Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim telah menyelamatkan uang negara dari sektor migas (Minyak dan gas) sebesar Rp 153,6 triliun.
“Kita telah menyelamatkan dari segi uang sebesar 5,2 triliun kita kembalikan cash dan 148,5 triliun dalam bentuk aset. Jadi total 153,6 triliun dalam bentuk uang dan aset,” kata Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan, Haryono Umar di ruang kerjanya di Jakarta, Jumat (4/11).
Menurut Haryono, potensi kerugian negara dari sisi Migas terjadi karena sistem pendataan yang tidak baik. Sehingga, KPK merekomendasikan dua hal untuk dilakukan oleh instansi terkait. Pertama, melakukan sistem pencatatan lifting dengan sistem online. Sehingga, di Jakarta bisa mengetahui berapa setiap hari minyak yang naik ke permukaan.
Haryono mengungkapkan bahwa selama ini untuk lifting minyak masih menggunakan catatan manual. Sebagai contoh, saat minyak sudah di tambang dan dicatat manual itu di bawa dari Natuna ke Jakarta. Kemudian dilaporkan bahwa ini hasil produksi minggu lalu.
Padahal, lanjut Haryono, minyak tersebut sudah masuk tengker dan dibawa keluar negeri. Jadi tidak pernah melihatnya (minyak) hanya terima laporannya.
Kedua, KPK meminta untuk merubah aturan mengenai cost recovery. Yang saat ini sudah ditindaklanjuti dengan diubah melalui Peraturan Pemerintah (PP). “Walaupun produksi kita berapa pun kalau cost recovery besar kita dapetnya sedikit,” kata Haryono.
KPK sendiri menyatakan telah melaporkan pengembalian uang itu kepada DPR RI. KPK juga melaporkan ke DPR supaya mendesak pemerintah untuk melakukan pendataan terhadap aset dan keuangan negara yang selama ini tidak ditangani secara baik.
Namun, Haryono mengatakan bahwa pencegahan juga diperlukan tidak hanya mengandalkan penindakan. “Menyangkut penerimaan negara yang besar. MoU akan ada dalam waktu dekat. Sistem bisa jalan. Jumlah luar biasa,” ungkap Haryono.