Cerita Garuda Lolos dari Jerat Kebangkrutan


Garuda mampu membalikkan kerugian Rp811 miliar pada 2004 menjadi keuntungan Rp669 miliar.

Di saat Mandala Airlines harus berhenti beroperasi untuk sementara, maskapai Garuda Indonesia tengah sibuk untuk menawarkan saham perdananya (initial public offering/IPO) yang dijual Rp750-1.100 per lembar saham.

Manajemen Mandala kini sedang sibuk merestrukturisasi perusahaan yang terjerat utang. “Kami harus merestrukturisasi keuangan perusahaan, guna  memberi ruang bagi investor baru masuk menyuntikan dana,” ujar Presiden Direktur Mandala, Diono Nurjadin.

Bagaimana dengan Garuda?

Seperti halnya Mandala, Garuda pernah ambruk. Namun, setelah melalui serangkaian restrukturisasi, Garuda sudah siap go public. Garuda kini sudah lebih sehat dibandingkan lebih dari 10 tahun silam, saat krisis finansial merontokkan sendi-sendiri perekonomian Indonesia.

Pada saat itu, tahun 1998, Garuda sudah berada di ujung tanduk. Nyaris bangkrut, modalnya minus, utang menumpuk, karyawan resah, pilot hengkang dan tak ada cerita beli pesawat baru. Kontroversi merebak, apakah Garuda dilikuidasi, dijual ke asing atau diselamatkan lewat restrukturisasi.

Pemerintah akhirnya memilih restrukturisasi karena Garuda dianggap sebagai maskapai kebanggaan nasional. Robby Djohan, mantan bankir kawakan diterjunkan membenahi Garuda pada 1998. Bertahun-tahun, Robby kewalahan membenahi perusahaan milik negara yang sudah sekarat karena beban utang selangit. Garuda tetap saja menderita kerugian.

Total utang Garuda pada saat itu mencapai US$740 juta diantaranya utang kepada Export Credit Agency US$400 juta, PT Bank Mandiri Tbk US$100 juta berupa obligasi konversi dan sisanya US$130 juta dalam bentuk promisionary notes. Belum lagi utang kepada PT Angkasa Pura I, dan Angkasa Pura II.

Lantas, pada 2005, restrukturisasi dilanjutkan oleh Emirsyah Satar yang menggantikan posisi Robby sebagai Presiden Direktur Garuda. Emir masih terus bergulat dengan restrukturisasi utang besar yang belum kelar.

“Pada saat kami masuk, kami harus survive. Sama seperti orang mau tenggelam, kami harus berenang cepat dan agak capek. Saat itu, benar-benar kerja keras, kami harus lari dan dipecut, yang penting kami tahu ujungnya kemana. Yang paling susah adalah mengubah pola pikir,” kata Dirut Garuda dalam wawancara khusus dengan VIVAnews.

Beruntung Emir tak jalan sendiri. Sebagai maskapai pelat merah, Garuda banyak dibantu oleh pemerintah selaku pemegang saham utama. Pemerintah menyetujui utang Garuda kepada PT Angkasa Pura I dan II sebesar US$36 juta dikonversi penyertaan modal pada 2006. Selain itu, pemerintah juga memberikan suntikan penyertaan modal negara kepada Garuda sebesar Rp1 triliun. Tak hanya itu, pelaksanaan Mandatory Convertible Bonds dengan PT Bank Mandiri juga akhirnya berhasil dilakukan.

Garuda juga memindahkan gedungnya di Medan Merdeka Selatan ke kawasan Bandara Soekarno Hatta. Gedung baru Garuda senilai Rp112 miliar atau nilainya seperempat dari penjualan gedung lama Garuda. Dalam peresmian gedung barunya itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar Garuda Indonesia berhenti menjadi perusahaan merugi.
“Garuda jangan menjadi PT Sukar Maju atau PT Rugi Abadi,” kata Yudhoyono menyindir.

Puncaknya, pada Januari 2010 Garuda berhasil menyelesaikan restrukturisasi “floating rates notes” (surat berharga), senilai US$305,279 juta (Dollar Notes) dan Rp366.286 miliar (Rupiah Notes). Sekitar 99,2 persen noteholders yang hadir dalam pertemuan di Singapura memberikan persetujuan (extraordinary resolution) terhadap program restrukturisasi yang dilaksanakan.

Kesepakatan perjanjian baru itu antara lain mencakup perpanjangan waktu restrukturisasi surat berharga hingga Januari 2018 dan perubahan “interest rates” dollar notes menjadi LIBOR (enam bulan) plus 1,75 persen per tahun, serta “Rupiah Notes” berdasarkan “deposit rates” (enam bulan) plus 1,75 persen per tahun.

Pada 2008, restrukturisasi besar-besaran mulai menampakkan hasil. Keuangan Garuda tak lagi bopeng-bopeng. Jika pada 2004, perusahaan masih menderita rugi Rp811 miliar, namun empat tahun kemudian mampu meraup laba Rp669 miliar.

Garuda terus melaju. Kini, manajemen menyiapkan konsep pengembangan hingga 2018 dengan nama Quantum Lead. Rencana ini menyiapkan Garuda Indonesia sebagai flag carrier nasional dan angkutan penerbangan di masa datang. Quantum Lead merumuskan adanya revitalisasi armada. Manajemen akan menambah armada menjadi 116 pesawat pada 2012. Saat ini jumlah armada Garuda mencapai 62 pesawat. Hingga 2012 Garuda akan menambah rute domestik dan internasional menjadi 62 destinasi. Untuk meremajakan armadanya, Garuda juga mendatangkan 50 armada B 737-800 sejak Juli 2009. Garuda juga akan mendatangkan A330 dari Prancis hingga 2011.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *