Pengusaha Perikanan Perlu Hati-hati Desak Revisi Keppres 39/1980 tentang Trawl


Pengusaha Perikanan Perlu Hati-hati Desak Revisi Keppres 39/1980 tentang Trawl

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 25 Maret 2020/Indonesia Media – Kepala Pusat Riset Kelautan, Riyanto Basuki menilai perlu kehati-hatian terhadap oknum pelaku usaha perikanan yang cenderung memaksakan diri untuk revisi Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 39/1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Keppres tersebut juga esensial untuk menjaga kelestarian sumber perikanan dasar. “Keppres 39/1980, sampai sekarang belum dicabut,” tegas Riyanto

Kalaupun ada pertimbangan yang lebih mendesak untuk pemanfaatan trawl, seharusnya hanya pada daerah tertentu. Selama ini, Laut Arafura sebagai wilayah perairan yang berada di antara Australia dan Pulau Papua, di Samudra Pasifik, sebagai pengecualian. Wilayah perairan tersebut terbuka untuk operasional kapal pukat udang atau jaring trawl. “Saya tidak setuju kalau (seluruh wilayah perairan di Indonesia) dibuka (untuk trawl). Karena shrimp trawl (adalah) metode swept area pada bottom surface. (metode) ini pasti destructive. Lain halnya, (wilayah perairan) Arafura yang masih bisa ditoleransi (pemanfaatan trawl). Karena kondisi bottom surface nya relative flat dan berlumpur. Selain, (Arafura) masih memiliki mangrove yang luas sebagai nursery ground jenis udang Penaeid,” kata Riyanto.

Sebelumnya, pengusaha kelas kakap Tanto Hermawan mendesak Pemerintah Indonesia, terutama melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk shortcut (jalan pintas) pengembangan industry perikanan, khususnya udang. Salah satu cara yang dianggapnya tepat, (yakni) KKP harus segera mencabut berbagai regulasi yang cenderung mematikan pengusaha. “Trawl berbeda dengan kapal penangkap udang,” kata Tanto Hermawan, tanpa menjelaskan lebih detail dimana perbedaannya.

Tanto juga mengaku bahwa ia sudah mengorbankan waktu, tenaga, pemikiran untuk memberi masukan pada saat pertemuan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Edhy Prabowo beberapa waktu yang lalu. Ia mengaku sempat tergopoh-gopoh mengejar waktu untuk bisa tiba di kantor MKP di Jl. Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat. Tetapi pengorbanan tetap diperlukan, mengingat hal ini sangat penting untuk kemajukan usaha sektor perikanan. “Saya sangat sibuk. (saya) bangun pagi, tanpa terasa bekerja, dan tiba-tiba sudah larut malam. Tapi dunia usaha harus terus berputar,” tegas Tanto, President Director perusahaan yang bergerak di bidang produksi udang di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua, PT Holi Mina Jaya

Baginya, KKP harus mengedepankan metodologi pengembangan yang efisien pada biaya, waktu dan kualitas. Larangan penggunaan pukat udang serta kapal penangkap yang dibatasi pada 100 GT, seharusnya segera dicabut. “Saya ingatkan!, (bahwa) kami sedang terus persiapan. (Asosiasi pengusaha) akan mengajukan surat-surat (melengkapi rencana pencabutan Keppres). Tapi kan kita harus jaga situasi kondisi politik. (Usulan revisi Keppres) sangat berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah,” kata Tanto Hermawan, pemilik beberapa perusahaan seafood processing di Indonesia.

Mendengar hal tersebut, Riyanto menilai perlunya pertimbangan teknis agar kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga. Udang memang memiliki umur yang relative pendek, yakni 1 – 1,5 tahun. Sehingga pemulihan bisa berlangsung cepat asalkan mangrove tidak dirusak. Kalau dalam jangka waktu tersebut tidak ada penangkapan, maka akan terjadi natural mortality yang tinggi. “Kalau Bahasa awam, (udangnya) mati karena sudah sepuh. Sehingga, sebaiknya memang ditangkap sebelum mengubur dirinya sendiri. Alat tangkap yang paling efektif adalah shrimp trawl. Tapi pengaturan, misalkan mesh size agar juvenile bisa tetap lolos. Waktu penangkapan juga diatur, musim tertutup dan terbuka,” tegas Riyanto.

Sebelumnya, Edhy Prabowo bertemu dengan lima orang pelaku usaha yang tergabung dalam HPPI, Selasa (17/3). Mereka mengeluhkan adanya moratorium perizinan kapal yang membuat penangkapan udang tidak bisa dilakukan dengan maksimal terutama di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 718 yang terbentang dari Laut Aru-Arafura dan laut Timor bagian timur. Sementara HPPI berkeyakinan bahwa potensi udang di wilayah tersebut mencapai 50.250 ton dengan nilai Rp10 triliun per tahun. Seluruh kapal dari HPPI juga sudah lulus anev (analisis dan evaluasi). Namun karena sebagian besar kapal buatan luar negeri, tidak bisa operasional. Sementara Ketua HPPI, Endang S Roesbandi memaparkan penangkapan udang tak bisa maksimal antara lain karena larangan penggunaan pukat udang serta kapal yang digunakan saat menangkap harus di bawah 100 GT. Para pengusaha pun beralih dari dari penangkapan ke pengolahan udang dengan bahan baku dari tangkapan nelayan.

“Tapi hasil dari trammel net (nelayan), kepalanya cacat, sungutnya hilang, ada yang matanya hilang. Tidak sempurna akhirnya untuk ekspor tidak bisa first grade,” jelas Endang.

Menyikapi keluhan tersebut, Menteri Edhy memastikan akan melakukan kajian terlebih dahulu. Ia mengatakan, kebijakan yang akan dihasilkan akan lebih mengutamakan kepentingam bersama. “Kasih kami waktu, kami tidak akan bikin peraturan semena-mena,” kata Menteri Edhy.

Kendati akan mengevaluasi regulasi, Menteri Edhy mengingatkan agar para pelaku usaha juga memiliki komitmen dalam hal kelestarian, terutama udang. Bahkan, ia menegaskan akan terus mengawal WPP718 dari illegal fishing. “Kalau Indonesia, semangat memilikinya ada. Ini semata-mata menjaga laut kita untuk lestari,” tandasnya. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

5 thoughts on “Pengusaha Perikanan Perlu Hati-hati Desak Revisi Keppres 39/1980 tentang Trawl

  1. pengamat
    March 26, 2020 at 2:36 am

    Tak perlu kapal besar buat menangkap udang sebenarnya. Tapi dibuat semacam sangkar/ kerangkeng lalu ditaruh di bawah/ dasar laut. Pasang pancing / makanan udang didalam kerangkeng tersebut. Nanti udangnya masuk sendiri ke dalam kerangkeng. Setelah beberapa lama tinggal diangkat kerangkengnya.

  2. Perselingkuhan+Intelek
    March 26, 2020 at 7:55 pm

    Kerangkengnya mau disimpan dimana? ditengah lautan luas? Udang besar banyaknya dilaut dalam meski berombak besar juga, termasuk Lobster, Kepiting Besar juga, jika dekat pantai itu hanya sekedar peternakan kecil bukan alamiah

    1. pengamat
      March 27, 2020 at 9:21 am

      Maksud saya, kalau mau nangkap udang di wilayah ZEE RI, tidak perlu kapal besar, kecuali menangkapnya di lautan pasifik ( timur laut papua) atau di samudra hindia ( barat daya pulau sumatra) baru perlu kapal diatas 100 ton.

      1. pengamat
        March 27, 2020 at 9:23 am

        Lautan bebas diluar ZEE RI

  3. Perselingkuhan+Intelek
    March 27, 2020 at 9:02 pm

    apakah yakin Nelayan Indonesia tidak menangkap Udang atau Ikan di Luar ZEE-RI dengan Perahu Umum Nelayan Indonesia? di Perairan Australia, mereka banyak sekali disamping membawa Orang Ilegal kadang sampai sekitar antara 30 – 70 orang

Leave a Reply to Perselingkuhan+Intelek Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *