraih Habibie Award di Bidang Ilmu Dasar tahun 2005 itu meyakini, Ciliwung memang habitat Chitra chitra javanensis.

Meski sudah ditemukan sejak lama, kajian tentang spesies ini menurut salah satu pemenang Habibie Award itu sangat minin. Keterbatasan dana dan sulitnya metode penelitian menjadi faktor penghambat.

“Enggak ada dana. Lalu kalau melakukan penelitian juga harus saat kemarau panjang. Kalau sungainya terlalu dalam kan susah untuk menelitinya,” jelas Djoko.

Chitra chita javanensis yang ditemukan ialah hewan yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature.

Menurut Djoko, hal yang harus dilakukan saat ini adalah penelitian dan penangkaran untuk tujuan reproduksi. Cara itu bisa mencegah bulus dari kepunahan.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *