Keramaian di Bio Kwee Seng Ong


JAKARTA – Seperti kebanyakan Jalan MHT (Muhammad Husni Thamrin), jalan lingkungan yang dicetuskan Gubernur Ali Sadikin di DKI ini selalu saja padat.

Banyak anak kecil bermain, orang tua ngobrol, sepeda motor berlalu lalang, dan pedagang kecil dengan gerobak dorongnya. Demikian juga dengan Jalan M di Kampung Pecah Kulit Dalam, Kelurahan Tangki, Kecamatan Mangga Besar, Jakarta Barat.

Jalan M berada di dekat pasar, sehingga bisa dibayangkan betapa hiruk-pikuknya Jalan M. Kehirukpikukan di Jalan M semakin hebat mulai pukul 14.00 WIB Minggu

Pasalnya, hari itu bertepatan dengan ulang tahun kelima Bio (Kelenteng) Kwee Seng Ong. Ulang tahun dirayakan dengan arak-arakan kirab ruwat bumi sejauh 5 kilometer.

 

“Kalau tempatnya memungkinkan, sebenarnya kami ingin memberi hiburan gambang kromong untuk masyarakat. Sayang tempat kami terlalu kecil dan sempit,” kata Lie Tang Sin alias Hence (33), Ketua Bio Kwee Seng Ong.

 

Kirab bermula dan berakhir di Bio Kwee Seng Ong dengan melewati Jalan Pangeran Jayakarta, Jembatan Batu, Pinangsia Raya, Mangga Besar 1, Mangga Besar Raya, Lokasari, dan kembali ke Pecah Kulit. Kirab ditandai dengan tetabuhan, barongsai, ondel-ondel, arak-arakan patung dewa, dan pawai.

 

Saya mengunjungi Bio Kwee Seng Ong beberapa hari sebelum kirab berlangsung. Jalan yang menuju ke Bio Kwee Seng Ong telah dihiasi dengan lampion berwarna merah. Saya amat terkesan dan merasa seperti bukan sedang di Indonesia, karena suasananya China sekali.

 

Uniknya, yang memasang lampion itu bukan hanya warga keturunan Tionghoa, melainkan juga orang-orang dari suku lain dan beragama Islam.

 

Ketika mendengar Bio Kwee Seng Ong akan berulang tahun, warga Jalan M membantu sebisanya tanpa minta bayaran. Sulit dipercaya, warga Jakarta yang terkenal “elu-elu, gue-gue” ternyata bisa juga bergotong royong.

Diikuti 22 Bio

Kirab ini diikuti sekitar 1.000 peserta dari 22 bio asal Jabodetabek, Tegal, Semarang, dan Kudus. Kirab ini dituanrumahi Bio Kwee Seng Ong. Kwee Seng Ong dikenal sebagai dewa yang mengatur angin, air, dan api.

 

Kirab menjadi alat pemersatu dan silaturahmi antarumat, walaupun mereka memuja dewa yang berbeda. Dalam kepercayaan Tao, ada ratusan dewa, bahkan manusia pun bisa naik pangkat menjadi dewa asal berperilaku terpuji dan tulus.

 

Di balik kemeriahan kirab, Hence berdoa agar peserta kirab bertambah rezeki, keberkahan, kesehatan, dan ketentramannya.

“Tidak hanya peserta kirab, tapi juga untuk warga yang dilewati kirab dan masyarakat Indonesia pada umumnya,” ujar Hence.

 

Menurut Hence, setiap bio memiliki dewa sesembahan yang berbeda. Jika kirab ini diikuti 22 bio berarti kirab ini dihadiri 22 dewa.

 

Ketika magrib tiba, saya bertanya pada Hence letak musala/masjid terdekat. Hence memberi saya sajadah dan menunjukkan arah kiblat.

Jadilah, bagi saya, lakum dinukum waliyaddiin (untuk kamu agamamu, untuk aku agamaku). Hidup rukun berdampinganlah yang penting.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *