Tantangan Presiden Obama Di Tahun 2011


Barrack Obama mengawali kepresidenannya dengan popularitas
yang “melambung”, mengalahkan presiden presiden sebelumnya. Setelah berada
di Gedung Putih, harapan harapan yang dibebankan ke pundaknya dari hari ke hari
terus menjauh dengan realitas. Populeritas Obama pun merosot sampai ke titik
terendah dalam sejarah, approval rating sempat mencapai titik nadir di bawah 30%.

Amerika Serikat mengalami resesi panjang terparah semenjak great
depression, tahun 1930-an. Dimana, resesi kali ini mengakibatkan tingkat un-
employment rate hampir mencapai dua digit, bangkrutnya sektor manufacturing,
jutaan rumah kredit mengalami foreclosure, serta gonjang ganjing sektor
perbankan dan keuangan.

Kondisi ini membuat frustasi sebagian rakyat AS. Sebagai refleksi dari
hukuman, pada pemilu sela yang dilangsungkan bulan Nopember 2010 lalu, partai
Demokrat, partainya presiden Obama mengalami kekalahan telak. Di House of
repsentatif dari semula menduduki 256 kursi menjadi hanya 193 kursi. Sedangkan
di Senat, dari 57 kuris menjadi 51 kursi

Dengan berkurangnya 63 kursi ini, mengakibatkan dari posisi mayoritas,
kini partai Demokrat hanya minoritas di House Repsentative. Sedangkan di Senat
tetap mayoritas, meskipun telah berkurang 6 kursi.

Partai Kalah, Presiden Mengukir Prestasi

Meskipun partai kalah telak, namun hal yang terjadi sebaliknya dengan
Barack Obama, dimana presiden AS ini mengalami “kemenangan” mengesankan
dalam soal pengesahan UU, baik di House Repsentative maupun di Senat selama
peralihan kekuasaan di legeslatif.

Masa transisi atau peralihan kekuasaan sejak diadakan pemilu 2 Nopember
2010 sampai pelantikan anggota House dan Senat yang baru terpilih disebut

dengan istilah “lame duck session”. Dalam masa ini, presiden telah berhasil melobi
House dan Senat untuk mengesahkan UU yang sangat penting.

Enam UU penting yang berhasil disahkan adalah : 1.Memperpanjang
pemotongan pajak (Tax cut and stimulus), 2.Mencabut larangan gay dan lesbian
berdinas secara terbuka di militer (Don’t Ask Don’t Tell), 3.UU pertahanan,
4.Anggaran untuk pemerintah pusat (keep funding the federal government),
5.Pembatasan senjata dengan Rusia (START) dan 6. UU keamana makanan (the
food-safety bill).

Namun demikian, produktivitas presiden agak terganggu, karena satu UU
penting yaitu Dream Act telah gagal untuk diluluskan. Presiden Obama sangat
kecewa dengan kegagalan ini, karena menutup peluang anak anak illegal imigran
yang dibawa oleh orang tuanya untuk mengabdikan dirinya kepada AS, tanah air
yang dikenalnya sejak kecil. Anak anak tersebut telah “hilang kesempatan” untuk
sementara waktu untuk mengabdikan dirinya di militer maupun pemerintahan AS.

Dream Act dan reformasi soal imigran gelap secara menyeluruh merupakan
salah satu janji kampanye pemilihan presiden 2008. Diperkirakan ada sekitar 12
juta imigran gelap, sedangkan jumlah anaknya yang dibawa saat masuk AS adalah
2,1 juta jiwa. Jika persoalan imigran gelap tidak segera diselesaikan, akan menjadi
problema sosial, bahkan persoalan keamanan nantinya.

Halangan Ke Depan

Kemesraan antara presiden dan lembaga legislatif diperkirakan takkan
berlangsung lama. Setelah tanggal 5 Januari 2011, akan terjadi ”gesekan” antara
presiden dan House Repsentative yang dikuasai oleh Republik. Partai Republik
yang selalu mengatakan “no” kepada presiden, akan semakin menantang setiap
kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh presiden sampai pemilu presiden tahun 2012.

Ada beberapa titik lemah yang akan jadi sasaran kritik partai Republik,
terutama sayap “tea party” yaitu soal defisit, hutang dan “big government”. Ketiga
hal ini akan menjadi buah Simalakama bagi presiden Obama, karena apapun
kebijaksanaan untuk mengatasinya ada sisi positif dan negatifnya, sehingga
presiden akan berada dalam posisi serba salah. Ketiga soal ini sebenarnya adalah

warisan partai Republik, output problema ketika presidennya, George Bush
mengendalikan pemerintahan.

Untuk mengatasi soal defisit dan hutang, diperlukan revenue, penghasilan.
Dengan tax cut bill, otomatis sumber pendapatan negara akan berkurang,
pembayaran hutangpun akan terkendala. Kalau spending tetap, tanpa penghasilan,
maka defisit akan semakin membengkak, begitu juga dengan hutang, akan semakin
bertambah saja.

Persoalan “big government” juga bukanlah hal mudah untuk diatasi. Dengan
jumlah aparat pemerintah yang ada sekarang saja, pelayanan ke masyarakat
dirasakan masih belum optimal. Pengurangan aparat, bisa juga berarti pengurangan
pelayanan. Kalau dilakukan oleh Obama, maka akan datang reaksi negatif dari
masyarakat.

Isu isu soal defiisit, hutang dan pemerintahan akan terus dimainkan oleh
partai Republik sampai pemilihan presiden tahun 2012. Sebuah tantangan yang tak
kecil bagi presiden Obama untuk menanganinya. Jika salah menangani isu isu
tersebut, bukan hanya menentukan nasib presiden, apakah beliau punya peluang
untuk terpilih kembali atau tidak, tapi juga nasib seluruh rakyat Amerika Serikat,
apakah resesi ini bisa diakhiri atau terus berkepanjangan!!.

*Tanza Erlambang adalah pengamat social dan ekonomi, menetap di Baton Rouge,
Louisiana, AS.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *