TKI Dihukum Mati, Protes Indonesia Menciprat Muka Sendiri


Indonesia sendiri gencar melakukan hukuman mati.

Kabar yang menyengat muncul dari Arab Saudi, tentang eksekusi mati terhadap seorang wanita Indonesia bernama Siti Zainab oleh pemerintah kerajaan itu, pada Selasa pagi, 14 April 2015.

Zainab memang telah mendekam di penjara Madinah sejak 5 Oktober 1999, karena kasus pembunuhan majikannya. Setelah belasan tahun, tiba-tiba muncul laporan Saudi telah mengekekusinya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Christiawan Nasir, Rabu, 15 April, mengatakan pemerintah RI akan menyampaikan memanggil Duta Besar Saudi untuk Indonesia, Mustafa Ibrahim Al-Mubarok.

Tata, demikian Arrmanatha akrab dipanggil, menyebut pemerintah akan menyampaikan protes, atas eksekusi terhadap Zainab yang dilakukan tanpa pemberitahuan lebih dahulu.

Dia menjelaskan, pemerintah RI sudah pernah meminta pada Saudi, agar menyampaikan informasi sebelum menjalankan eksekusi. Tata menambahkan, pemerintah pun sudah berupaya agar Zainab terhindar dari eksekusi.

Bantahan Pemerintah

Tata pada Selasa malam, menyampaikan bantahan atas tudingan bahwa pemerintah abai dalam mengawal kasus Zainab. Dia menegaskan pemerintah sudah mengawal kasusnya sejak awal.

Dia bersikeras membela pemerintah, menyebut telah diberikan pendampingan hukum bagi Zainab selama proses persidangan. “Semua upaya telah dilakukan pemerintah RI,” katanya.

Tata menyebut upaya dengan diplomasi, hukum, bahkan tawaran untuk membayar uang diyat sebesar 600.000 riyal atau Rp2 miliar, sudah dilakukan selama masa pemerintahan tiga presiden berbeda.

Abdurahman Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono, lalu Joko Widodo menulis surat permohonan maaf pada Raja Saudi. Tidak ketinggalan juga, pendekatan ke pihak keluarga mantan majikan Zainab.

“Belum lagi berbagai macam pendekatan yang dilakukan dalam berbagai kesempatan, baik di tingkat menlu, wamenlu maupun pejabat tinggi Kemlu lainnya ketika bertemu mitra dari Saudi,” ujarnya.

Pendekatan Keluarga

Zainab dinyatakan bersalah untuk pembunuhan majikan wanitanya, Nourah Bt Abdullah Duhem Al Maruba, lalu dijatuhkan hukuman mati oleh pengadilan pada 8 Januari 2001.

Hukum Saudi membuka celah, dengan adanya dua cara untuk memperoleh pengampunan, yaitu melalui pemerintah dengan grasi dari Raja Saudi, serta keluarga dengan pengampunan dari ahli waris.

Sebelumnya diharapkan adanya pengampunan dari ahli waris bernama Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, yang mencapai usia akil baligh pada 2013 lalu.

Tapi Walid menolak untuk memberi maaf, tetap menuntut dilaksanakannya hukuman mati. Hingga harapan terakhir adalah memperoleh pengampunan dari Raja Saudi.

Sudah dieksekusinya Zainab, pada Selasa pagi, sekaligus memperjelas bahwa Raja Saudi juga menolak memberikan pengampunan. Pendekatan yang dilakukan pemerintah RI pada Saudi sudah gagal.

Nasib TKI

Setelah eksekusi mati terhadap Zainab, terungkap juga fakta menyedihkan bahwa ada puluhan warga negara Indonesia lainnya yang dihukum mati, kini mereka tinggal menunggu dieksekusi.

Salah satunya adalah Karni bin Medi Tarsim, asal Brebes, Jawa Tengah. “Serupa dengan yang dihadapi Zainab, sebab pengampunan harus diperoleh dari pihak keluarga,” kata Tata.

Mantan Kepala BNP2TKI Mohamad Jumhur Hidayat, pernah menyebut keluarga majikan Karni menolak uang diyat. Mereka juga menuntut agar Karni segera dieksekusi mati.

“Berat sepertinya, karena ini pembunuhan sadis, menggorok anak balita,” kata Jumhur pada 2013. Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan kasus Karni menjadi perhatian publik Saudi.

Itu lantaran Karni menggorok korban, bocah perempuan berusia empat tahun yang telah diasuhnya selama tiga tahun sejak 2009. Kasus itu pun berbuntut panjang dengan tewasnya dua orang lain.

Kalut setelah mendengar kabar pembunuhan putrinya, ayah korban menabrak dua pengendara lain hingga tewas, saat perjalanan pulang dari tempat kerja ke rumahnya.

Reaksi Pemerintah

Direktur Migrant Care Anis Hidayah, dalam keterangan tertulisnya menyerukan pengusiran Dubes Saudi untuk RI, sebagai bentuk protes keras terhadap Saudi atas eksekusi mati Zainab.

Anis mengatakan pembunuhan yang dilakukan Zainab merupakan upaya membela diri. Dia terpaksa membunuh, setelah menjadi korban penyiksaan oleh majikannya.

Walau menyebut adanya kekecewaan dari pemerintah RI, serta mengungkap akan adanya pemanggilan Dubes Saudi untuk menyampaikan protes, namun Tata menegaskan eksekusi mati tidak mengganggu hubungan bilateral.

“Pemerintah Indonesia menyadari ini adalah proses hukum yang dilaksanakan di Arab Saudi. Kami pun selalu melakukan pendekatan sesuai dengan koridor aturan yang berlaku di Saudi,” kata Tata, menjelaskan sikap pemerintah.

Sementara terkait dengan eksekusi mati yang dilakukan secara tiba-tiba, itu pun bukan baru pertama kali. Saudi mengeksekusi Ruyati, TKI asal Bekasi, juga tanpa memberikan informasi pada pemerintah RI pada 2011.

Tidak Wajib

Pemerintah RI juga menyampaikan protes atas eksekusi Ruyati, namun tidak ada dampak apa pun pada hubungan bilateral Indonesia dan Saudi, kerjasama tetap berlangsung dengan baik.

Menurut hukum yang berlaku di Saudi, tidak ada aturan bahwa kerajaan harus menyampaikan pemberitahuan pada keluarga, maupun negara asal terpidana, mengenai jadwal pelaksanaan eksekusi.

Saudi hanya perlu memberikan informasi mengenai telah dilaksanakannya eksekusi, kepada keluarga korban. Jadi kasus eksekusi tiba-tiba Zainab tidak akan menjadi yang kedua dan terakhir.

Nasib Karni dan puluhan TKI lainnya yang menunggu eksekusi mati, tampaknya akan menjadi jelas. Mereka dapat tiba-tiba dieksekusi oleh Saudi, tanpa ada peringatan sebelumnya.

Reaksi pemerintah nantinya juga sangat jelas, seperti telah dikatakan Tata, pemerintah Indonesia menyadari itu sebagai proses hukum di Arab Saudi. Hanya dengan menambahkan, bahwa pemerintah sudah berusaha maksimal.

Komitmen Melindungi

Satu lagi tambahannya. Tata mengatakan, dengan dieksekusinya satu WNI, bukan berarti komitmen pemerintah melindungi WNI mengendur. Dia menegaskan komitmen pemerintah melindungi WNI tidak berubah.

Walau memprihatinkan, tapi ucapan itu benar adanya. Komitmen pemerintah dalam melindungi WNI tidak berubah. Pokoknya pemerintah sudah berusaha maksimal, terlepas dari bagaimana hasil akhirnya.

Termasuk jika eksekusi mati dilakukan tiba-tiba, maka kembali pada aturan baku, bahwa Saudi punya aturan tidak wajib memberikan peringatan. Namun sesuai prosedur, pemerintah RI akan mengajukan protes.

Begitu juga reaksi pemerintah nantinya, menanggapi kisah-kisah tentang nasib TKI. Sudah ada jawaban baku. Publik Indonesia hanya perlu berharap, pemerintah menyediakan beberapa variasi jawaban agar tidak membosankan.

TKI adalah manusia, sehingga nasib mereka menyangkut hidup mati manusia. Memprihatinkan kalau menunjukkan reaksi, sama seperti memperlakukan situs terlarang, memberi jawaban membosankan.

Eksekusi Mati

Eksekusi mati terhadap Zainab, terjadi bersamaan dengan pertemuan Joko Widodo dengan PM Norwegia Erna Solberg, di mana Solberg meminta langsung pada Joko untuk tidak menerapkan hukuman mati.

Jawaban Joko adalah, itu bagian dari sistem hukum di Indonesia. Dia mengulang lagi jargon, bahwa Indonesia sedang menghadapi darurat narkoba, tanpa menyinggung persoalan korupsi yang mengakar.

Mereka yang menolak hukuman mati, mengaitkannya dengan hak asasi manusia (HAM). Anis dalam pernyataannya mengatakan, eksekusi terhadap Zainab adalah pelanggaran HAM yang serius.

Apalagi mengingat latar belakang pembunuhan yang dilakukan oleh Zainab, penyiksaan yang memaksanya harus berbuat sesuatu untuk membela keselamatan jiwanya sendiri.

Penyiksaan oleh majikan pada TKI bukan hanya terjadi pada Zainab, tapi ada puluhan kasus penyiksaan lain. Pada kasus Zainab, penyiksaan terhadapnya tidak diangkat dan jadi pertimbangan.

Absennya Keadilan

Seakan keadilan tidak muncul dalam kasus Zainab. Pembunuhan memang selayaknya dikecam, namun situasi yang menjadi penyebab terjadinya pembunuhan, semestinya juga ditelusuri.

Tekanan dan penyiksaan yang terus-menerus, jelas dapat mengganggu kejiwaan seseorang. Namun pemerintah Indonesia saat ini, tidak mungkin bicara tentang hukuman mati dan kaitannya dengan HAM.

Solusi pemerintah dalam kasus peredaran narkoba sangat dangkal, jika hanya menghukum berat pemakai dan pengedar. Sementara para koruptor, yang memungkinkan terbuka celah masuknya narkoba dibiarkan bebas.

Simak kabar terakhir tentang bagaimana terpidana mati Freddy Budiman, masih bebas mengendalikan peredaran narkoba di dalam penjara Nusa Kambangan, yang digadang-gadang sebagai penjara dengan penjagaan maksimum.

Pemerintah tidak menempatkan fokus perhatian, pada pembenahan sistem dan praktik penegakan hukum. Melainkan bersikeras soal hukuman mati, yang lebih tampak seperti cara instan terkait citra soal ketegasan.

Kedaulatan dan HAM

Sayang kualitas ketegasan itu, tidak terlihat dalam hal pemberian perlindungan terhadap warga negara di luar negeri. Memperlihatkan bahwa sebenarnya tidak ada visi demi rakyat dalam penentuan kebijakan.

Menerapkan kembali hukuman mati, berdalih itu bagian dari penegakan hukum, sambil meneriakkan jargon soal kedaulatan untuk menegakkannya, tidak produktif dalam rangka perlindungan bagi WNI.

Tidak jelas apa yang ada dalam benak penguasa pemerintahan saat ini, ketika memutuskan untuk memanfaatkan hukuman mati, sebagai cara menegaskan tentang kedaulatan bangsa.

Wakil Tetap Indonesia untuk PBB Desra Percaya, dalam keterangan pers Kemlu RI, 17 Februari 2015, menyebut hukuman mati di Indonesia tidak melanggar HAM.

“Setiap negara memiliki tantangan yang khas. Penerapan hukuman ini merupakan respons pemerintah terhadap tantangan unik di Indonesia dan merupakan bagian dari pelaksanaan kedaulatan,” kata Desra.

Visi Penegakan Hukum dan HAM

Desra dalam pernyataannya juga mengkritik Sekjen PBB Ban Ki-moon, yang himbauannya agar Indonesia menghentikan hukuman mati, disebut Desra dapat mengurangi integritasnya sebagai Sekjen PBB dalam menjalankan mandat.

Berdasarkan ucapan di panggung internasional, maka Indonesia sekaligus mengakui bahwa negara lain seperti Saudi, berhak menjalankan hukuman mati sebagai bagian dari kedaulatan.

Menjadi pertanyaan, apakah pemerintah penuh kesadaran bahwa banyak warga negaranya yang terancam eksekusi mati di luar negeri. Di mana sebagian terjadi lantaran situasi keterpaksaan, seperti menimpa Zainab.

Di Saudi ada beberapa WNI yang terancam hukuman mati, karena tuduhan sihir. Bagaimanapun ganjilnya, itu diatur dalam hukum di Saudi, oleh karena itu bagian dari kedaulatan untuk penegakannya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *