Strategi Sekolah Swasta Dapat Siswa Baru dengan Jaga Kualitas
dilaporkan: Setiawan Liu
Jakarta, 20 November 2020/Indonesia Media – Delapan bulan menghadapi pandemi virus corona,
Selain penyebaran flyer, Yayasan juga memang spanduk di beberapa titik dan ruas jalan. Strategi promosi ini juga dibarengi dengan acara open house untuk para orang tua. Sehingga mereka bisa melihat langsung fasilitas, sarana dan prasarana kegiatan belajar di sekolah tersebut. “Karena PSBB (pembatasan sosial berskala besar), sehingga para orang tua juga belum begitu antusias untuk datang ke sekolah, ikut open house. Kecuali anak murid yang sekolah disini. Kami terus siasati agar jumlah murid baru tidak menurun untuk tahun ajaran baru, kendatipun suasananya masih diterpa covid,” tegas mantan Ketua Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis Indonesia
Yayasan juga berharap dengan pengumuman Mendikbud untuk pembukaan sekolah, para orang tua minimal di seputar lokasi sekolah antusias untuk mendaftarkan anak-anaknya. Selama ini sekolah di bawah Yayasannya, yakni Bhakti Utama dikenal karena promosi from mouth to mouth mengenai prestasi bahasa Inggrisnya. karena pelajaran bahasa Inggris dan suasana ‘English speaking environment’ sudah diterapkan sejak TK (taman kanak-kanak). “Kami jual ‘prestasi’ sehingga dari mulut ke mulut, para orang tua mengenal Bhakti Utama. Tapi kami meningkatkan menjadi sekolah, tapi trade mark nya tetap dengan prestasi bahasa Inggrisnya. Siswa kelas 6, ada ujian berbahasa inggris dan mendapat ijazah khusus, (yakni) Cambridge International. Selain bahasa Mandarin juga mulai diberikan,” tegas Arifin.
Akibat pandemic, anak-anak sudah mulai jenuh belajar secara online di rumah. Selain, suasana pembelajaran online bisa membuat malas, dan ada cara untuk menghindari aplikasi zoom. Sebagian anak-anak juga akhirnya meminta kepada orang tuanya untuk kembali masuk kelas di sekolah atau offline. “Banyak orang tua yang mengadu, bahwa satu jam saja, (anak-anak) sudah tidak mau lagi belajar. Terutama yang masih kecil, masih TK (taman kanak-kanak). Selain, anak TK pasti nggak bisa menggunakan gadget,” kata Arifin.
Satu waktu, ada orang tua yang mendatangi pihak sekolah dengan kondisi anaknya menangis. Mereka berharap ada sistem pembelajaran offline atau tatap muka. Yayasan dan kepala sekolah akhirnya memberi solusi untuk guru diperbolehkan homevisit. Dengan homevisit guru bisa memberikan materi dgn kelompok belajar kecil antara 3-5 anak dalam satu kelompok belajar. ada juga orang tua yang minta cuti karena tidak bisa menerima sistem pembelajaran online. “Selama belajar online, ada orang tua yang keberatan dengan tetap bayar uang sekolah. Akhirnya dia datang kesini dan minta cuti. Kami jelas tidak bisa memberi keringanan berupa cuti. Kalaupun mau, anaknya harus mengulang tahun depan. Tidak ada cuti dalam kegiatan bersekolah. Karena kami terus didesak, akhirnya solusinya pembelajaran homevisit seminggu sekali . Guru berkunjung kerumah anak” tegasnya. (sl/IM)