PERENCANAAN DANA PENSIUN


Demi pensiun nyaman, tempuh rencana tambahan

Oleh Ruisa Khoiriyah, Agung Jatmiko – Rabu, 05 Februari 2014 | 09:00 WIB

Kebanyakan pekerja formal sudah memiliki program dana pensiun yang
difasilitasi oleh perusahaan. Namun, bisa jadi program dana pensiun dari
kantor kurang optimal memberikan imbal hasil. Program pensiun tambahan
menjadi agenda wajib karyawan agar target dana pensiun bisa terpenuhi.

JAKARTA. Salah satu keuntungan menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang
kerap diunggulkan di zaman dulu adalah keberadaan jaminan pensiun. Namun,
kita tahu, kini keistimewaan tersebut tak lagi eksklusif dinikmati kalangan
PNS.

Sesuai aturan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
pekerja swasta di sektor formal juga berhak mendapatkan jaminan pensiun.
Perusahaan lazim mengikutsertakan para karyawan ke program dana pensiun
lembaga keuangan (DPLK).

Iuran dana pensiun para pekerja swasta ini biasanya dipotong dari gaji
bulanan mereka sendiri atau ditambah kontribusi perusahaan. Alhasil, gaji
bulanan Anda tak cuma dipotong untuk iuran Jamsostek, tapi juga untuk iuran
pensiun.

Namun, yang menjadi masalah, kebanyakan program dana pensiun yang diikuti
karyawan di kantor kurang sesuai harapan. Ini juga yang dirasakan oleh
Maya, pekerja swasta di kawasan Jakarta Selatan. Setiap bulan, sekitar 3%
dari gaji pokok Maya dipotong perusahaan untuk iuran pensiun atau DPLK.

DPLK Maya disertakan di sebuah bank pelat merah yang bisa dia cek
perkembangan dananya. Tapi, imbal hasil DPLK Maya terbilang kecil, yaitu
cuma sekitar 5%-6% per tahun. “Itu karena dananya diinvestasikan di
instrumen konservatif seperti instrumen fixed income,” kata dia, mengutip
penjelasan dari kantornya.

Tak heran setelah hampir lima tahun bekerja di kantor tersebut, hasil
investasi DPLK Maya termasuk masih minim. Jauh di bawah kebutuhan dana
pensiun Maya kelak.

Coba proaktif
Budi Raharjo, perencana keuangan One Shildt Consulting, melihat, apa yang
dialami Maya jamak terjadi. DPLK dari perusahaan kebanyakan diputar dalam
formula investasi yang konservatif.

Padahal, kebutuhan dana pensiun termasuk kebutuhan pokok yang harus
direncanakan sedari dini dengan hitungan yang tepat. “Masa pensiun tidak
bisa dianggap main-main karena merupakan masa pengangguran paling lama,”
kata Budi.

Kendati kelak Anda tetap produktif di usia pensiun, hasilnya kemungkinan
sulit menyamai masa produktif. Kecuali Anda berwiraswasta. Lantas,
bagaimana menyiasati situasi tersebut agar kebutuhan dana pensiun Anda
terkejar?

Sebagai langkah awal, Anda bisa mencoba melobi pemberi kerja terkait
formula investasi DPLK Anda. Misalnya, formula investasi DPLK Anda saat
ini lebih banyak diputar di instrumen pendapatan tetap dan pasar uang yang
berimbal hasil konservatif.

Cobalah proaktif meminta pengkajian ulang rumus investasi agar lebih
agresif dengan memilih instrumen ekuitas seperti reksadana saham. Ajak
rekan kerja atau manfaatkan lobi serikat pekerja untuk menyuarakan
inisiatif Anda.

Tanpa bersikap proaktif, formula investasi dana pensiun Anda akan berjalan
apa adanya (default). Namun, seandainya langkah lobi itu tidak berhasil
Anda tempuh, jangan keburu kesal dan putus asa.

Para perencana keuangan menilai, satu-satunya jalan adalah membarengi
kepemilikan DPLK di kantor dengan menjalankan rencana pensiun sendiri.
“Buat sendiri atau kombinasikan dengan yang sudah ada,” kata Mike Rini,
perencana keuangan MRE Consulting. DPLK di kantor yang sudah ada biarkan
saja tetap berjalan sebagaimana mestinya. Hasilnya kelak akan bisa
mendukung kekuatan dana pensiun Anda.

Nah, berikut langkah yang harus Anda tempuh dalam merencanakan dana pensiun.

Hitung kebutuhan
Agar bisa menghitung kebutuhan dana pensiun dengan akurat, ada beberapa hal
yang harus Anda tentukan. Yaitu, usia berapa Anda akan pensiun, juga usia
harapan hidup. Usia pensiun di Indonesia rata-rata 55 tahun-60 tahun.
Adapun usia harapan hidup berkisar 72 tahun.

“Tentukan juga standar dan gaya hidup seperti apa yang Anda inginkan
kelak,” imbuh Ratih Nurmalasari, perencana keuangan ZAP Finance.

Pertimbangkan pula kondisi kesehatan Anda kelak saat masuk usia pensiun.
Masukkan perkiraan kebutuhan pengeluaran untuk biaya kesehatan. Terlebih
jika Anda belum memiliki asuransi kesehatan.

Anda bisa menghitungnya memakai kalkulator finansial yang banyak tersedia
di internet dam smartphone atau menghitung sendiri. Jangan lupa menimbang
faktor inflasi dan tingkat bunga di pasar (lihat Simulasi Hitungan Dana
Pensiun).

Cermat pilih produk
Setelah mengetahui kebutuhan dana pensiun, saatnya Anda memilih produk yang
tepat untuk membiakkan dana. Sesuaikan pilihan produk dengan profil risiko
Anda.

Namun, jika usia Anda kini terbilang muda dan target pensiun masih lama,
instrumen yang agresif lebih tepat menjadi pilihan. Misalnya, saham,
reksadana saham, atau reksadana campuran. Anda bisa mendiversifikasi dana
pensiun ke banyak produk. Misal, kebutuhan investasi untuk dana pensiun
Anda Rp 1,61 juta per bulan.

Bagi dua dana tersebut ke dua produk yang masing-masing memiliki asumsi
return sesuai hitungan simulasi. Langkah diversifikasi itu bisa
meminimalisasi risiko berinvestasi sekaligus memudahkan Anda dalam menilai
kinerja produk.

Membuka DPLK baru di bank, kata Budi, juga bisa menjadi pilihan. Produk
DPLK di bank bisa membantu kedisiplinan persiapan dana pensiun. Maklum,
pencairan DPLK tidak semudah pencairan reksadana. Anda bisa terhindar dari
godaan mengambil dana sebelum
memenuhi target.

Paling cepat setahun setelah menjadi peserta DPLK, Anda baru bisa menarik
dana. Itupun biasanya dibatasi hanya 50% dari akumulasi iuran, dan dibebani
dengan beban biaya penarikan berkisar 1%-2% dari dana yang ditarik.
Keuntungan lain, ada insentif pembebasan pajak selama Anda menjadi peserta.

Di pasar banyak produk DPLK ditawarkan. Bank Rakyat Indonesia (BRI),
sebagai contoh, menawarkan DPLK pasar uang, DPLK pendapatan tetap,
campuran, hingga DPLK saham. Masing-masing berbeda isi sesuai nama. “DPLK
Saham dananya diputar di reksadana saham,” kata Zulkarnaen, bagian layanan
konsumen BRI.

Di Bank Mandiri pilihannya lebih banyak. Nonny Novriany, petugas layanan
konsumen Mandiri, bilang, ada lima jenis pilihan investasi DPLK Mandiri.
Yaitu, investasi pasar uang, pendapatan tetap, kemudian investasi saham,
investasi kombinasi dan investasi syariah.

Masing-masing pilihan investasi menentukan rumus racikan dana juga pilihan
produk dasar atau underlying asset. Oh, iya, minimal iuran DPLK di bank
rata-rata mulai Rp 100.000 per bulan. Bahkan iuran DPLK BNI mulai Rp 50.000
per bulan. Terbilang ringan, bukan?

Rajin mengevaluasi perkembangan
Rencana dana pensiun merupakan rencana keuangan nan panjang. Jangan malas
mengevaluasi perkembangan dana pensiun Anda. Apakah semua hitungan masih
sesuai asumsi Anda semula?

Sekadar contoh, mendadak Anda ingin mempercepat usia pensiun. Hitungan
kebutuhan dana pensiun tentu berubah. Begitu juga terkait kinerja produk
dana pensiun yang Anda pilih untuk membiakkan dana.

Rekomendasi perencana keuangan di produk seperti reksadana dan DPLK bukan
tanpa alasan. Untuk reksadana, biasanya ada kesempatan melakukan pengalihan
alias switching dana ke produk reksadana lain.

Begitupun DPLK yang memungkinkan Anda meminta perubahan rumus racikan
investasi yang lebih mendukung target. Cermati biaya-biaya yang menyertai
setiap produk agar pertumbuhan dana pensiun Anda bisa optimal.

Kalau rencana sudah Anda susun dan jalankan dengan matang, tugas Anda
tinggal berdoa agar kelak saat tiba waktunya, Anda bisa menjalani masa
pensiun dengan nyaman. o

Editor: Ruisa Khoiriyah

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *