Saat Ruang Sidang Berubah Menjadi Pabrik Humor


Pihak termohon, Komisi Pemilihan Umum, menunjukkan dan menyerahkan alat bukti kepada hakim MK saat sidang sengketa perselisihan hasil pemilu Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6/2019).
KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)
20-06-2019

Ruang sidang Mahkamah Konstitusi seakan berubah menjadi pabrik humor saat sidang sengketa pemilihan presiden digelar. Meme-meme terkait sidang bermunculan di media sosial. Warganet kreatif mengolah pernyataan para saksi sidang menjadi bahan banyolan. Sejalan dengan itu, munculnya meme-meme itu dipandang sebagai bentuk kemuakan publik terhadap elite politik.

Sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi telah memasuki hari ketiga, Rabu (19/6/2019). Pihak pemohon, termohon, dan terkait beradu argumentasi dan bukti untuk meyakinkan para hakim konstitusi.

Sidang pembuktian menghadirkan 14 saksi fakta dan dua saksi ahli dari pihak pemohon, yaitu tim hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Saksi fakta yang dihadirkan tim hukum pemohon terdiri dari Agus Maksum, Idham, Hermansyah, Listiani, Nur Latifah, Rahmadsyah, Fakhrida, Tri Susanti, Dimas Yehamura, Betti Kristiana, Tri Hartanto, Risda mardiana, Said Didu, dan Hairul Anas. Adapun Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono dihadirkan sebagai saksi ahli.

Sidang tersebut boleh jadi merupakan sidang yang paling melelahkan. Berlangsung selama 20 jam, sidang juga beberapa kali diwarnai perdebatan. Sembilan hakim konstitusi yang dipimpin Anwar Usman dengan sabar mendengarkan seluruh saksi yang dihadirkan pemohon hingga sidang tuntas pada dinihari.

Kendati melelahkan, sidang itu ternyata memproduksi bahan banyolan segar. Warganet yang kreatif menangkap sejumlah pernyataan para saksi yang terkesan konyol. Mereka lantas mengolah kekonyolan itu menjadi meme-meme yang mampu mengocok perut.

Pelaksanaan sidang menyedot perhatian masyarakat. Di linimasa media sosial Twitter pada Kamis (20/6/2019) diramaikan dengan tagar #dramasaksisidang. Hingga pukul 17.00, sebanyak 8.774 cuitan sudah cukup mengantarkan tagar #dramasaksisidang menjadi topik tren terpopuler di Indonesia.

Serbuan meme

Penggalan pernyataan para saksi memenuhi media sosial. Ada yang berupa potongan video, foto, dan pelintiran transkrip percakapan antara saksi dan majelis hakim konstitusi. Semuanya jauh dari kesan serius, justru jika disimak bisa membuat orang yang menyaksikannya tertawa terpingkal-pingkal.

Jawaban saksi pihak pemohon, Betty Kristiana, menjadi salah satu yang ramai diperbincangkan. “Mohon maaf saya tidak bisa menjawab karena saya tidak tahu,” kata Betty ketika ditanya majelis hakim konstitusi.

Penggalan jawaban Betty tersebut diunggah warganet ke media sosial dan disandingkan dengan pertanyaan berkonteks baru seperti yang dicuitkan akun @ardianfaris_ : “Kamu kapan nikah?” tulis @ardianfaris_ , “Mohon maaf saya tidak bisa menjawab karena saya tidak tahu,” ucap Betti dalam rekaman video.

Ada pula cibiran warganet terhadap percakapan antara hakim konstitusi dengan saksi pemohon Nur Latifa. Hakim menanyakan nama kampung Nur dan terletak di Rukun Tetangga (RT) berapa. Nur menjawab berdomisili di Dusun Winongsari, RT 04.

“Ada berapa RT di dusun itu?” tanya hakim lagi.

“Ada dua RT,” kata Nur Latifa.

Pengguna Twitter ramai-ramai berseloroh atas percakapan itu. Mereka menertawakan sekaligus heran dengan jawaban Nur bahwa di RT tempat tinggal dia hanya ada dua RT, padahal Nur tinggal di RT 04. Warganet mengomentari jawaban Nur seperti anak sekolah yang menjawab pertanyaan matemetika dari gurunya.

Tak hanya para saksi, pada sidang hari kedua, anggota tim kuasa hukum Jokowi-Ma’aruf Amin, I Wayan Sudirta, juga menjadi salah satu “target” banyolan warganet. Tangkapan layar Sudirta yang tengah membacakan tanggapan diidentikkan warganet dengan salah satu bintang video dewasa asal Jepang. Meme tersebut ramai mendapat komentar di media sosial.

Ketua tim kuasa hukum pemohon Bambang Widjojanto pun tak luput dari kejahilan warganet. Mereka mengkritisi sekaligus mencemooh mantan wakil ketua umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu yang dianggap ngotot membantah dan menasihati hakim.

Kejadiannya bermula saat hakim konstitusi Arief Hidayat tengah berdialog dengan saksi pemohon Idham Amiruddin asal Sulawesi Selatan. Idham berprofesi sebagai pegiat perangkat lunak (software) dan konsultan analisis database untuk memberikan kesaksian sehubungan ditemukannya permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Arief mempertanyakan posisi atau fungsi Idham Amiruddin saat Pilpres 2019. Idham kemudian mengaku posisinya ada di kampung. Arief lalu menekankan kembali apakah daftar pemilih tetap (DPT) yang akan dijelaskan Idham adalah DPT di kampung Idham atau di mana. Idham menjawab DPT yang akan ia paparkan dari seluruh Indonesia. Arief pun mengernyitkan dahi mendengar hal itu.

“Kalau Anda dari kampung, mestinya situasi yang diketahui hanya di kampung itu, bukan nasional,” ucap Arief

Bambang kemudian menyela dengan mengatakan meski ia berada di kampung, tapi bisa mengakses dunia melalui kampung. Bambang keberatan dan menilai Arief memandang orang kampung tidak tahu apa-apa. Perdebatan ini bahkan hampir membuat Bambang diusir Arief.

Bentuk protes masyarakat

Ilmuwan politik dari Colorado College Thomas E Cronin dalam artikelnya yang dimuat di jurnal Leadership and the Humanities (2014) berjudul Laughing at Leaders mencoba menjelaskan fenomena candaan berbau politik di ruang publik. Menurut Cronin, candaan politik akan terus muncul selama pemimpin politik yang dianggap mengecewakan masih ada.

Namun, humor politik tidak hanya digunakan sebatas sebagai bentuk protes. Cronin menyebutkan juga beberapa fungsi dari humor politik, salah satunya untuk mengkritik kemunafikan, menjelekkan tokoh dan ideologi yang tidak disukai, serta untuk mengkritik kekurangan dan kesalahan personal seorang tokoh.

Direktur Eksekutif Charta Politica Yunarto Wijaya berpendapat, serbuan meme-meme di media sosial sebagai bentuk komunikasi gaya baru dari masyarakat dalam konteks demokrasi kontemporer. Tindak-tanduk para elite, kata Yunarto, sangat mudah dinilai publik karena segala sesuatunya kini sudah seperti akuarium, transparan dan mudah dilihat. Sehingga, penilaian bisa datang bukan hanya dari sesama elite, melainkan juga dari masyarakat.

“Seperti dalam akuarium dan ditonton publik. Reaksi itu bisa langsung muncul. Fungsi pengawasan pun akan berjalan secara langsung oleh publik dan kekonyolan maupun kebohongan akan lebih mudah terbuka,” ujar Yunarto.

Yunarto menambahkan, meme-meme itu menjadi bentuk lain sebagai kemuakan masyarakat terhadap proses sidang yang mereka lihat. “Proses ini dilihat publik seperti merencahkan akal sehat dan menganggu nalar,” katanya.

Kegelisahan publik atas rangkaian proses pemilu hingga memasuki tahap sengketa ini sangat bisa dipahami. Publik agaknya ingin menyudahi drama kubu-kubuan seperti yang tersaji selama ini. Melalui meme-meme sarkastik itu, mereka mencoba mendinginkan suasana. Paling tidak agar para elite yang berseteru kembali berangkulan dan tertawa bersama-sama dengan rakyat.( Kps / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *