OBROLAN MALAM_ Akim Teman Ibu Saya # 1


Namanya Akim. Orang Tionghoa totok asalnya. Tetapi dia sendiri lahirnya di Belitung. Bahasa
Melayunya sangat baik. Ketika kecilnya dia bercam- pur dan bergaul dengan anak-anak kampung,
termasuk dengan ibu saya. Ibu saya menggelarinya si Bu,- asal kata cerubu = jorok.

Ibu saya itu benar-benar akhli menggelari orang. Tetapi Akim yang selalu dipanggil Ibu saya Bu itu, samasekali
tidak marah. Kenapa Akim bahasa melayunya begitu baik? Kemungkinan besar karena pergaulannya
selalu dengan anak- anak kampung. Ketika itu pada tahun 1908.

Sebagaimana kebanyakan anak-anak Tionghoa di kampung kami selalu orientasinya pada perdagangan. Berdagang – jadi
saudagar. Sangat sedikit yang jadi petaninya, apalagi yang menjadi pegawainya. Pasaran di kampung
kami pada umumnya di kuasai orang-orang Tiongkok ini. Pasar-Dalam yang menjual pakaian
keperluan rumahtangga, semua orang Tionghoa.

Pasar-Sayur yang berjualan sayuran yang segar-segar dan hijau itu, semua diperdagangkan orang Tionghoa. Pasar-Ikan, sebagian besar di tangan
orang Tionghoa. Toko-Kelontong semua dikuasai orang Tionghoa.

Tetapi ada satu hal, selama hidup saya di Belitung dan saya baca sejarah-nya selama itu, tak ada
kerusuhan yang anti-Tionghoa. Mereka hidup rukun dan bersahabat dengan orang kampung. Dan
tidak ada kehidupan yang sangat jomplang – pincang serta terlalu besar perbedaannya. Kalau
Tahun Baru Imlek dan hari Lebaran Idulfitri, kami orang-orang kampung saling antar makanan.
Antaran mereka selalu dalam bentuk barang atau makanan yang belum jadi – bahan-bahannya saja.
Sebab mereka kuatir tidak akan diterima orang kampung, karena takut kalau-kalau ada babi.

Nah, Akim ini semula dengan sepedanya yang dituntun mengelilingi kampung mencari telur ayam
– botol kosong – karung-goni, buat dibelinya dari orang-orang kampung. Sebuah sepeda tua dan
usang. Di bagasinya diletakkan keranjang-pempang yang dipasang mengangkang. Keranjang itu
bisa membawa barang sampai 100 kg! Akim beseru dengan suara khasnya : telur ayam……telur
ayam…….botol kosong….botol kosong….karung goni….karung goni…………. Semua perumahan di
beberapa kampung sangat dihapalnya. “Kak Isot….kak Isot…….apa sudah ada yang akan dijual……?”,
Kata Akim berseru di depan pintu rumah kami. Dan Ibu terkadang memang sudah menyiapkan
kalau ada yang akan dijual seperti telur ayam, karung goni dan lainnya. Akim akan selalu membayar
dengan harga yang menyenangkan orang kampung,

Beberapa tahun Akim bekerja demikian. Lalu kami lihat dia sudah punya truk besar buat angkut-
angkut barang antara kampung dan kota. Semua ini disewakannya. Lalu tak lama sudah itu, dia buka
toko barang-barang pecah belah, dan toko-jam-dinding. Lalu tokonya sudah delapan buah. Dan
mobilnya bermerek Impala, yang ketika zaman itu adalah mobil terbaik.

Lalu kami dengar dia sudah merger pertokoan dengan perkongsian raja uang dan pedagang nomor wahid di seluruh Pulau
Belitung, dua bersaudara ” Tjong A Tuan dan Tjong A Peng”. Lalu kami dengar lagi, mereka
ini sudah membuka secara bekerja-kongsian sebuah pabrik IKB = Industri Keramik Belitung. Nah, ini
baru betul-betul hebat.

Sebab kami dengar modal yang tertanam kebanyakan dari Jakarta, bahkan ada
nama-nama menteri yang sedang naik-daun. Katanya, antaranya adalah Chairul Saleh. Dan, nah, ini
baru harus dicatat dan diingat!

Dulunya ketika mereka ini belum lama di Belitung, ke tiga orang ini adalah butahruf! Tetapi kini
mereka telah menggaji enam insinyur dari Jerman dan tiga insinyur dari Jepang. Dan perdagangannya
meluas tidak hanya barang pecahbelah lagi, tetapi menjual tanah-kaolin. Sejenis tanah yang
mengandung bahan beling dan marmer.

Dan dijual serta diselundupkan ke Singapura dan Hongkong.
Di samping itu, mereka berjual beli apa saja hasil bumi, dari merica ( sahang ) sampai karet-mentah
– rotan dan damar dan semua hasil bumi. Yah, mereka yang dulu datang dengan sehelai-sepinggang

pakaian, dan butahuruf, kini kami anak-anak negeri harus melihat kepada mereka dengan rasa kagum
dan terpesona. Sebenarnya kami tahu, kami me- negertimengapa mereka bisa begitu. Karena mereka
luarbiasa beraninya buat bekerja-keras, berani bersusah payah, militan dan uletnya yang luar biasa.
Mengenal keadaan – mengenal medan – tahu gelagat perekonomian.

Kami tahu sih tahu, tapi mungkin
tidak ada kemauan atau tidak punya kesanggupan atau ya malas! Kurang ulet – kurang semangat
bersaing! (Holland, Februari 03/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *