Konservasi Indonesia Berafiliasi pada IUCN untuk Keekonomian Nelayan


Mazhab dan kegiatan konservasi Indonesia tetap berafiliasi pada IUCN (International Union for Conservation of Nature) di bawah PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) sehingga tetap menerapkan aspek pemanfaatan dan keekonomian untuk masyarakat pesisir dan nelayan. Hal ini berbeda dengan ‘mazhab’ MPA (marine protected area) yang hanya mengedepankan aspek perlindungan keseluruhan terhadap sumber daya kelautan dan perikanan. “Kalau kita tok menerapkan perlindungan, konsekuensinya nelayan dan masyarakat pesisir tidak bisa mengambil manfaat. Mereka tidak bisa menangkap ikan, dan lain sebagainya. Mereka bisa marah. Sehingga kami memilih model konservasi IUCN plus Undang Undang No. 1 Tahun 2014,” Dirjen KP3K KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) Sudirman Saad mengatakan kepada Redaksi (27/6).
 
‘Mazhab’ konservasi Indonesia sangat khas, mengingat dua pertiga wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah perairan/kelautan. KKP tetap menerapkan tiga aspek dalam kegiatan konservasi yaitu perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Aspek pemanfaatan otomatis tidak menerapkan pelarangan bagi nelayan, masyarakat pesisir menangkap ikan. “Kami bahkan mau mengarahkan nelayan, masyarakat pesisir tidak hanya menangkap ikan. Tetapi kalau ada kegiatan seperti wisata paus di Probolinggo, atau diving di Raja Ampat (Papua Barat), ekowisata, pasti lebih memberi manfaat keekonomian. Great Barrier Rief di Australia juga menerapkan kegiatan konservasi dengan ‘mazhab’ IUCN.”
 
Kegiatan konservasi juga mengacu pada UU No. 1/2004 tentang Pengubahan atas UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang mendorong pemanfaatan keekonomian kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. UU mewajibkan pemerintah provinsi, kabupaten/kota untuk membangun zonasi lebih awal. Sehingga aktivitas lain, misalkan kegiatan pertambangan, pariwisata bisa seiring dan paralel dengan kegiatan konservasi. Tetapi kondisi faktual di lapangan, ibaratnya tidak semudah apa yang dibayangkan. “Apa yang kita sudah rumuskan, hitam di atas putih, tetapi sering ada kendala. Misalkan kegiatan eksplorasi migas (minyak dan gas), kegiatan wisata bisa tumpang tindih dengan konservasi. Sehingga penerapan UU No. 1/2014 adalah PR (pekerjaan rumah) kami, di Direktorat Konservasi.”
 
Pencanangan konservasi yang lebih lambat dibanding kondisi existing seperti kegiatan eksplorasi migas, pariwisata, ibaratnya distorsi UU NO. 1/2014. KKP mengakomodasi kegiatan pertambangan migas, pariwisata demi pengembangan usaha ekonomi nasional ataupun daerah. Tetapi kegiatan konservasi harus tetap berjalan. “Ini tidak mudah. Kondisi sekarang, misalkan kita gusur pelabuhan yang sudah lebih dulu exist,tidak mungkin.”
 
Solusi lain KKP akan menerapkan sistem zonasi pada kawasan konservasi. KKP juga sudah menyiapkan mapping (pemetaan) yang paralel dengan penerapan sistem zonasi.Mapping kegiatan pariwisata dan pertambangan (migas) juga sudah ada. Kementerian terkait sudah membuat mapping masing-masing. “Konservasi jelas sudah ada (mapping). Kami juga sangat hati-hati dengan konservasi yang bukan ekowisata. Jangan sampai, kegiatan wisata merusak terumbu karang, lumbung ikan dan lain sebagainya.”
 
Contoh nyata sikap hati-hati terhadap konservasi yaitu wisata paus di Probolinggo. KKP baru membuat rambu-rambu untuk kegiatan wisata paus di daerah tersebut. Salah satunya pengaturan dan pembatasan wisatawan untuk memanfaatkan paus. “Misalkan ada seribu orang turun ke laut, langsung nyebur, naiki hiu, paus, akhirnya bertolak-belakang dengan konservasi.”
 
Penerapan rambu-rambu sudah berjalan dua bulan. Ibaratnya, masa percobaan selama dua bulan ini menjadi tantangan untuk kelanjutan kegiatan konservasi dan wisata paus Probolinggo. Pada bulan tertentu, hiu dan paus merapat ke pesisir. Masyarakat sekitar dan dari luar kabupaten Probolinggo mendatangi pesisir. “Rambu yang sudah diterapkan, yaitu bikin jarak 50 meter antara pengunjung dengan paus. Karena kalau pengunjung terlalu dekat, khawatir paus bisa mengibas. Kami juga bisa buat wisata penyu secara spesifik. Kami buat model atau paket wisata yang bertujuan membangun kesadaran masyarakat terhadap konservasi kawasan dan jenis ikan. Kami buat perencanaan, untuk proyeksi lima tahun ke depan.”
 
 
Program pengembangan kawasan konservasi perairan ditingkatkan sampai pada target 20 juta hektar pada 2020. Saat ini, capaiannya sekitar 15,75 juta hektar. Program yang dibangun pada konservasi tidak didasarkan dari kepentingan ekologis saja (perlindungan dan pelestarian). Tetapi, konservasi juga mengedepankan peran pemanfaatan untuk keekonomian berkelanjutan. Hal ini harus dibarengi dengan pengembangan kegiatan dalam dukungan terhadap peran ekologi dan ekonomi yang berimbang. Sebagai sarana pengelolaan perikanan, kawasan konservasi memiliki fungsi perlindungan dan pelestarian ekosistem dari satu fungsi habitat. Ikan mencari makan, memijah, bermigrasi dari daerah pengasuhannya yang secara tidak langsung memberi ekspor telur dan larva ikan. Wilayah tersebut ke wilayah penangkapan memberi peningkatan kuantitas penangkapan. Kawasan konservasi merupakan salah satu alat yang efektif dalam mendukung perikanan berkelanjutan. Ada aspek kesinambungan dan stabilitas produksi jangka panjang. Keberpihakan pada nelayan dan mendukung perbaikan habitat. Beberapa kajian ilmiah membuktikan manfaat konservasi. Salah satu manfaat, efekt terhadap ukuran ikan dan kelimpahan ikan sangat nyata. Kajian di Filipina, Australia dan Afrika Selatan, kegiatan konservasi meningkatkan ukuran ikan 1,9 – 2,0 kali lipat dibanding wilayah tidak tidak terkonservasi. Sementara kajian di Perancis, Kenya, Australia, Afrika, Amerika dan Filipina, kelimpahan ikan pada range 0,2 – 28,5 lebih tinggi dibanding wilayah tanpa konservasi. Kajian lainnya, fekuinditas dalam satu ikan hidup di dalam wilayah konservasi meningkat 35 – 412 persen. Kegiatan konservasi secara teoritis dan empiris membuktikan dampak positip bagi perikanan. 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *