Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk mengizinkan pemberlakuan penuh larangan imigrasi yang digagas Presiden Donald Trump terhadap enam negara berpenduduk mayoritas Islam.
Secara aklamasi, majelis hakim agung yang beranggotakan sembilan orang mengabulkan permintaan pemerintah Trump untuk memberlakukan dua putusan blokade parsial yang sebelumnya ditolak pengadilan di tingkat rendah. Hanya dua di antara para anggota majelis yang tidak menyetujui larangan imigrasi Trump tersebut.
Dengan putusan MA tersebut, berarti larangan imigrasi Trump akan berlaku penuh di seluruh AS. Warga negara dari Chad, Iran, Libya, Somalia, Suriah dan Yaman yang hendak memasuki wilayah AS akan ditolak berdasarkan larangan imigrasi Trump yang dimaksudkan untuk melindungi warga AS dari terorisme kelompok radikal Islam.
Dalam pernyataan yang dikutip Reuters, Selasa (5/12), Jaksa Agung Jeff Sessions mengatakan pemerintahan Trump menerima dengan senang hati putusan MA karena hal itu menjadi dasar hukum bagi keinginan Presiden Trump untuk melindungi keamanan nasional.
“Ini adalah kemenangan substansial bagi keselamatan dan keamanan warga Amerika. Pemerintahan Trump sangat senang karena hakim MA memperbolehkan proklamasi hukum untuk melindungi keamanan nasional negara ini, berlaku secara penuh,” ujar Sessions.
Kebijakan Trump tersebut, telah digugat secara terpisah oleh negara bagian Hawaii dan American Civil Liberties Union (ACLU). Penggugat mengatakan versi terbaru larangan itu pun, seperti yang sebelumnya, mendiskriminasi Muslim dan melanggar Konstitusi AS karena tidak berada di bawah hukum imigrasi. ( SP / IM )
pasti disetujui oleh MA Amerika lah, sudah banyak Bukti Nyata para Teroris berlatar belakang asal dari Negara Islam, untuk mengurangi Resiko Radikal yang sudah Pasti harus dikurangi para Imigran yang tidak tahu diri itu
Munafik banget, emang belum tau patung liberty itu patung apa ? Patung wanita berbusana muslim. Simbol muslim ternyata sudah ada di newyork 1 abad lalu.
🙂 ha …ha….ha….piinnteerrrrr……cut the Muslim in the USA policy, numero uno