Mafia pada Pemilu 2009 Semakin Jelas


JAKARTA,– Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Andreas Pareira menegaskan, proses penyelidikan oleh Panitia Kerja Mafia Pemilu 2009 di DPR semakin memperjelas adanya mafia pada Pemilu 2009. Hal ini tercermin dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Panja Pemilu, termasuk pemeriksaan terhadap politisi Partai Demokrat Andi Nurpati, yang juga mantan anggota KPU.

“Masyarakat bisa melihat secara kasat mata bahwa memang ada sesuatu yang terselubung yang selama ini ditutupi,” kata Andreas kepada Kompas.com

Ia mengemukakan, pemeriksaan oleh Panja mempertegas adanya keterlibatan anggota KPU dan Mahkamah Konstitusi (MK). Ada personel khusus di KPU dan MK yang membangun jalur kerja khusus. Mereka, kata Andreas, bekerja di luar sistem yang baku dengan maksud dan tujuan tertentu. “Kerja mafia ini pasti atas pesanan parpol atau caleg tertentu, serta pihak yang berkepentingan terhadap kursi di DPR,” kata Andreas.

Andreas menduga ada perombakan sistemik yang berdampak pada perubahan sistem penetapan caleg. “Akibatnya, sistem penghitungan suara dan pengalokasian kursi menjadi rusak. Tidak ada standar baku. Ini semua dirusak oleh aktor mafia Pemilu,” tutur Andreas.

PDIP, kata Andreas, meminta Panja segera mengidentifikasi aktor KPU serta otak di balik manipulasi tersebut. “Di luar kasus penghitungan suara dan penetapan caleg, kemungkinan ada juga mafia dalam tahapan-tahapan pemilu. Ini juga harus dibongkar. Panja harus pintar menyusun strategi. Apabila Panja berhasil membongkarnya, ini akan menjadi catatan prestasi besar untuk DPR RI, khususnya Komisi II,” kata Andreas.

Sebelumnya, seperti diwartakan Kompas, Panja telah menemukan titik terang dalam mengungkap kasus surat palsu MK yang hampir meloloskan anggota Partai Hati Nurani Rakyat, Dewi Yasin Limpo, sebagai anggota DPR 2009-2014. Andi Nurpati dinilai berperan signifikan, setidaknya dalam komunikasi antara pihak KPU dan MK yang kemudian memunculkan surat palsu tersebut.

Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) Mafia Pemilu Hakam Naja (PAN) dan Ganjar Pranowo (PDIP) menyebutkan, informasi yang muncul dalam rapat dengar pendapat dengan jajaran Sekretariat Jenderal KPU pada Kamis (7/7/2011) malam menguak peran Andi Nurpati dalam pusaran surat palsu MK tertanggal 14 Agustus 2009 tersebut. Menurut Hakam, dengan logika adanya kelompok yang menyuruh, membuat, dan menggunakan surat palsu, Andi Nurpati terindikasi menggunakan surat tersebut dalam rapat pleno KPU. Bahkan, ada indikasi kuat Andi Nurpati terlibat dalam lalu lintas komunikasi KPU dengan MK yang akhirnya memunculkan surat palsu tersebut.

Keterangan penting diperoleh Panja dari Sugiharto, staf Andi Nurpati. Sugiharto mengaku diperintah Andi Nurpati untuk mengetik surat permintaan penjelasan dari MK pada Agustus 2009. Surat itu ditujukan kepada panitera MK dan bukan Ketua MK serta dikirim via faksimile ke nomor yang juga diberikan oleh Andi Nurpati. “Padahal, informasi seperti itu pernah dibantah Andi Nurpati,” ujar Ganjar.

Keterangan penting lain adalah keberadaan surat asli dari MK tertanggal 17 Agustus 2009 yang menjelaskan soal hasil sengketa pemilu di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I. Kepala Biro Hukum KPU (saat itu) WS Santoso dan Wakil Kepala Biro Hukum Sigit Joyowardono baru menerima surat asli tersebut dari Andi Nurpati pada Juli 2010 manakala Andi Nurpati pamit keluar dari KPU untuk menjadi Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat. Surat tersebut bersama sejumlah dokumen lain telah disita Badan Reserse Kriminal Polri untuk kepentingan penyidikan. “Setidaknya, ada indikasi penggelapan surat di situ,” kata anggota Panja, Malik Haramain.

Malik menyebutkan, dengan keterangan penting tersebut, patah sudah argumentasi Andi Nurpati bahwa ia tidak tahu-menahu mengenai keberadaan surat dari MK. Bahkan, sejak awal sebenarnya Andi Nurpati terlibat aktif berkomunikasi dengan pihak MK terkait putusan sengketa hasil pemilu di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I. Dia juga mengetahui keberadaan surat MK yang asli, menyuruh stafnya untuk menyimpan, dan kemudian menyerahkannya kepada staf Setjen KPU saat dia hendak keluar dari KPU.

Kasus dugaan pemalsuan surat MK, termasuk kasus-kasus lain, menjadi ujian dan tantangan bagi Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang baru Inspektur Jenderal Sutarman. Penanganan dan penyelesaian kasus-kasus tersebut dapat menunjukkan kepolisian profesional, independen, dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politis. Hal tersebut terungkap dalam diskusi bertema “Lanskap Institusi Polri di Iklim Pancaroba Politik” di Jakarta

Tampil sebagai pembicara dalam diskusi itu, antara lain, adalah Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *