Menjadi Tionghoa Tua Sebelum Kaya


Sejak 2.000 tahun lalu, China sudah memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia, sekitar 60 juta orang, mewakili kira-kira seperempat populasi dunia. Kota-kota China juga sudah memiliki jumlah penduduk terpadat. Chang’an (sekarang Xi’an di Provinsi Shaanxi) merupakan kota terbesar di dunia, mengikuti Babilon dan Alexandria.

Ketika Marco Polo mengunjungi daratan China, Hangzhou, sekitar dua jam ke arah barat Shanghai, adalah kota terbesar di dunia dengan penduduk 300.000 orang pada pertengahan abad ke-13. Selama lebih dari 5.000 tahun penduduk China tumbuh pesat dengan kecepatan yang tinggi pada pertengahan abad ke-17 semasa Dinasti Qing.

Pada masa orang-orang Manchu berkuasa itu, penduduk menjadi dua kali lipat. Dimulai dengan 175 juta orang pada sekitar tahun 1750, menjadi 350 juta hanya dalam waktu 60 tahun. Pertambahan penduduk berlangsung terus sampai berkuasanya Partai Komunis China yang juga menyebabkan 36 juta orang kehilangan nyawa selama kampanye politik antara tahun 1959-1962.

Ketika Mao Zedong mengandalkan penduduknya yang disebut ”gelombang manusia” yang mencapai 900 juta orang pada akhir Revolusi Kebudayaan 1974 (pada 1961 jumlah penduduk RRC 660 juta orang), rata-rata satu perempuan China melahirkan enam anak.

Biaya masyarakat

Daratan China sekarang dihuni sekitar 1,4 miliar orang Tionghoa yang hidup di daratan, pertumbuhan ekonomi mencapai dua digit selama tiga dekade berturut-turut, dan menjadi persoalan dunia karena menyerap berbagai produk dunia dalam skala masif.

Ketika keterbukaan dan reformasi dijalankan tahun 1978, program keluarga berencana diterapkan Pemerintah China dengan kebijakan satu anak. Hasilnya, laju pertumbuhan penduduk bisa diredam sehingga menunda sampai 400 juta kelahiran pada tahun 1979-2010.

Bersamaan dengan semakin sejahteranya rakyat Tionghoa, persoalan satu anak yang disebut ”kaisar kecil” menimbulkan masalah lahirnya generasi manja. Mereka mengonsumsi berbagai hal, merengek minta hamburger McDonald’s atau sayap ayam di KFC, atau merajuk guna memperoleh barang konsumsi lain.

Selama satu dekade terakhir ada kebijakan shehui fuyang fei (biaya memelihara masyarakat) yang memungkinkan keluarga Tionghoa memiliki anak kedua di luar kebijakan keluarga berencana. Seorang bermarga ma di Changsha, Provinsi Hunan, menjelaskan, biaya ini mencapai 125.000 yuan (sekitar Rp 180 juta) dan umumnya dibayar dengan mengumpulkan uang dari sanak saudara atau danwei (unit kerja) mereka.

Kelas menengah dan orang kaya baru di China memiliki cara lain. Salah satunya membawa istri mereka yang hamil anak kedua melahirkan di Hongkong. Biayanya sedikit lebih mahal, tetapi memiliki keuntungan lain: anak yang dilahirkan bisa memiliki status warga Hongkong.

Ekonosentris

Persoalan generasi ”kaisar kecil” dalam masyarakat Tionghoa di RRC sekarang menimbulkan apa yang dikenal dengan si er yi jiating (keluarga 4-2-1), mengacu pada perlindungan generasi manja ini melalui kedua orangtua serta empat kakek dan nenek mereka.

Keluarga 4-2-1 ini secara ekonomis menimbulkan persoalan ketika generasi manja mulai beranjak dewasa dan mulai membangun keluarga sendiri, menyebabkan orangtua atau kakek-nenek tidak memiliki tumpuan ketika tunjangan mereka tidak cukup untuk meneruskan hidup.

Biaya hidup di Beijing, Shanghai, dan Qingdao sekarang sama mahalnya dengan kota lain di dunia seperti Hongkong, Tokyo, atau New York. Kombinasi penghasilan generasi manja–baik pria maupun wanita–dipastikan tidak cukup memadai untuk menopang diri atau keluarga masing-masing.

Soal kependudukan dan generasi manja mulai menjadi masalah pembangunan ekonomi. Tahun 2005, sekitar 130 juta orang atau 10 persen total penduduk Tionghoa berusia di atas 60 tahun. Pada tahun 2050, sekitar 500 juta orang atau satu dari tiga orang Tionghoa berusia di atas 60 tahun dan 100 juta di antaranya berusia 80 tahun.

Menjadi Tionghoa di daratan China menghadirkan orang yang terlalu tua sebelum menjadi kaya karena dampak pembangunan ekonomi. Kita akan melihat generasi manja yang terintegrasi melalui kemajuan teknologi komunikasi dan infrastruktur transportasi yang mampu memindahkan mereka ke mana-mana.

China sedang berubah. Sangat cepat. Populasi penduduk China yang tumbuh sekarang memang tidak hanya menjadi target penguasa Beijing dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan dasar politik modernnya. Populasi Tionghoa akan tetap menjadi sentra raison d’etre bagi penguasa Beijing karena kehidupan politiknya akan tetap terkonsentrasi pada ekonosentris yang dijalani selama ini.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *