Logika Terbalik Gamawan Fauzi (Ahok vs Gamawan Fauzi)


Mengetahui kalau Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatainya supaya belajar Konstitusi, rupanya membuat telinga Mendagri Gamawan Fauzi memerah. Dia pun mengirim tegurannya kepada Ahok melalui SMS. Kemudian terjadi dialog via SMS antara dia dengan Ahok. Demikian penuturan Ahok (Kompas.com).

Di antara bunyi SMS itu, menurut pengakuan Ahok, Gamawan mengatakan bahwa dia mengerti Konstitusi, dan alasannya untuk meminta Jokowi mengevaluasi kembali jabatan Lurah Susan itu (ini hanya eufisme dari istilah “mencopot”) adalah karena demo-demo itu dikhawatirkan akan mengganggu kinerja Lurah Susan dan stafnya, yang pada gilirannya akan mengganggu pelayanan Kelurahan Lenteng Agung terhadap warganya secara umum.

 

Seperti yang saya sudah katakan di tulisan saya sebelumnya, pastilah Gamawan mengerti Konstitusi (baca di sini). Tetapi, substansi masalahnya bukan sudah tahu Konstitusi ataukah belum, tetapi melaksanakannya ataukah tidak. Dan, Gamawan Fauzi yang nota bene seorang aparatur negara dengan jabatan Mendagri, memilih untuk tidak melaksanakannya. Dia mengabaikan Konstitusi, dan lebih memilih mengikuti kehendak kaum intoleran di Lenteng Agung itu.

 

Alasan yang dikemukakan Gamawan meminta Jokowi memenuhi kehendak segelintir warga intoleran di Lenteng Agung  untuk mencopot Lurah Susan adalah, seperti pengakuannya lewat SMS kepada Ahok, karena dia khawatir dengan adanya demo-demo penolakan itu akan mengganggu kinerja di Kelurahan tersebut dalam melayani warganya.

 

Pertanyaan pertama, sebegitu lemahkan Gamawan Fauzi mengawal (kalau memang ada mengawal) Konstitusi, karena hanya gara-gara ada sekitar 100 orang intoleran memaksa kehendaknya yang bertentangan dengan Konstitusi, dia memilih mengikuti kehendak mereka daripada mempertahankan Konstitusi Negara?

 

 

Pertanyaan kedua, apakah Mendagri ini kurang kerjaannya, sampai urusan lurah pun dia mau ikut urus? Kenapa tidak menyerahkan saja sepenuhnya urusan ini kepada Guburnur DKI Jakarta, Jokowi? Kok mau intervensi, ngatur-ngatur Jokowi? Kalau bukan karena urusan agama, lalu apa?

 

Pastilah, karena faktor agama, maka dia menjadi tertarik dan merasa perlu melakukan intervensi itu, karena dia sepahaman dan sealiran dengan gerakan intoleran itu. Dengan kata lain, Gamawan Fauzi, mendukung gerakan intoleran itu, yang menolak  Lurah Susan karena agamanya Kristen. Dia menempatkan dirinya sebagai beking dari kelompok kecil intoleran itu.

 

Tapi, Gamawan tentu tidak berani jujur untuk mengakuinya. Maka itu, dia perlu bikin alasan kamuflase, yakni bahwa dia meminta Jokowi mencopot Lurah Susan karena lurah perempuan itu didemo beberapakali oleh warganya.

 

Konyolnya, Gamawan tidak pandai membuat alasan kamuflase. Sehingga sangat kelihatan sekali bahwa ini alasan terlalu dibuat-buat, karena sangat tidak logis. Logika yang dipakai Hamawan untuk membuat alasan kamuflase ini adalah logika yang terbalik-balik.

 

Betapa tidak, selain yang demo Lurah Susan itu hanya segelintir orang, hanya sekitar 100 orang dari 55.000 warga Lenteng Agung, logikanya, kenapa bukan para pendemo itu yang ditegur, dinasihati, diberi pengertian, tetapi yang ditegur malah Gubernur DKI, Jokowi, dan Lurah Susan yang disuruh menyingkir, yang jelas-jelas berada di jalur hukum yang benar?

 

Pengdemo-demo itu menuntut sesuatu yang bertentangan dengan Konstitusi, dan kalau benar sampai mengganggu kinerja di Kelurahan Lenteng Agung, kenapa tidak kirim polisi saja untuk menertibkan mereka? Kok malah Jokowi yang disalahkan?

 

Seorang pejabat negara yang berpikiran jernih seperti Ahok pun langsung melihat ketidakberesan di balik logika terbalik yang digunakan oleh Gamawan Fauzi itu. Ahok, setengah menasihati,bilang, seharusnya yang ditegur Gamawan fauzi itu para demonstran, bukan malah menegur Jokowi.

 

“Harusnya yang musti diomelin itu mereka yang demo, dong, bukan Pak Gubernur. Tugas Mendagri ‘kan itu,” kata Ahok di Balaikota Jakarta, Jumat (27/9/2013) (Kompas.com).

 

“Justru yang harus terjadi, pendemo-pendemo itu harus dididik supaya mengerti gitu loh. Enggak boleh mendemo orang cuma gara-gara beda agama,” lanjut Ahok.

 

Ahok pun mengatakan, sikap Mendagri Gamawan Fauzi itu memberi kesan kuat bahwa dirinya adalah pejabat negara yang menjadikan unsur SARA untuk menentukan jabatan seseorang di negeri ini.

 

Mendagri Gamawan Fauzi yang tiba-tiba bersemangat ikut mencampuri urusan kewenangan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta di Kelurahan Lenteng Agung itu punya argumen yang kedengarannya keren juga.

 

“Ada prinsip dalam penempatan seseorang dalam jabatan, yaitu the right man on the right place, atau the right man on the right job. Nah, ini kiranya bisa jadi pertimbangan (Gubernur) DKI,” ujar Gamawan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/9/2013).

 

Jawab saya kepada Mendagri Gamawan Fauzi adalah sebagai berikut, penempatan Susan Jasmine Zulkifli sebagai Lurah Lenteng Agung oleh Jokowi tentu saja bukan asal ditetapkan begitu saja. Melalui lelang jabatan yang telah dilakukan dan dengan pertimbangan yang matanglah yang membuat Jokowi memutuskan bahwa Susan Jasmine adalah sosok yang paling pas menduduki jabatannya yang sekarang itu. Oleh karena itu jelas Lurah Susan adalah the right man on the right place, atau the right man on the right job.

 

 

Yang menganggapnya tidak demikian bukankah hanya segelintir orang kaum intoleran itu, plus bekingnya yang bernama Gamawan Fauzi, yang kini menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri? Dengan demikian, apakah jabatan itu layak disandangnya? Maka, kita pun bertanya balik, apakah Gamawan Fauzi itu adalah the right man on the right place, atau the right man on the right job?   Menurut saya, sih, dia itu termasuk “the wrong man“. Menurut anda? ***

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *