Tabir yang Tersingkap di Sidang Korupsi Juliari dan Suap Edhy Prabowo


“Saya kira pemberantasan korupsi itu harus dimulai dari mental. Jadi mau sebagus apa sistem, seketat apa sistem, kalau mentalnya udah bobrok ya tetap aja korup, ya.”

Demikian perkataan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara saat Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember 2019 silam.

Sayang seribu sayang. Kini perkataan Juliari seperti menampar wajahnya sendiri.

Satu tahun kemudian, 6 Desember 2020 atau tiga hari sebelum peringatan Hati Antikorupsi Sedunia, Juliari justru menyandang status tersangka kasus korupsi. Ironinya, Politikus PDIP itu terjerat dalam pusaran korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Corona atau Covid-19.

Bansos Corona merupakan salah satu salah satu upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menangani Pandemi Covid-19.

“KPK menetapkan lima orang tersangka, sebagai penerima JPB, MJS, AW. Sebagai pemberi AIM, HS,” ujar Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam jumpa pers yang digelar Minggu (6/12) dini hari.

Inisial JPB mengacu kepada Juliari Peter Batubara. Penetapan tersangka Juliari oleh KPK setelah penyidik melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap 6 orang.

Yakni, Matheus, Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama Wan Guntar, Ardian, Harry dan Sanjaya sebagai pihak swasta serta Sekretaris di Kemensos Shelvy N.

Padahal, di awal Pandemi Covid-19 menghantam dalam negeri, Firli Bahuri pernah mengancam akan menuntut hukuman mati kepada mereka yang sengaja ‘menggarong’ duit negara yang sedang dilanda bencana.

“Keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi, maka yang korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain dalam menegakkan hukum yaitu tuntutannya pidana mati,” tegas Firli saat rapat kerja dengan Komisi III di Gedung Parlemen, 29 April 2020 silam.

Namun, rasanya ancaman Ketua KPK hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kanan bagi mereka garong anggaran Bansos Corona.

Targetkan Fee Bansos Rp35 M, Tarik Rp10.000 per Paket

Bak mata, hati dan telinga yang sudah tertutup, dengan teganya, Juliari menargetkan ‘fee’ dari pengadaan Bansos Kemensos yang berjumlah jutaan paket sebesar Rp35 miliar.

Fakta itu tersingkap saat sidang korupsi bansos di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (8/3/2021). Melalui kesaksian Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

“Dalam BAP saudara No. 78 saudara mendapat penyampaian dari Pak Adi bahwa beliau mengatakan beliau dan Kukuh akan mengumpulkan uang sebesar Rp35 miliar sesuai permintaan Juliari P Batubara, kemudian saudara baru bisa mengumpulkan tepatnya Rp14,7 miliar betul?” tanya jaksa penuntut umum KPK, M Nur Azis.

Untuk memenuhi target ‘keuntungan’ Rp35 miliar itu, Juliari ‘menarik’ Rp10.000 per paket Bansos dari total 1,9 juta paket.

Hal itu ia perintahkan kepada Adi Wahyono selaku kepala Biro Umum Sekretariat Jenderal Kementerian Sosial, sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Kantor Pusat Kementerian Sosial tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen pengadaan bansos sembako Covid-19.

“Saya dipanggil Pak Menteri dan diminta ada fee Rp10.000 per paket agar disediakan oleh semua penyedia,” ungkap Adi yang juga menjadi saksi lewat sambungan konferensi video.

Aliran Duit Panas Rp14,7 Miliar

Di samping itu, ada lagi tabir yang tersingkap terkait aliran duit sebagai ‘jatah’ atau ‘fee’ dari perusahaan penyedia Bansos senilai Rp14,7 miliar.

Diungkapkan mantan pejabat Kemensos yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka, Matheus Joko Santoso, dari total Rp14,7 miliar, Rp8,4 miliar masuk ke kantong Juliari.

“Rp14,7 miliar yang diberikan ke menteri kurang lebih sebesar itu, dari jumlah itu Rp8,4 miliar saya berikan ke Pak Menteri melalui Pak Adi (Wahyono),” kata Matheus di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Berikut aliran suap Rp14,7 miliar dari penyedia Bansos ke Juliari Batubara yang terungkap dalam persidangan:

1. Kepada Adi Wahyono untuk keperluan Menteri Sosial Juliar P Batubara sebesar Rp8,4 miliar.
2. Kepada Adi Wahyono sebesar Rp1 miliar.
3. Kepada Pepen Nazaruddin (Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial) Rp1 miliar.
4. Karo Perencanaan Kemensos Adi Karyono sebesar Rp550 juta namun sudah dikembalikan pada 25 November 2020.
5. Karopeg Kemensos Amin Raharjo sebesar Rp100 juta.
6. Sunarti (Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos) sebesar Rp100 juta.
7. Robin (tim bansos) Rp300 juta.
8. Yogi tim bansos Rp300 juta.
9. Iskandar Rp250 juta.
10. Rizki Kemensos Rp350 juta.
11. Firman tim bansos Rp250 juta.
12. Reinhan Rp70 juta.
13. Pembelian 10 buah ponsel senilai total Rp140 juta kepada pimpinan Kemensos.
14. 3 unit sepeda Brompton untuk Sekjen Kemensos Hartono Laras senilai Rp120 juta.
15. Untuk operasional BPK 1 miliar yang diberikan melalui Adi.

“Di BAP menyebut nama Achsanul Qosasi?” tanya jaksa.

“Saya kurang tahu hanya diminta Pak Adi untuk menemui Pak Yonda, lalu ketemu di koridor Mall Green Pramuka,” jawab Matheus.

16. Pembayaran hotel biro humas Rp80 juta.
17. Pembayaran tes swab Covid-19 pimpinan Kemensos Rp30 juta.
18. Seragam baju tenaga pelopor Rp80 juta.
19. Pembayaran kegiatan Mesuji, Lampung Rp100 juta.
20. Pengerahan tenaga pelapor untuk monitoring gudang Rp80 juta.
21. Pembayaran makan minum rapat pimpinan mulai awal hingga akhir Rp100 juta.
22. Pembayaran makan minum tim bansos relawan dan tim pantau Rp200 juta.
23. Pembayaran sapi Rp100 juta.
24. Pembayaran artis Cita Citata, untuk kegiatan rapat di Labuhan Bajo Rp150 juta.
25. Sewa pesawat carter pesawat Labuan Bajo 270 juta.

“Kenapa kegiatan-kegiatan itu diambil dari ‘fee’?” tanya jaksa.

“Tidak tahu, hanya menjalankan perintah,” jawab Matheus.

“Itu Rp14,7 miliar sudah habis dipakai?” tanya jaksa.

“Waktu itu sudah terdistribusi semua,” ungkap Matheus.

Suap Edhy Prabowo

Selanjutnya, jika ditarik ke belakang. Juliari bukanlah kali pertama pembantu Presiden Jokowi di periode kedua ini yang dijerat KPK.

Ada Edhy Prabowo yang dicokok penyidik KPK saat masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Tak tanggung-tanggung, Politikus Partai Gerindera itu dijemput KPK setelah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta usai lawatannya ke Hawaii, Amerika Serikat.

Peristiwa itu terjadi pada 25 November 2020. Penangkapan Edhy Prabowo dikarenakan dugaan korupsi ekspor benih lobster atau benur. Bersama Menteri Edhy Prabowo, total ada 17 orang yang diamankan lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, tepatnya pada pukul 01.23 Wib.

KPK pun menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo alias EP sebagai tersangka dugaan korupsi.

Edhy Prabowo disangka menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Dalam fakta persidangan, terungkap proses penyerahan suap ke tangan Edhy Prabowo. Hal itu dibeberkan Safri, mantan staf khusus Edhy.

“Saat itu saya bertemu dengan Pak Agus dan Suharjito, saat itu Pak Suharjito menitipkan uang tapi jumlahnya saya tidak tahu. Dia katakan ‘titip saja’,” kata Safri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, seperti diberitakan Antara, Rabu (24/2).

Safri menyampaikan hal tersebut melalui sambungan ‘video conference’ saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

“Saya tidak tahu jumlahnya lalu saya serahkan kepada Amiril (sekretaris pribadi Edhy Prabowo),” ungkap Safri.

Saksi mengungkapkan bahwa saat itu ketemu Amiril di depan ruangan kerjanya dan Amiril langsungakan apakah ada titipan tidak.

“Saya jawab ‘Oh ada’, langsung saya kasihkan,” jawab Safri.

Safri mengaku percaya memberikan uang kepada Amiril karena dia adalah sekretaris Edhy Prabowo.

“Saya pikir Amiril sudah tahu, jadi ya sudah saya kasih saja, karena beliau (Suharjito) temannya Pak Menteri ya saya ambil langsung saya sampaikan ke Amiril,” ungkap Safri.

“Kalau Amiril bukan sespri Menteri apakah saudara akan menyerahkan uang itu?” tanya jaksa.

“Tidak,” jawab Safri.

“Jadi saudara menyerahkan uang karena Amiril sespri menteri melihat jabatan menteri?” tanya jaksa.

“Iya, dan juga karena dia nanya titipan, jadi saya kasih,” jawab Safri.

Safri mengaku semua uang dari Suharjito ia berikan ke Amiril.

Suharjito dan Agus pun masih memberikan uang sebesar 26.000 dolar Singapura kepada Safri.

“Ada pertemuan kedua di kantor, Suharjito langsung kasih uang 26 ribu Singapura. Uang itu diberikan saya pikir karena usaha lobsternya sudah lancar jadi hanya ngasih saja ke saya,” ungkap Safri.

Uang tersebut Safri akui tak diberikan ke Amiril dan ia simpan sendiri.

Dalam dakwaan disebutkan Pada 16 Juni 2020 di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan Gedung Mina Bahari IV Lantai 16, Suharjito dan Agus Kurniyawanto melakukan pertemuan kembali dengan Safri dengan maksud agar izin budidaya BBL PT. DPPP dipercepat penerbitannya.

Dalam pertemuan itu, Suharjito menyerahkan uang kepada Safri sejumlah 77 ribu dolar AS sambil mengatakan “Ini titipan buat Menteri”. Selanjutnya Safri menyerahkan uang tersebut kepada Amiril Mukminin untuk disampaikan kepada Edhy Prabowo.

Selanjutnya pada 8 Oktober 2020 di ruang kerja Safir di Kantor Kementerian KP-RI Gedung Mina Bahari IV Lantai 16, untuk memenuhi kekurangan uang komitmen terkait perizinan budidaya dan ekspor BBL PT DPPP, Suharjito dan Agus Kurniyawanto memberikan uang sejumlah 26.000 dolar AS kepada Safri.

Simpan Rp10 Miliar Cash di Rumah

Fakta lain yang tak kalah mencengangkan terungkap di persidangan yakni kenyataan bahwa Edhy menyimpan duit sebesar Rp10 miliar tunai atau cash di rumahnya.

Sekretaris pribadi (sespri) mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabow, Amiril Mukminin menyebut atasannya menyimpan uang tunai hingga Rp10 miliar di dalam rumah. Uang itu dari berbagai sumber.

“Ada Rp7 miliar-Rp10 miliar disimpan di rumah di Kompleks Kalibata,” kata Amiril, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/10).

Amiril menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Amiril mengaku sudah menjadi sespri Edhy sejak Edhy menjadi anggota DPR pada 2015. “Saya bagian untuk mengelola keuangan, kalau ada uang kegiatan maka saya yang urus sampai kalau ada simpanan saya yang menyimpan,” ujar Amiril.

Sumber uang Rp7 miliar-Rp10 miliar tersebut menurut Amiril berasal dari berbagai kegiatan.

“Semua yang saya simpan dalam bentuk cash, dari SPJ bapak, uang perjalanan dinas, uang operasional, uang tambahan pribadi,” kata Amiril pula.

“Uang tambahan pribadi dari mana”” tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Siswandhono.

“Jarang dapat, tetapi Bapak sempat kasih Rp50 juta atau berapa begitu dari pelunasan utang orang,” kata Amiril lagi.

“Di BAP saudara sebut ada penerimaan Rp60 juta-Rp150 juta per bulan?” tanya jaksa.

“Tidak selalu ada, sumber uangnya saya kurang memperhatikan, tetapi setahu saya dari pengembalian utang dari orang,” jawab Amiril.

“Uang digunakan untuk apa saja?” tanya jaksa.

“Biasanya yang paling cepat minta untuk akomodasi dan kebutuhan di perjalanan,” jawab Amiril lagi.( Mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *