Hakim Tipikor Protes Dikenai Pajak


Hakim pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) protes karena gajinya dipotong pajak. Komisi Yudisial (KY) menyesalkan peristiwa ini. Namun, sikap pemerintah ini juga dinilai cenderung mengabaikan penggajian hakim tipikor. Dikhawatirkan minat menjadi calon hakim tipikor menjadi rendah.

“Sejak awal KY sudah mengimbau pemerintah agar segera membenahi penggajian terhadap hakim tipikor,  tapi tampaknya pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan tidak peka dan cenderung mengabaikan,” kata Wakil Ketua KY Imam Anshory melalui pesan layanan singkatnya ke SH, baru-baru ini.
Ia menyebutkan ketentuan pajak terhadap hakim simpang siur. Di Pengadilan Negeri (PN) Semarang misalnya, tidak ada pajak untuk hakim tipikor. Namun, di PN Surabaya gaji hakim tipikor dikenai pajak.
Menurut Imam pajak jenis itu bukan pajak daerah karena itu harus seragam secara nasional. “Artinya ada ketidakkonsistenan kebijakan perpajakan kita,” kata Imam. Pernyataan Imam ini menanggapi demonstrasi sejumlah hakim tipikor di PN Surabaya. Mereka memprotes karena gaji mereka dipotong pajak. Padahal, keputusan presiden (keppres) sudah sangat jelas.
KY menyayangkan sikap yang berdemonstrasi tersebut. Apalagi, kebijakan yang diprotes ada dasar hukumnya. Para hakim bisa mengajukan keberatan kepada instansi yang berwenang. Namun, Imam juga menyesalkan sikap abai yang ditunjukkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ia mengatakan, perlu koordinasi yang baik antarinstansi pemerintah. Apalagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika bertemu pemimpin KY sudah menggariskan kesejah­te­raan penegak hukum. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu diterjemahkan secara benar oleh jajaran pemerintahan. “Da­lam hal ini Ke­men­terian Ke­uangan, Kementerian PAN, dan BKN harus proaktif mela­kukan koordinasi. KY sendiri akan koordinasikan ke Kemen­keu untuk klarifikasi soal kebijakan pengenaan pajak yang tidak seragam itu,” ujar Imam.
Pengaduan
Terkait dengan hakim nakal, KY secara resmi menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dan mendeklarasikan 18 posko pemantauan peradilan di dae­rah yang elemennya masya­rakat sipil atau lembaga swadaya masyarakat.
“Hari ini sudah dilakukan penandatangan MoU dan dideklarasikan 18 posko pemantauan peradilan,” kata Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Asep Rahmat Fajar, di Jakarta, Jumat (15/4).
Asep menegaskan fungsi posko pemantauan itu untuk membantu KY dalam melaku­kan sosialisasi terkait dengan pengawasan lembaga peradil­an, pemantauan kinerja hakim dan pengadilan, serta menerima pengaduan masyarakat. “Tujuan dibentuknya posko itu untuk mempermudah akses keadilan bagi masyarakat di daerah untuk mengadu ke KY,” kata Asep.
Dia mengungkapkan bah­wa pada 2010 KY memang telah mengembangkan jejaring di daerah dengan membentuk posko pemantauan peradilan di sembilan daerah, yakni di Me­dan, Riau, Palembang, Sura­ba­ya, Samarinda, Makassar, Ken­dari, Denpasar, dan Mataram.
Berdasarkan data KY, selama tiga bulan terakhir ini, KY menerima 230 pengaduan masyarakat setiap bulan. Selain itu, KY telah memanggil 16 hakim untuk dimintai keterangan dan 15 di antaranya memenuhi panggilan.
Satu hakim tidak hadir karena telah diberi sanksi oleh Mahkamah Agung (MA). KY juga telah menerima rekomendasi dari MA untuk pembentukan Ma­jelis Kehormatan (MKH) untuk hakim yang direkomendasi KY untuk diberhentikan.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *