Lagi-lagi… DPR


Dewan Perwakilan Rakyat setiap hari selalu menghiasi halaman media. Tentu, begitulah seharusnya lembaga perwakilan rakyat. Segala aktivitasnya terlaporkan kepada konstituennya.

Namun, sayangnya, tidak semua cerita tentang dewan itu positif. Bahkan, yang paling sering justru kabar negatif, baik terkait kebijakan DPR yang dinilai kurang berpihak kepada rakyat, perilaku wakil rakyat yang menyakiti hati rakyat, maupun persepsi masyarakat yang buruk kepada lembaga legislatif.

Kabar terakhir adalah hasil survei tentang Evaluasi Kinerja DPR di Mata Publik, yang dipublikasikan Institute Riset Indonesia (Insis) hari Minggu (29/9/2013) lalu.

Dari survei yang dilakukan di 34 provinsi pada 17 Agustus-20 September 2013, sebanyak 64,6 persen responden menilai citra anggota DPR tidak baik dan semakin tidak baik. Sebanyak 77 persen responden, dari 1.070 responden, juga menilai kinerja parlemen tidak baik dan semakin tidak baik.

Hasil survei itu seperti memperburuk posisi DPR karena tahun ini Transparency International pun merilis Global Corruption Barometer 2013 untuk 107 negara, termasuk Indonesia. Untuk Indonesia, dipetakan pula lembaga yang terkorup, yaitu kepolisian dengan nilai 4,5, DPR (4,5), pengadilan (4,4), partai politik (4,3), dan pegawai negeri sipil (4,0).

Lembaga legislatif tentu saja tidak bisa dipisahkan dengan parpol. Jika dipadukan dengan parpol, DPR pasti menjadi lembaga yang terkorup. Hal ini sesuai dengan rilis dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan Indeks Korupsi Birokrasi yang menempatkan DPR sebagai lembaga terkorup. Bahkan, posisi itu sudah berlangsung selama lima tahun terakhir.

Kegaduhan terakhir adalah terkait pemilihan hakim agung yang diduga diwarnai tawaran suap dan pengaturan calon di kamar kecil. Lagi-lagi… DPR yang disebut terlibat.

Kondisi DPR yang tahun ini masih belum beranjak, sebagai lembaga terkorup dan dipersepsikan negatif oleh rakyat, sebenarnya amat memprihatinkan. Sebab, pada tahun-tahun sebelumnya, rakyat sebenarnya tak henti-hentinya mengawasi dan mengingatkan dewan.

Ketika DPR akan membangun gedung mewah senilai Rp 1,7 triliun, rakyat berteriak. Saat anggota DPR tertangkap menerima suap, rakyat sudah mengingatkan. Kala anggota parlemen hanya jalan-jalan dalam kunjungannya ke luar negeri, rakyat mempermalukan mereka. Namun, tampaknya dewan tak belajar atau hanya berubah sesaat.

Ketua DPR Marzuki Alie menyebutkan, jika ada anggota DPR yang terlibat kasus korupsi, sebenarnya, pada saat yang sama, ada aparat eksekutif yang terlibat pula. Lembaga negara lain juga terlibat korupsi.

Tentu saja pernyataan Ketua DPR itu benar adanya. Namun, parlemen adalah wakil rakyat sehingga wajar jika rakyat mengawasi dan meminta pertanggungjawaban atas kinerja dewan.

Untuk memperbaiki DPR, tentu saja tak bisa hanya berharap pada parpol dan dewan sendiri. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan harus terlibat, terutama pada pemilu mendatang dengan memilih wakil yang terbaik, amanah, dan tidak korup di DPR.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *