Lima Jenis Kucing Ditemukan di Riau


Sebuah bukti baru yang diperoleh melalui kamera tersembunyi membuktikan adanya lima jenis kucing liar yang tinggal di daerah antara Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling di Provinsi Riau.

Lima jenis kucing tersebut adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis diardi), kucing batu (Pardofelis marmorata), kucing emas (Catopuma temmincki), dan kucing congkok (Prionailurus bengalensis).

“Dari keberadaan lima jenis kucing liar ini, empat di antaranya dilindungi. Diketahui saat satwa tersebut melintas dan terekam kamera otomatis,” tutur Karmila Parakkasi, Koordinator Tim Riset Harimau, WWF Indonesia, Rabu (16/11).

Namun, lokasi lima kucing hutan unik tersebut ditemukan merupakan daerah yang dikenal sebagai koridor atau jalur perlintasan satwa–penghubung dua kawasan konservasi TNBT dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling.

“Daerah yang saat ini terancam oleh degradasi hutan akibat perambahan dan penebangan hutan alam dalam skala besar,” Mila menambahkan. Diharapkan temuan ini menunjukkan pentingnya upaya serius untuk segera melindungi kawasan tersebut dari ancaman perambahan dan penebangan hutan alam dalam skala besar.

Selama tiga bulan survei sistematik dengan kamera otomatis yang dilakukan WWF pada 2011 di kawasan itu telah berhasil ditemukan 404 foto kucing liar, yang terdiri dari 226 foto harimau sumatera, 77 foto macan dahan, 70 foto kucing emas, empat foto kucing batu, dan 27 foto kucing congkok.

Aditya Bayunanda, Koordinator Program Global Forest Trade Network, WWF Indonesia, menyatakan bukti-bukti keberadaan lima jenis kucing liar yang tinggal di area konsesi tersebut menunjukkan perlunya dilakukan penataan atas izin Barito Pacific untuk membuka hutan di areal tersebut.

Ini karena menurut Peraturan Kementerian Kehutanan P.3/Menhut—II/2008 kawasan yang merupakan area perlindungan satwa liar wajib dilindungi perusahaan.

Di lain pihak, Rabu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) pada Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) 2011, menyatakan perlunya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, terutama pada daerah perkotaan.

“Perlu meningkatkan kesadaran bahwa keanekaragaman hayati di perkotaan semakin terancam dan tidak sedikit yang punah, sehingga perlu upaya penyelamatan yang serius,” kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Balthazar Kambuaya.

Pada 2011 ini ditetapkan bunga tetepok (Nymphoides indica (L.) OK) sebagai Puspa Nasional 2011 dan katak api (Leptophyre kruentata tschudi) sebagai Satwa Nasional 2011.

Indonesia sebagai negara mega biodiversity memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dengan sekitar 90 tipe ekosistem, 40.000 spesies tumbuhan dan 300.000 spesies hewan.

Sejumlah studi akademik menunjukkan bahwa nilai sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional setiap tahun dapat mencapai US$ 500-800 miliar. Untuk tumbuhan obat Indonesia diperkirakan bernilai US$ 14,6 miliar atau lebih dari dua kali lipat nilai produk kayu hutan.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *