Moratorium Ijin Tangkap Dikhawatirkan Jadi Macan Kertas


Bogor,5 Juli 2010.  Pemerintah telah menetapkan moratorium pemberian ijin baru untuk alat tangkap dan penggunaan alat bantu penangkapan ikan tertentu melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan.  Hal ini merupakan sebuah langkah maju bagi pengelolaan perikanan di Indonesia mengingat keputusan seperti ini biasanya tidak menjadi pilihan bagi Pemerintah sendiri. Sekalipun demikian, keputusan moratorium ini masih disangsikan efektivitasnya oleh sebagian kalangan.  Keputusan  tersebut dikhawatirkan hanya akan menjadi macan kertas dalam upaya pelestarian sumberdaya ikan di Indonesia.

Pada bulan Maret tahun ini telah dikeluarkan sebuah peraturan penghentian sementara (moratorium) pemberian ijin penangkapan dan penggunaan alat tangkap ikan tertentu di Indonesia.  Peraturan ini dikeluarkan dalam bentuk Surat Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap No. 08/DJ-PT/2010, Kementerian  Kelautan dan Perikanan dan telah berlaku sejak tanggal 15 Maret 2010 lalu.  Moratorium ini mencakup penghentian pemberian ijin usaha baru penangkapan ikan terhadap lima jenis alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan di lokasi tertentu.  Kelima jenis alat tangkap dan alat bantu penangkapan yang dilarang tersebut meliputi jenis purse seine untuk ikan pelagis besar pada kapal berukuran lebih dari 200 gross ton di semua daerah penangkapan, pukat ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Laut Arafura, pukat udang di semua daerah penangkapan, gillnet oceanic di Laut Arafura, dan rumpon di Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.

Sumberdaya ikan di wilayah-wilayah pengelolaan perikanan Indonesia saat ini telah dilaporkan berada pada kondisi kritis.  Berdasarkan hasil kajian terbaru dari Komisi Nasional Pengkajian  Sumberdaya Ikan, hampir semua wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia mengalami kondisi tereksploitasi secara penuh (fully exploited) dan tereksplotasi secara berlebihan (over exploited atau over fishing).  Kondisi ini juga diperparah dengan maraknya praktek penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di beberapa  wilayah perairan laut Indonesia, seperti Selat Malaka, Laut China Selatan, Laut Sulawesi, dan Laut Arafura.  Selain dikuras oleh beroperasinya ribuan kapal penangkapan ikan, sumberdaya ikan di perairan tersebut juga dicuri oleh kapal-kapal penangkap ikan dari negara Thailand, Vietnam, Filipina dan China.

Situasi ini berbeda dengan anggapan umum tentang berlimpahnya potensi sumberdaya ikan di Indonesia.  Selama ini data potensi perikanan kita masih menggunakan perhitungan Maximum Sustainable Yield (MSY) yang menyebutkan bahwa potensi produksi lestari atas perikanan Indonesia saat ini masih berjumlah 6,4 juta ton per tahun. Sementara itu berdasarkan dokumen Rencana Strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan disebutkan bahwa target produksi perikanan Indonesia pada tahun 2010 mencapai 5,3 juta ton dan akan terus meningkat hingga 5,6 juta ton di tahun 2014.  Dari angka-angka ini terlihat bahwa Pemerintah beranggapan bahwa potensi perikanan kita masih berlimpah dan masih jauh dari angka tangkap maksimum tersebut.

Pakar kelautan dari Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc berpendapat,”Kita perlu berhati-hati pada anggapan berlimpahnya potensi sumberdaya ikan Indonesia berdasarkan MSY.   Wajar saja jika overfishing terjadi, karena acuan yang digunakan untuk menggenjot produksi tidak mencerminkan kondisi sebenarnya”.

Sekalipun keluarnya aturan baru ini terkesan sebagai sebuah langkah maju, namun beberapa pengamat kelautan dan perikanan masih menyangsikan efektivitasnya dalam pemulihan kondisi wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.  Seharusnya moratorium ijin baru ini diikuti juga dengan kebijakan untuk menurunkan kapasitas tangkap, serta komitmen untuk melakukan perubahan kebijakan yang mengacu pada pendekatan Ecosystem Based Management.

Koordinator Kampanye Telapak, Hapsoro mengatakan, “Moratorium ini adalah sebuah terobosan.  Namun, seharusnya  ia diatur dalam produk hukum yang lebih tinggi dan disertai sanksi tegas , sehingga tidak menjadi macan kertas yang tak mampu memulihkan potensi sumberdaya perikanan kita serta kepentingan nelayan tradisional”.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *