Gempita Indonesian Festival 2013


Kerja Budaya atau Hanya Sekedar Aktualisasi Kedirian

Suatu pagi, halaman parkiran Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Los Angeles

terlihat sebuah panggung megah berdiri kokoh dengan segala atribut perlengkapannya,

sementara di tengah dan belakang arena, meja-meja tertata rapi di bawah payung-payung putih

layaknya sebuah kafe, mengapit beberapa deret kursi yang tersedia dan siap menampung para

pengunjung yang mulai berdatangan. Dari penataan ini terlihat bagaimana hirarki citarasa sangat

dijaga oleh siapapun yang berada di dalamnya. Sementara di luar arena, berderet stand-stand

yang didirikan oleh para mitra konsulat yang selama ini selalu memberi dukungan pada berbagai

kegiatan yang dilakukan oleh KJRI Los Angeles. Keberadaan stand-stand (makanan dan

kerajinan Indonesia) yang seluruhnya berjumlah kurang lebih 15, adalah dalam rangka mengikuti

Perayaan ’Indonesian Festival 2013’ yang diadakan pada tanggal 24 Agustus 2013. Sesuai

dengan temanya ”Unity in Diversity”, kegiatan tersebut adalah bertujuan memperkenalkan

produk dan budaya Indonesia, serta mengenang kembali keragaman budaya Indonesia yang

mana diharapkan akan ada interaksi postif antara kalangan pendidikan, dunia industri dengan

masyarakat luas.

Kegiatan di atas secara fundamental terbangun dari suatu genre, ini menyiratkan bahwa ia

mempresentasikan speaking subject dalam suatu wacana yang majemuk. Untuk itu, setiap upaya

dalam menempatkan kesatuan abstrak, adalah konstruk kekuasaan yang monologis. Sejatinya,

kerja budaya merupakan dialog kreatif, yang secara konkrit terbuka, antara sub-sub ke-budayaan,

antara orang dalam dan orang luar, antara berbagai bagian. Semua merupakan perjuangan dan

kontribusi dari dialek-dialek regional, jargon-jargon profesional, pembicara-an umum dari

berbagai kelompok usia yang berbeda maupun individu–individu, sehingga ideologi bekerja

dalam wilayah kebudayaan, termasuk juga ekonomi. Sebab pendukung utamanya adalah 90 %

para pekerja, tersebar di tempat-tempat yang notabene masuk dalam lingkaran the have. Dalam

kaitan dengan resistensi terjadi istilah excoporation, yaitu suatu proses di mana kaum subordinat

menciptakan ke-budayaannya sendiri di luar sumber-sumber dan komoditi yang disediakan

oleh sistem dominan, itulah Indonesian festival 2013 KJRI Los Angeles. Evoria sosio-cultural

nya sangat terasa dan nyata (baik yang berlangsung dalam arena maupun yang berada di luar

arena), percampuran yang terjadi (dalam budaya dan personal) juga mempengaruhi sistem

sosialnya, ibarat sebuah allegory dari sesuatu di baliknya yang jauh lebih besar dan nyaris tak

terbatas. Kebersamaan, percampuran, peleburan, saling pengaruh, dialog antar unsur-unsur

musikal dan kultural yang dapat, sedang, dan akan terus terjadi boleh dan sah-sah saja. Bagi

hal-hal di atas merupakan hibridasi dalam dunia sosiokultural. Bagi dunia seni (pertunjukan)

merupakan benturan tangga nada (performa Ade Irawan dkk/etnic). Tangga nada dapat dianggap

sebagai salah satu cerminan dari sifat, karakter atau fondasi dari suatu pandangan hidup dari

sekumpulan etnik atau bangsa, bahkan negara; Benturan penerapan hukum harmoni yang

mewakili pandangan baru dari masyarakat Jawa (gamelan), Bali (prosesi), dan Batak (ulos)

terhadap konsep keselarasan dan keseimbangan hidup. Benturan penggunaan instrumen musik

dari berbagai budaya yang berbeda yang dapat dianggap sebagai siratan benturan pandang-an

atau anggapan terhadap konsep tradisi dan modern (semu). Namun dibalik itu, betapa kuatnya

magnet semangat ke-indonesia-an bagi orang-orang yang menyandang predikat tersebut.

Selain ritus dan makanan, bebunyian menjadi bagian penting da-lam tradisi perayaan.

Sebuah peristiwa keramaian, di antaranya, ditandai oleh bebunyian yang harus riuh. Dalam arti

tertentu, musik tetap sebuah imajinasi yang kehadir-an-nya untuk mengharmoniskan ‘kekacauan’

ekspresif. Sementara, tipikal ‘identitas’ melekat pada orang-orang yang masih suka mencari

suatu ‘keaslian’ kehormatan/gengsi (adiluhung) sebagaimana tampak dalam ritualistik prosesi

arak-arakan (Bali) eksklusif tersebut. Pelaksanaan Indonesian festival yang dilakukan oleh KJRI

Los Angeles, dalam hal ini dimotori oleh PENSOSBUD & ITPC, be-bunyian bukan hanya

untuk menghibur para tamu, tetapi juga mengisi ruang dan waktu di antara rangkaian ritus-ritus

yang sakral, sehingga menjadikan sebuah peristiwa sebagai perayaan sekaligus menandainya.

Perayaan ini menjadi arena di mana terjadi relasi kekuasaan (ke-kuatan dominan dengan kaum

subordinat). Tanda-tanda istana (gamelan) hadir dalam perayaan itu dibayangkan menandai

keagungan masa lalu, keaslian, tradisionalitas. Peristiwa ini me-rupakan pengakuan tentang cara

pandang dunia dan posisi-posisi dalam struktur masyarakat Indonesia masa lampau. Pada saat

yang sama, tanda–tanda ditampilkan untuk menegaskan penanda identitas lain (modernitas)

dapat dicermati melalui penataan kursi dan meja ala kafe-kafe, alat musik elektrik, corak

penampilan, serta berbagai atribut fisik penyanyinya. Perayaan Indonesian festival, menjadi

arena di mana identitas-indentitas individu dan keluarga ke-indonesia-an menjadi jelas. Tandatanda kekuatan dominan masa lalu dihadirkan untuk sebagian dijadikan acuan; tetapi pada saat

yang sama secara diam-diam dimanfaatkan untuk mengakui keberadaan identitas baru yang

dikehendakinya. Hanya patut diwaspadai bahwa representasi ke-baruan (novelty) seperti itu

tidak selalu menunjuk pada suatu yang utama. Melainkan, boleh jadi hanya masalah ke-aku-an.

Ironisnya, ide-(ologi) keaslian itu sendiri tidak lebih dari sekadar khayalan yang abadi dalam

(gaya) hidup sehari-hari.

Buat KJRI Los Angeles, terkhusus panitia pelaksana, trimakasih untuk sajian pertunjukannya

yang penuh inspirasi, sukses selalu.

Los Angeles, 27 Agustus 2013

Penulis adalah Pengamat Seni Pertunjukan dan pengajar pada Fakultas Seni dan Desain,

Universitas Negeri Makassar, Indonesia

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *