Meski sudah ada peringatan dilarang menerobos jalur bus transjakarta, segelintir pengendara sepeda motor di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, masih ada yang nekat. Tak dinyana, menjelang perempatan Mampang, beberapa polisi lalu lintas sudah siap “menyambut” mereka.
Wahyu Hasianta, dalam tulisannya di Kompasiana, yang berjudul Solidaritas (Dadakan) Vs Ancaman Denda Rp 500.000, Kamis (21/11/2013), menceritakan kejadian lucu, tetapi menggambarkan solidaritas para pengendara motor.
Puluhan motor yang menyerobot jalur bus transjakarta itu awalnya cuek. Mereka berharap ada belas kasihan dari para polisi, mengingat jumlah yang masuk jalur bus transjakarta itu cukup banyak. Namun, tak dinyana, polisi tetap menilang mereka. Puluhan pengendara motor yang ada di belakang pun ciut.
Mereka menengok kanan-kiri, berusaha mencari jalan keluar. Namun, mereka tidak bisa lepas dari “jebakan” mengingat separator beton jalur bus transjakarta cukup tinggi, lebih dari 0,5 meter. Digeser pun sulit karena berat dan rapat.
Tampak sebagian pengendara motor di depan memberikan tanda agar pengendara yang lain mundur. Namun, sangat tipis kesempatan, apalagi jika terjebak oleh adanya bus transjakarta di belakang mereka.
Para pemotor itu hanya memiliki dua pilihan, pasrah didenda Rp 500.000 atau mengangkat motor mereka melewati separator jalur bus transjakarta setinggi paha orang dewasa.
Mengangkat motor dengan berat sekitar 100 kg sendirian tentu saja sulit. Akhirnya, sesama pengendara motor itu bahu-membahu mencoba mengangkat motor secara bergantian. Setelah diangkat tiga orang, barulah motor bisa diangkat masuk ke jalur reguler.
Hal ini pun ditiru oleh pengendara motor lainnya. Solidaritas itu tentu saja tidak mengenal jenis kelamin. Motor yang dikendarai perempuan pun dibantu diangkat. Sementara dari kejauhan, polisi hanya melihat aksi tersebut sambil tersenyum.