Idul Fitri di Indonesia


Mengingat hari raya Idul Fitri selalu menjadi momentum segalanya di tengah hampir 240 juta rakyat Indonesia, berbagai insiden/kerjadian baik/buruk pun terus berimpit. Momentum segalanya, antara lain mudik lebaran, budaya dapat bonus atau THR (tunjangan hari raya), liburan panjang bagi non-Muslim dan lain-lain. Momentum dan fenomena jelang Lebaran di Indonesia tidak ditemui di negara lain yang juga merayakan Idul Fitri. Indonesia, kendatipun negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, tidak ekstrim dengan libur satu bulan penuh. Berbeda dengan di negara-negara Timur Tengah, yang mengesampingkan berbagai aktivitas ‘duniawi’ selama bulan suci Ramadhan. Di Indonesia, bulan suci Ramadhan tidak lepas dari fenomena buka buasa bersama (Bukber), jor-joran pengelola mal dengan obral barang dagangan, sahur on the road, dan lain sebagainya. Semua fenomena dan kegiatan masyarakatnya berdampak pada perputaran uang yang cepat, tinggi.
Penulis menyoroti fenomena wartawan dan THR di beberapa institusi, baik swasta maupun pemerintah. Beberapa kementerian negara tidak semuanya mengalokasikan anggaran untuk THR para wartawan.Kalaupun ada, bentuknya tidak selalu uang (Rupiah). Misalkan salah satu kementerian di bilangan Gambir Jakarta Pusat. Biro Humas kementerian tersebut membagikan paket makanan kaleng yang nilainya setara sekitar Rp 120-150 ribu. THR berupa parcel paket murah tersebut tetap menjadi incaran wartawan. Ada beberapa yang menolak, terutama mereka yang bekerja di perusahaan media besar. Sementara beberapa wartawan yang pas-pasan, terutama “bodrex” (wartawan palsu/oknum wartawan) tetap mengincar. Mereka tidak pernah datang, mengikuti konferensi pers rutin di kementerian tersebut, Tetapi begitu mendengar, THR parcel sudah dibagikan, mereka akan mendatangi Humas.
Masalahnya, oknum dan bodrex tersebut sebetulnya mengambil jatah wartawan lain. Sementara wartawan yang memang sehari-harinya “mengabdi” di kementerian tersebut, justru tidak mendapatkan haknya. Kendatipun nilai (parcel) relatif kecil, tapi sebagian sangat berharap.Lain lagi, insiden yang terjadi pada saat pembagian THR oleh Pemprov Banten. Fery, oknum wartawan yang mengaku ketua Pokja wartawan mingguan Pemprov Banten, menodai acara buka puasa bersama kelompok jurnalis yang sehari-hari meliput dan bertugas di Pemprov Banten. Dengan lantang melalui pengeras suara memerintahkan wartawan yang tidak terdaftar di Pokja untuk segera meninggalkan acara.

Buka bersama yang diadakan tiap tahun oleh humas Pemerintah Provinsi Banten kali ini diadakan di pendopo gubernur (24/7). Hadir Plt Gubernur Rano Karno , Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Provinsi Banten Dra. Siti Maani Nina M.Si, Kusma sebagai Kasubag Pemberitaan dan Hubungan media Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Banten , dan jajaran pemprov serta puluhan wartawan.
Ketidak mampuan Humas Pemprov. Banten mendata dan mengakomodir wartawan yang benar-benar wartawan dan wartawan dadakan yang adanya setiap menjelang lebaran saja mengundang kericuhan diacara tersebut. Kericuhan terjadi ketika wartawan yang rutin bertugas dan biasa meliput justru diusir oleh yang mengaku sebagai Ketua Kelompok kerja (Pokja) Provinsi Banten. Dengan gaya arogan dan bicara lantang, Ferry mengatakan, “Acara ini khusus untuk wartawan anggota Pokja, wartawan yang bukan anggota pokja, silahkan keluar dari ruangan ini.”
Pernyataan itu jelas-jelas menghina dan melecehkan wartawan yang bukan anggota pokja, sementara anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi Banten apakah dikhususkan buat ketua dan anggota wartawan Pokja mingguan Provinsi Banten saja, sedangkan wartawan diluar Pokja  didiskriminasikan.
            Kejadian ini mengundang reaksi keras dari wartawan yang merasa dilecehkan, dan menuding, dia tidak menyadari Tunjangan Hari Raya diperuntukkan bagi wartawan muslim,seharusnya yang didahulukan adalah wartawan muslim. Kenapa yang mengatur Tunjangan Hari Raya justru wartawan non muslim. Ada beberapa wartawan yang kecewa dengan perkataan ketua Pokja tersebut. Sangat disayangkan, Siti Maani Nina, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Banten, yang hadir dan menyaksikan kejadian ini tidak mampu berbuat apapun untuk mencairkan suasana yang mulai memanas.
            Sikap dan perkataan Ferry sebagai ketua Pokja mingguan Provinsi Banten, jelas bukan perkataan seorang wartawan yang dikenal sebagai manusia cerdas, berwawasan luas dan intelektual.  Diharapkan Pemprov untuk sesegera mungkin menyelesaikan permasalahan ini, sehingga tidak berdampak negative, baik dalam hubungan sesama wartawan maupun hubungan wartawan dengan pemerintah daerah.(fah/LS)
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Idul Fitri di Indonesia

  1. James
    July 28, 2014 at 7:37 pm

    Semoga rukun kembali dan saling memaafkan seperti sediakala pasca Pilpres

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *