Sulteng Genjot Infrastruktur untuk Wisata Bahar


Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) mengombinasikan kegiatan usaha pertanian, perkebunan, pertambangan dan wisata bahari yang potensial untuk genjot pertumbuhan ekonomi. Kegiatan wisata bahari mengambil momentum Festival Teluk Tomini (kabupaten Parigi Moutong) yang akan digelar pertengahan September 2014. “Kami akan genjot infrastruktur untuk menunjang kegiatan wisata bahari. Teluk Tomini merupakan teluk terbesar di dunia. Akomodasi, transportasi tidak ada masalah. Karena kabupaten lain, seperti Palu akan mendukung (akomodasi). Perjalanan hanya satu jam dari Palu ke Parigi Moutong,” Gubernur Sulteng Longky Djanggola mengatakan kepada Harian Nusantara (14/8).
Momentum Festival Teluk Tomini diharapkan menggenjot pertumbuhan ekonomi Sulteng. Kecenderungan penurunan pertumbuhan ekonomi menjadi concern Pemprov. Angka terakhir, laju pertumbuhan ekonomi mencapai 9,38 persen per tahun 2013. Angka tersebut merupakan yang tertinggi dari akumulasi pembangunan ekonomi dari berbagai sektor yang terencana. “Laju pertumbuhan tinggi, tetapi masyarakat kami masih miskin. Saya akui ada kontradiktif, tapi kenyataannya seperti itu. Kalau pertumbuhan sudah sampai dua digit ( di atas 10 persen), kami bisa mengurangi angka kemiskinan.”
Secara gamblang, Longky menyebut berbagai tarian daerah yang tampil pada acara Lauching Festival Teluk Tomini 2014 di Gedung GMB III Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Beberapa tarian adalah kegiatan seni yang menggambarkan kehidupan masyarakat yang tinggal di pegunungan. Jumlah penduduk (populasi) Sulteng mencapai sekitar 2.633.420 (hasil sensus penduduk BPK tahun 2010). Laju pertumbuhan penduduk (2000-2010) sebesar 1,46 persen dan tingkat kepadatan penduduk mencapai 36 jiwa per kilometer persegi. “Bukan hanya di pegunungan, masih banyak penduduk yang tinggal di pesisir pantai. Kami harus terus kerja keras, karena tren (pertumbuhan ekonomi) tahun ini (2014) agak menurun. (Penurunan) dampak dari penerapan larangan ekspor mineral (Undang Undang Minerba No. 4/2009).”
Melihat kondisi seperti sekarang ini, Pemprov akan menggenjot sektor agribisnis yaitu perkebunan, pertanian serta kelautan/perikanan. Sektor pertambangan sempat menjadi primadona untuk peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Sulteng. Tetapi sejak penerapan larangan ekspor, PAD sempat anjlok. Sektor agribisnis yang potensial sekarang ini, antara lain CPO (crude palm oil/kelapa sawit) dan kakao. Sektor perikanan, Pemprov masih harus berjibaku dengan IUU Fishing (illegal, unregulated, unreported fishing) atau penangkapan ikan ilegal. “Sumber daya ikan (tangkapan) semakin menurun. Pencurian (oleh kapal asing) hampir tidak bisa terkendali. IUU Fishing sudah terjadi beberapa tahun terakhir ini. Pencurian rutin, dan kemana-mana.”
Kondisi Teluk Tomini kabupaten Parigi Moutong Sulteng sebetulnya kaya dengan ikan. Tetapi karena kondisi wilayah perairan tersebut merupakan perbatasan dengan negara lain terutama Filipina. Sementara kondisi Teluk Tomini merupakan teluk terbesar di dunia. Sehingga kondisi tersebut sangat rawan disusupi kapal-kapal asing. “Di daerah perbatasan, sebelum Teluk Tomini, itu laut lepas, Laut Banda. Kapal asing dan kapal kita beroperasi di sana. Pengawasan terhadap IUU Fishing bukan ada sama kami, karena (Teluk Tomini) lintas provinsi (Sulawesi Utara dan Gorontalo).”
Di tempat yang sama, Asisten Perekonomian Pembangunan Pemprov Sulteng, Elim Somba mengakui bahwa UU Minerba berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi Sulteng. Tetapi gerak cepat Pemprov, pemulihan ekonomi diperkirakan memberi hasil dalam kurun waktu dua, tiga tahun mendatang. Secara simultan, sektor agribisnis, perikanan dan pertambangan bisa memberi kontribusi pada peningkatan PAD. “Investor Tiongkok kerjasama dengan lokal akan membangun smelter, PT Bintang Delapan. Selain Tiongkok, Korea dan Jepang segera menindaklanjuti rencana investasi,” Elim Somba mengatakan kepada Harian Nusantara (14/8).
Potensi sektor tambang Sulteng antara lain nikel, bauksit, emas, biji besi, pasir besi. Setelah penerapan larangan ekspor, Pemprov tetap konsisten terhadap Undang Undang Minerba tersebut. “(larangan ekspor) masih berlaku, dan tetap belum boleh ekspor.” Konsistensi terhadap Undang Undang hanya memungkinkan pembangunan smelter. Pembangunan smelter butuh waktu paling cepat dua tahun. Perusahaan Bintang Delapan yang menjadi pionir di Sulteng untuk penerapan larangan ekspor. “Mereka (Tiongkok) memindahkan pabrik (smelter) ke Sulteng. Awalnya di negara mereka. Tapi karena mereka sudah tidak bisa kirim bahan baku, akhirnya memindahkan ke sini.”
Sektor pertambangan akan tetap mengacu pada program hilirisasi dan penciptaan value addition (nilai tambah). Sehingga investor lain seperti Korea, Jepang akan mengikuti Tiongkok untuk hilirisasi, seperti pembangunan smelter. “Nanti pengolahan berlangsung di sini (Sulteng). Produk akhir bukan lagi bahan baku, tapi panci, stainless steel, dan lain sebagainya. Semuanya sudah bernilai tambah.”
Perusahaan Mitsubshi asal Jepang bekerjasama dengan PT Pertamina mengeksplorasi dan eksploitasi gas alam di Sulteng. “Kami tetap mengandalkan sektor agribisinis termasuk kakao, rumput laut. Tetapi investasi tambang khususnya nikel masih sangat potensial. Kami akan ubah (skema investasi) menjadi jangka panjang dengan smelter.”
Konsistensi terhadap UU Minerba juga berlaku untuk menjaga kelestarian lingkungan. Kegiatan pertambangan yang cenderung merusak lingkungan, terutama operasi di areal hutan sudah menjadi ‘harga mati’. Sebaliknya Undang Undang Lingkungan secara simultan mendorong kegiatan reklamasi di bekas areal tambang. “Kami perhatikan Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). Kami juga hanya menerima investasi perusahaan yang komitmen terhadap lingkungan.” (Liu)
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *