Perombakan Kabinet Sia-Sia


Perombakan atau reshuffle kabinet yang akan dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi pekerjaan yang sia-sia selama tidak berubahnya paradigma kebijakan neolib dan yang dipilih bukan sosok yang dipercaya dan kompeten.

Perombakan kabinet juga tidak beralasan jika melihat dan membaca Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012 yang menyebutkan keberhasilan kinerja yang dilakukan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.

“Secara personal KIB II tidak layak diganti. Kecuali menggunakan ukuran masalah pribadi, indikasi korupsi dan politik. Pada ukuran masalah pribadi, misalnya, kasus Freddy Numberi (Menteri Perhubungan), Suharso Monoarfa (Menteri Perumahan Rakyat), dan Darwin Z Saleh (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) patut diganti,” kata pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Ichsanuddin Noorsy kepada “PRLM”, di Jakarta, Senin (26/9).

Menurut Noorsy, menteri yang terindikasi korupsi dan layak diganti adalah Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi A. Mallarangeng, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar. Penggantian kedua menteri yang terindikasi terlibat korupsi ini dalam upaya membuktikan bahwa pemerintah tidak membual dalam melaksanakan good governance.

Sedangkan dalam ukuran politik adalah, menteri dari Sekretariat Gabungan (Setgab) Partai Koalisi, di mana partai politik yang ikut dalam setgab bersikeras mendorong terjadinya Hak Menyatakan Pendapat di DPR. “Saya kira, kesan kuat dalam reshuffle kali ini adalah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yngg anjlok. Ini berarti indikator kegagalan dan keberhasilan seperti yg diklaim dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2012 tidak berlaku. Maka ukuran yang dipakai adalah soal pribadi, indikasi korupsi, dan kesepahaman politik dalam Setgab sehingga hak menyatakan pendapat tidak terjadi,” ujarnya.

Menurut Noorsy, KIB II dibayangi masalah besar, antara lain Kasus Dana Talangan Bank Century Rp 6,7 triliun, hak menyatakan pendapat tentang mafia perpajakan yang ditolak Partai Demokrat dan kawan-kawan, kasus Antasari dan kasus Nazaruddin.

“Semua kasus ini membuat partai berkuasa dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat kehilangan wibawa, sehingga kebijaksanaannya tidak efektif. Jalan untuk mengembalikan kewibawaan itu adalah mengajak Setgab dan PDIP duduk bersama untuk menumbuhkan kepercayaan politik. Inilah tujuan utama reshuffle. Tapi apakah akan tercapai atau tidak, soal lain dan tergantung siapa, darimana menduduki apa,” kata Noorsy.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *