JAKARTA – Sidang kasus Anggodo Widjojo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kemarin (20/7) diwarnai kejadian mengejutkan. Anggodo tiba-tiba mendatangi mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Wisnu Subroto yang sedang memberikan kesaksian, lalu mencium tangan karibnya itu.
Tindakan Anggodo tersebut dilakukan setelah dia merasa terharu mendengar kesaksian Wisnu. Anggodo pun menyesal telah membuat Wisnu terseret dalam perkara pidana yang menjerat dirinya. ”Saya mohon maaf kepada Pak Wisnu. Banyak teman seperti Pak Wisnu, yang tidak ikut-ikut, duduk di kursi ini (kursi saksi, Red),” ujar Anggodo.
Setelah mengucapkan permohonan maaf, Anggodo mendatangi kursi saksi, lalu mencium tangan Wisnu di hadapan majelis hakim. Wisnu tampak menerima permintaan maaf kawan dekatnya tersebut.
Dalam kesaksiannya, Wisnu mengatakan, dirinya sekadar terseret dalam perkara Anggodo. Namanya disebut-sebut dalam rekaman percakapan telepon yang kemudian diperdengarkan di Mahkamah Konstitusi pada 3 November 2009 itu. Dia juga membantah terlibat kriminalisasi dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah.
Wisnu mengatakan, dalam percakapan itu dirinya hanya mendengarkan curhat (curahan hati) terdakwa lewat telepon. ”Saya hanya mendengarkan Anggodo bercerita bahwa keterangan Eddy Sumarsono (kawan Anggodo yang lain, Red) tidak komit dengan yang sebenarnya. Karena itu, dia meminta saya ngomong ke Eddy karena saya kenal Eddy. Tapi, saya bilang kompromikan yang benar, jangan aneh-aneh,” urainya.
Wisnu merasa keberatan jika dikatakan ikut terlibat dalam perkara Anggodo tersebut. Sebab, saat komunikasi lewat telepon itu terjadi, dia sudah tidak menjabat JAM Intel. Akibat pemberitaan di media soal keterlibatannya dalam kasus yang menghebohkan itu, Wisnu mengatakan kehidupannya hancur.
Selain Wisnu, Pengkaji Intelijen JAM Intel Kejagung Irwan Nasution menyatakan dekat dengan Anggodo. Irwanlah yang mengenalkan Anggodo kepada Eddy Sumarsono. ”Waktu itu Anggodo ingin dikenalkan Antasari (mantan Ketua KPK Antasari Azhar, Red). Kebetulan Eddy ada di kantor saya. Jadi, saya bilang kepada Anggodo bahwa Eddy bisa mengenalkan dirinya dengan Antasari,” paparnya.
Ketika Anggodo dan Eddy berkenalan dan kemudian berbicara banyak, Irwan mendengar pembicaraan soal duit yang akan diberikan kepada Antasari. Begitu mendengar pembicaraan seperti itu, Irwan lantas meminta keduanya keluar dari kantornya. ”Saya bilang sama mereka berdua, sudah, sudah, kalau mau bicarakan itu (duit), di luar saja,” urainya.
Dalam sidang kemarin, Anggodo kembali mendapat angin segar. Itu terjadi setelah permohonan Anggodo untuk menghadirkan Antasari sebagai saksi dikabulkan majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suhamba.
”Majelis akan mengeluarkan penetapan untuk menghadirkan Saudara Antasari di persidangan,” ujar Tjokorda.
Permintaan untuk menghadirkan Antasari memang diutarakan kubu Anggodo pada awal persidangan. Pihak Anggodo perlu menghadirkan terpidana kasus pembunuhan berencana Dirut PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen sebagai saksi yang meringankan.
”Pak Antasari mengatakan, bila majelis hakim menghendaki dia datang, dia akan datang untuk membuat perkara ini terang benderang. Supaya tidak ada dusta di antara kita,” ujar O.C. Kaligis, kuasa hukum Anggodo.
Selain mengabulkan permohonan tersebut, majelis hakim juga akan memutar kembali rekaman percakapan Anggodo dengan beberapa pihak yang pernah diputar di MK pada 3 November 2009. Pemutaran rekaman tersebut merupakan permintaan jaksa penuntut umum. Majelis juga menyetujui permintaan kuasa hukum Anggodo untuk memutar rekaman yang memuat 64 kali percakapan antara Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja dan Ari Muladi.
Mengenai rekaman percakapan Ade dan Ari itu, saksi penyidik Polri Parman membantah keberadaan rekaman tersebut. Menurut Parman, tidak ada barang bukti berupa rekaman antara pejabat KPK dan Ari Muladi. ”Tidak ada barang bukti itu, tidak ada rekaman 64 kali antara Ade Rahardja dan Ari Muladi,” tegas penyidik yang ikut menangani kasus Anggodo itu.
Selain Parman, penyidik Polri Sumari juga memberikan kesaksian yang memberatkan Anggodo. Dia membantah bahwa kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, tidak didasarkan pada laporan Antasari kepada Mabes Polri.
”Anggodo dan kuasa hukumnya, Bonaran (Bonaran Situmeang, Red) melaporkan pemerasan, pencemaran, dan penyalahgunaan jabatan/wewenang dan perbuatan tidak menyenangkan. Yang dilaporkan Chandra dan Bibit dengan korban Anggodo Widjojo,” urai perwira siaga Polri tersebut. Dia menambahkan, laporan itu diserahkan langsung oleh Bonaran Situmeang yang juga datang bersama Anggodo Widjojo pada 10 Agustus 2009 di ruangannya.
Atas keterangan yang disampaikan Sumari tersebut, terdakwa merasa keberatan. Dia menuding saksi berbohong. ”Saya tidak pernah ketemu Saudara, keterangan saksi 100 persen tidak benar,” sembur Anggodo.
Kuasa hukum Anggodo pun bersikeras bahwa yang melaporkan adanya dugaan penerimaan suap oleh pimpinan KPK adalah mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Untuk itu, mereka meminta majelis hakim menghadirkan Antasari sebagai saksi.