Hidup Mati Memburu Jejak Teroris di Hutan Poso


Pada awal 2012, seorang pemuda penjual sayur asyik menawarkan dagangannya kepada masyarakat di Pasar Tentena, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. “Mari Bu, mari Bu, mari Bu,” kata pria tersebut yang terdengar seperti lima ribu.

Tawaran pria yang kini menjadi buronan nomor wahid terkait kasus terorisme tersebut, membuat warga yang melintas tertarik dan berhenti di lapak yang digelar penjual sayur tersebut, karena harga yang ditawarkan murah, mengingat jumlahnya melimpah dengan harga yang cuma Rp 5.000.

Begitu sejumlah kaum ibu mendekat untuk membeli dengan harga Rp 5.000, penjual sayur tersebut tertawa dan berkata, “Loh, saya hanya bilang ’Mari Bu, bukan lima ribu,” kata pria yang diketahui bernama Santoso itu sambil tersenyum.

Kisah tentang Santoso tersebut, diceritakan Pendeta Rinaldy Damanik, tokoh Kristen di Kabupaten Poso, baru-baru ini.

Santoso saat ini dicari polisi karena serangkaian aksi teror di Kabupaten Poso dan Provinsi Sulawesi Tengah.

Santoso sekarang bersembunyi di hutan bersama 19 orang anggotanya, dan menamakan kelompoknya sebagai Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Pendeta Damanik tak menyangka, Santoso yang dikenal ramah tersebut, terlibat jaringan terorisme yang membuat Mabes Polri kesulitan mencarinya.

Bahkan, Santoso juga pernah singgah ke rumah Pendeta Damanik yang berada di Tentena, sebuah kota kecil di tepian Danau Poso.

Menurut dia, Santoso adalah pria yang cukup humoris dan pandai bergaul sehingga mudah mendapatkan teman.

Santoso dan kelompoknya terakhir terlihat di rekaman video yang dirilis Polda Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu. Video tersebut, didapatkan ketika pasukan keamanan terlibat baku tembak dengan kelompok sipil bersenjata pada Oktober 2014.

Kelompok yang dipimpin Santoso itu akhirnya terdesak, dan lari ke tengah hutan dengan meninggalkan sejumlah barang bukti, antara lain “handycam” berisi rekaman video.

Rekaman tersebut, berisi video yang sudah dipotong-potong menjadi beberapa gambar berdurasi beberapa detik. Di dalam rekaman terlihat Santoso berlatih perang dengan cara menyeberangi sungai sambil membawa senjata laras panjang. Kepala Santoso ditutup daun agar tidak terlihat oleh musuh.

Selain itu, terlihat anggota kelompok teroris lainnya melakukan aksi salto ke dalam air sambil memegang senjata api.

Di dalam video tersebut, mereka juga mendeklarasikan telah bergabung dengan kelompok Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS).

Mereka juga mengancam warga yang ada di sekitar hutan yang menjadi tempat persembunyian Santoso agar tidak melapor ke polisi jika ingin selamat.

Kepala Polda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Idham Azis mengatakan, isi video tersebut menjadi bahan penyidikan polisi untuk mengetahui lokasi persembunyian teroris.

Saat ini, jumlah teroris yang bersembunyi di hutan  sekitar 20 orang, tiga di antaranya warga asing asal Tiongkok. Mereka juga berbahaya karena memiliki senjata api dan bahan peledak.

Camar Maleo
Polri sekarang menggelar Operasi Camar Maleo 2015 yang fokus menangkap Santoso dan jaringannya di Kabupaten Poso.

Operasi yang berlangsung sejak 26 Januari 2105 tersebut, rencananya berlangsung selama dua bulan dengan mengerahkan sekitar 1.000 pasukan dengan dibantu aparat TNI.

Operasi tersebut, telah menangkap enam terduga simpatisan dan jaringan kelompok Santoso di beberapa lokasi, serta mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain sepucuk senjata api rakitan, puluhan amunisi dan selongsong peluru, bahan peledak, dan sejumlah sepeda motor.

Selama 2015, polisi telah menangkap 12 kaki tangan kelompok Santoso, dan kini mereka masih menjalani pemeriksaan intensif di markas polisi.

Akibat penangkapan itu, kawanan teroris balas dendam dengan membunuh tiga warga Poso. Selain itu, tiga warga Poso juga masih hilang, dan diduga kuat diculik oleh Santoso cs.

Kini, polisi masih mencari kawanan teroris yang bersembunyi di hutan dengan luas sekitar 40 kilometer persegi dengan medan terjal dan berbukit.

Polisi beralasan, medan tersebut sulit ditembus karena pada siang hari kabut sudah mulai turun di pegunungan sehingga menyulitkan pencarian.

Masyarakat berharap polisi dapat menangkap gerombolan teroris di Kabupaten Poso.

Sinergitas Aparat
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Poso Abdul Gani mengatakan, kasus terorisme di wilayahnya bukanlah kontak fisik antara umat Islam dan Kristen, melainkan kelompok Muslim radikal melawan aparat keamanan (kepolisian).

Pertikaian antara umat Islam dan Kristen yang terjadi sejak 1998 telah lama berakhir setelah operasi penangkapan kelompok radikal pada Januari 2007.

Saat itu, puluhan anggota kelompok Muslim radikal ditangkap dan banyak di antaranya yang tewas di tangan aparat kepolisian.

Mulai saat itu, kelompok radikal di Kabupaten Poso merasa dendam kepada polisi, khususnya Detasemen Khusus 88/Antiteror. Sejumlah aksi penembakan dan pengeboman kepada polisi mulai terjadi, hingga saat ini.

Abdul Gani mengatakan, saat ini masyarakat Poso tidak lagi mudah terprovokasi oleh pihak tertentu yang mengiginkan Poso kembali bergejolak.

Pria yang juga anggota DPRD Kabupaten Poso itu berharap, aparat keamanan khususnya Polri dan TNI, bisa bersinergi mengatasi kasus terorisme.

Banyak pula warga yang menginginkan agar polisi hengkang dari Poso, digantikan TNI, karena sebagian masyarakat kurang mempercayai polisi.

Dia menilai, aparat Polri dan TNI kurang bersinergi sehingga kasus terorisme masih saja terjadi hingga saat ini, sehingga ada anggapan kasus kekerasan di Poso sengaja dibiarkan agar banyak dana mengucur untuk operasi pengamanan.

Kepala Polda Sulawesi Tengah, Brigjen Pol Idham Azis membantah tegas dugaan itu. Dia menyatakan polisi tetap bertekad memberantas kasus terorisme.

“Negara tidak boleh kalah dengan teroris,” kata pria yang sudah mengenal Poso sejak 12 tahun silam ini. Selama penanganan kasus terorisme, tercatat sebanyak 96 anggota polisi telah tewas terbunuh.

Dia juga mengaku siap berdialog dengan Santoso maupun pentolan teroris di Kabupaten Poso. Polisi juga menjamin keamanan para buronan tersebut jika menyerahkan diri secara baik-baik.

“Kita akan kejar, kejar dan kejar. Kalau tidak menyerahkan diri, hanya ada dua kemungkinan. Polisi yang mati atau mereka yang mati,” kata Idham. [

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

12 thoughts on “Hidup Mati Memburu Jejak Teroris di Hutan Poso

  1. James
    March 12, 2015 at 5:40 am

    kasian dan miris sekali Indonesia Memiliki TNI dan Polri yang katanya Besar dan Kuat, kenyataan Kelompoik Santoso ini sudah sekian lama Belum Tertangkap juga atau Tidak Mungkin Tertangkap karena TNI dan Polri harus banyak belajar lagi Perang Geriliya untuk Mengimbangi Kelompok Santoso ini, apalagio kalau Indonesia bermaksud Berperang lawan Malaysia atau Singapore apalagi Australia ? Perang Memberantas Kelompok Santoso saja tidak mampu dan tidak sanggup meski TNI dan Polri digabung, ini bukti profesionalisme nya TNI/Polri masih ketinggalan jauh

  2. James
    March 12, 2015 at 6:09 am

    wow…..berita Kompas.com hari ini bahwa untuk Mengejar Kelompok Santoso, 6 JENDERAL dikerahkan ikut turun tangan, berarti Kelompok Santoso ini Hebat Banget deh, luar biasa Indonesia ini !!! Mengawal Terpidana Mati dengan Mengerahkan 4 Kapal Perang Laut, 4 Sukhoi dan Ratusan Brimob, Luar Biasa lagi, tapi jangan salah itu cuma Show of Force doang di Kandang Sendiris soalnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *