Dodol Betawi Tetap Jadi Idola


Pantang Menerima Tamu Saat Membuat Dodol

Seperti Dodol Nyak Mai yang berada di Perkampungan Betawi Setu Babakan, Srengseng, Jakarta Selatan. Bisnis rumahan ini sudah dijalankan selama 15 tahun, dan masih tetap laris saat hari raya Lebaran.

Juani merupakan anak kelima yang meneruskan pembuatan Dodol Nyak Mai. Dia mengaku selama bulan Ramadan ini sudah mulai membuat dodol.

Produksi dodol dilakukan dua kali sehari. Untuk membuat dodol membutuhkan waktu hingga tujuh jam. Dimulai dari adonan yang masih cair hingga mengental dan getas.

“Bahan dodol yang masih cair dikerjakan oleh perempuan. Setelah mau jadi atau mengental baru pakai tenaga laki-laki, karena sudah mulai berat mengaduknya,” ujar Juani.

Saat bulan Puasa, dalam satu hari biasa membuat hingga 60 kg dodol. Sedangkan pada hari biasa hanya 30 kg dodol. Untuk membuat 30 kg dodol itu membutuhkan beras ketan sebanyak 13 liter.

Menurut Juani, dodol buatannya bisa tahan hingga 1 bulan dan tidak berjamur. Itu bisa terjadi karena proses pemasakannya lama membuat bahan menjadi matang dengan sempurna.

“Jika semua bahan bakunya bagus dan saat membuat dodolnya benar maka hasilnya bisa tahan lama,” kata Juani yang baru meneruskan usaha ini selama empat tahun.

Dodol Nyak Mai dijual Rp 40.000 per tenong dengan berat 2 kg. Harganya naik Rp 5.000 dari bulan biasanya. Selain dodol, Juani juga menjual wajik dan geplak. Namun kedua jenis makanan itu dibuatnya tidak banyak seperti dodol

Tidak manis

Di daerah Pondokaren, Tangerang, juga ada yang membuat dodol. Nama pembuatnya adalah Nawiyah. Dodol buatan Nawiyah terkenal dengan rasa legit tapi tidak terlalu manis. Tingkat kemanisannya bisa dipesan sesuai dengan selera.

Nawiyah meneruskan usaha ini yang sudah dirintis oleh almarhumah ibunya, Hj Idop. Sang ibu sudah merintis usahan ini sejak 35 tahun lalu. Selain dodol, Nawiyah juga membuat geplak, wajik, kue lapis pepe, serta uli dan tape ketan.

Setiap dua hari sekali Nawiyah membuat dodol. Dodolnya itu dijual per kilogram. Saat bulan Ramadan, Nawiyah dan suami mulai memproduksi dodol pada hari ke-17. Dan mulai hari itu, pesanan sudah mulai berdatangan.

“Meski pesan jauh-jauh hari, tapi diambilnya tiga hari sebelum Lebaran atau saat malam takbiran. Umumnya mereka lebih suka dodol yang baru dibuat, karena masih empuk,” ujar Nawiyah.

Sama halnya Dodol Mak Nyai, proses pembuatan dodol oleh Nawiyah ini juga membutuhkan waktu hingga tujuh jam. Dodol terbuat dari beras ketan yang digiling, lalu ditambah gula merah dan santan kelapa yang diambil patinya.

Nawiyah juga membuat geplak dan wajik. Geplak dibuat dari beras yang agak pera lalu digiling menjadi tepung, lalu disangrai. Setelah itu dicampur dengan kelapa parut halus yang juga sudah disangrai sebelumnya.

Kemudian adonan itu dicampur dengan gula pasir yang sudah dicairkan hingga agak mengental. Saat masih panas diaduk-aduk hingga menjadi adonan yang padat.

“Agak repot memang, apalagi dalam kondisi panas (meski awalnya pakai centong kayu) harus diaduk dengan tangan. Setelah itu dicetak ditenong atau wadah. Kemudian diratakan dengan tangan dengan setengah dipukul. Maka disebut geplak,” kata Nawiyah.

Supaya tidak lengket ditangan, di atas permukaan geplak ditaburi tepung giling yang disangrai, lalu didiamkan selama dua jam sampai keras. Kue ini akan mengeluarkan aroma yang wangi, seperti bau kacang hijau rebus. Mungkin karena efek dari tepung dan kelapa parut yang disangrai itu.

Ketahanan kue geplak ini bila di suhu ruangan bisa sampai 3 hari sedangkan di dalam kulkas bisa sampai seminggu dan akan semakin renyah. Sedangkan dodol bisa sampai tiga minggu di suhu ruang.

Pembuatan wajik tidak jauh berbeda dengan dodol dan geplak. Bahan dasar memakai beras ketan yang direndam selama enam jam supaya empuk. Lalu dicampur dengan kelapa yang sudah disangrai, gula merah, dan santan.

Untuk pesanan hantaran, kemasannya memakai tenong (wadah bulat terbuat dari anyaman bambu), berukuran 15 cm x 15 cm atau 20cm x 20 cm. Saat panas langsung dicetak di wadah yang telah dialasi plastik bening.

Harga dodol berkisar Rp 90.000-Rp 180.000. Sedangkan geplak tersedia dalam ukuran tenong 15 cm x 15 cm, dan 20 cm x 20 cm harganya Rp 60.000-Rp 120.000.

Pantang terima tamu

Nawiyah dan Juani, tetap berpegang pada prinsip saat membuat dodol harus mentaati ketentuan dan tidak boleh melanggar beberapa pantangan. Meski agak sulit diterima akal, hal itu akan menggagalkan pembuatan makanan khas itu.

Juani mengatakan, ada beberapa pantangan yang harus ditaati, misalkan saat membuat dodol jangan sampai dirinya kedatangan tamu. Terutama orang yang baru saja melayat, pengantin baru, tukang rias, serta sedang datang bulan.

“Percaya atau tidak tetapi itu memang pernah saya alami. Waktu itu tetangga habis hajatan, lalu dia mampir cuma mau ketemu saja, nggak lama dodolnya tidak bisa jadi, adonannya cair terus,” kata Juani.

Berbeda dengan Nawiyah, saat membuat dodol, biasanya disiapkan cabe merah dan bawang yang ditusuk dengan lidi dan uang logam Rp 500 yang direndam di dalam air.

Selama masih menjadi adonan, si pengaduk tidak boleh punya pikiran negatif atau membicarakan kejelekan, tidak boleh banyak berbicara, dan tidak boleh kesal. Mendengar berita buruk seperti ada orang yang meninggal saja juga tidak diperbolehkan

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *