Kejaksaan Agung Segera Bedah Kasus Pelanggaran HAM Berat


Kejaksaan Agung akan mengundang berbagai pihak untuk menyelesaikan berbagai kasus Hak Asasi Manusia (HAM) ringan hingga berat yang selama ini perkaranya mandeg. “Saya akan undang mereka, kita ajak diskusi bersama, kita bedah bersama, supaya semua transparan,” tandas Jaksa Agung Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jum`at (21/11). Dalam diskusi tersebut, Kejaksaan Agung akan membedahnya bersama sejumlah pihak di bidang HAM, salah satunya aktivis dan LSM HAM.

“Saya akan undang juga dari aktivis HAM biar nanti mereka tahu, memberikan masukan kepada kita. Terus kita kerjakan bersama-sama. Ini bukan (hanya) tanggungjawab kejaksaan, tanggungjawab kita semua,” tandanya.

Selain itu, Kejaksaan Agung juga siap bersinergi dengan DPR untuk menyelesaikan sejumlah kasus HAM tersebut, karena Kejaksaan mempunyai tekad dan semangat yang sama untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut. “Kalau kita punya kesadaran yang sama, tak perlu ada yang kita takutkan. DPR kerjsama dengan kita untuk bangsa dan negara ini. Kenapa harus takut,” cetusnya.

Sedangkan saat disoal apakah nantinya akan ada deal politik dalam mengungkap kasus-kasus tersebut, Prasetyo menegaskan, proses hukum harus tetap berjalan sesuai koridor yang ada. “Prinsipnya, penegakan hukum, ya hukum yang memberikan manfaat kepada masyarakat untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kebenaran. Itu yang kita kerjakan dan kejar,” ujarnya.

Sejumlah kasus HAM berat belum juga menyeret para pelaku, khususnya aktor intelektualnya, seperti kasus hilangnya 13 aktivis pro demokrasi yang belum juga diketahui nasibnya hingga kini.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusa (Komnas HAM) menyatakan, penculikan dan penghilangan pakasa para aktivis pro demokrasi tahun 1998 merupakan sebuah fakta pelanggaran HAM berat. Untuk itu, Komnas HAM merekomendasikan pemerintah segera menyelesaikannya di Pengadilan HAM.

“Kita mengadakan pemantauan, pemantauan kita tingkatkan ke penyelidikan. Ditemukan pelanggaran HAM berat, kita kirim ke Kejaksaan Agung hasilnya,” kata Mayjen TNI Purn Syamsoedin, mantan anggota Komnas HAM, dalam diskusi bertajuk Penculikan Aktivis: Fakta atau Fitnah? di Jakarta, Minggu (8/6).

Mirisnya, pemerintah belum melaksanakan rekomendasi Komnas HAM tersebut, hingga akhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono belum juga membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc, sehingga kian mengoyak rasa keadilan keluarga korban yang belum mengetahui nasib para orang tercintanya.

Syamsoedin mengatakan, Komnas HAM telah memperbaiki laporan hasil penyelidikan berdasarkan permintaan Kejaksaan Agung. Dari penyelidikan, harusnya ditingkatkan ke penyidikan dan penuntutan. “Dari Komnas HAM berkasnya sudah lengkap,” jelasnya.

Kasus penculikan aktivis 1998 oleh Kopassus jelang masa reformasi, termasuk 13 aktivis yang belum diketahui kabarnya, menjadi salah satu bagian penyelidikan Komnas HAM dan kasus tersebut diduga melibatkan Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus yang kini turut bertarung dalam pemilihan presiden (pilpres) 2014.

Menurut Syamsoedin, prosses penyelidikan Komnas HAM berbeda dengan penyelidikan yang dilakukan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) di kalangan TNI kala itu. Meski DKP tidak menyatakan ada pelanggaran HAM berat, namun berdasarkan surat putusan yang bocor ke media, Prabowo dicopot dari jabatannya dan diberhentikan dari militer.

“Putusan DKP memang tidak mengatakan ada tidaknya pelanggaran HAM berat, DKP tidak bisa mengatakan pelanggaran HAM berat. Dia hanya meneliti ada kesalahan atau tidak, dan rekomendasinya memberhentikan saja. Yang mengatakan pelanggaran HAM berat adalah Komnas HAM,” tandasnya.

Sementara, Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia Mugiyanto mengatakan, keluarga korban mendesak pemerintah segera menyelesaikan kasus dugaan pelanggaraan HAM berat atas penculikan dan penghilangan paksa para aktivis di era kejatuhan orde baru tersebut.

Desakan itu tidak ada kaitannya dengan pemilihan presiden, karena keluarga korban merindukan keadilan agar tidak ada lagi impunitas terhadap para pelanggar hukum di negeri ini untuk membuktikan semua sama di hadapan hukum.

“Bagi keluarga korban adalah untuk mengetahui apakah mereka (para korban) masih hidup atau sudah meninggal,” ujarnya.

Adapun ke-13 aktivis pro demokrasi yang belum diketahui nasib dan keberadaannya pasca diculik, yakni Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Widji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser.

Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) beserta keluarga dan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat juga mendesak Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) segera memerintahkan jaksa menangani sejumlah kasus yang mandeg di Kejaksaan Agung.

“KKRI seharusnya melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian atas kinerja jaksa yang lamban menangani kasus pelanggaran HAM berat,” desak Koordinator Kontras, Haris Azhar.

Sejumlah berkas perkara pelanggaran HAM berat hasil penyelidikan pro justisia yang dilakukan Komnas HAM proses penyidikannya tidak berjalan, antara lain; peristiwa Trisakti, Semanggi I 1998, dan Semanggi II 1999, yang berkasnya diserahkan ke kejaksaan Agung pada April 2002.

Kemudian, peristiwa Mei 1998 yang diserahkan ke Kejaksaan Agung pada September 2003, penghilangan orang secara paksa periode 1997-1998 diserahkan November 2006, peristiwa Talangsari-Lampung 1989 diserahkan Oktober 2008, dan peristiwa Wasior-Wamena, Papua 2001 dan 2003 diserahkan September 2004.

“Pada tahun 2008, JA (Jaksa Agung –Red.) menyatakan, berkas Talangsari Lampung 1989 masih dilakukan penelitian oleh TIM Peniliti Direktorat Penanganan Pelanggaran HAM berat mengenai kelengkapan persyaratan formil dan materiil. Akan tetapi, sampai saat ini, tidak ada penjelasan mengenai hasil penelitian tersebut,” ungkap Kepala Divisi Pemantau Impunitas-Kontras Yati Andriyani ketika beraudiensi dengan KKRI.

Atas dasar itulah Kontras berharap agar KKRI melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian, tentang prosedur penangan perkara pelanggaran HAM berat di Kejaksaan Agung

“Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian mengenai koordinasi, informasi, dan komunikasi mengenai penanganan perkara pelanggaran HAM berat di Kejaksaan Agung. Dan Melakukan publikasi mengenai hasil pengawasan KKRI terhadap kinerja Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara pelanggaran HAM berat,” cetusnya.

Mendapat laporan tersebut, Ketua KKRI Halius Hosen mengatakan, ia segera menanyakan kepada Kejaksaan Agung terkait kendala penanganan perkara pelanggaran HAM, sehingga memakan waktu sangat lama.”Selama ini kendala apa yang dihadapi Kejaksaan Agung, sehingga penyelesaian kasus ini memakan waktu begitu lama.”

Halius juga mengaku, selama ini KKRI belum pernah melakukan pembahasan terkait hal tersebut, “Selama ini belum menjadi agenda,” tandasnya.

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

2 thoughts on “Kejaksaan Agung Segera Bedah Kasus Pelanggaran HAM Berat

  1. james
    November 26, 2014 at 5:02 am

    bagus sekali Harap dilanjutkan Penyelidikan disertai Penghukuman kepada semua Pelaku Pelanggaran HAM juga para Atasannya sampai tuntas, pak Prasetyo harap bukan hanya OMDO yah tapi Buktikan kerjanya karena kalau tidak maka tidak ayal Pak Jokowi akan mengganti Jaksa Agung baru lagi karena Jokowi serius tidak seperti SBY Lemot Lembek

  2. james
    November 26, 2014 at 5:03 am

    yang pasti Para Pelaku yang Terlibat dan yang memberi Perintahnya lagi pada Ciut Hati siap-siap akan di Tuntut dan di Hukum

Leave a Reply to james Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *