Sekitar 50 warga korban lumpur asal tiga desa, Desa Besuki, Pejarakan dan Kedungcangkring Kecamatan Jabon, Sidoarjo, melakukan demo keliling tanggul kolam penampungan
lumpur menuntut pelunasan ganti rugi.
Salah seorang korban lumpur Lapindo, Mudiarto, Kamis (17/11), mengatakan aksi ini dilakukan karena pencairan ganti rugi kepada warga dari pemerintah hingga saat ini masih belum ada penyelesaian.
“Sebelum ada pelunasan 100 persen pada aset tanah dan bangunan, tidak boleh ada aktivitas penanggulan yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo,” katanya.
Ia mengemukakan, para warga yang ganti ruginya ditanggung pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ini melakukan penyisiran di atas tanggul dan lokasi penanganan lumpur. Mereka juga memberhentikan aktivitas alat berat dan diusir keluar tanggul atau lokasi proyek.
“Kami meminta kepada seluruh operator alat berat yang ada di atas tanggul supaya meninggalkan area lokasi proyek karena pelunasan ganti rugi belum selesai,” katanya.
Ia menjelaskan, selain menuntut sisa ganti rugi dari pemerintah, warga juga minta kejelasan ganti rugi aset milik lima warga Besuki yang belum dibayar karena diakui status tanah basah. Padahal tanah kelima warga itu, dalam putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo, berstatus tanah kering.
“Begitu juga dengan lapangan Desa Besuki hasil urunan tanah gogol dari 31 petani yang uang pembayarannya tidak jelas arahnya. BPLS mengakui sudah membayar melalui desa dan uangnya diterima oleh kepala desa,” katanya.
Dalam aksinya, terdapat sepuluh alat berat seperti “excavator”, “bulldozer” dan “dump truck” yang menurunkan pasir batu harus pergi menuruti kemauan warga.
“Warga melarang penanggulan, hingga proses ganti rugi kepada warga selesai dilakukan,” katanya.
Sementara itu, Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mengatakan, pihaknya sudah melakukan pembayaran kepada korban lumpur itu sesuai dengan keputusan presiden.
“Kami ini, taat kepada aturan yang berlaku,” katanya
Related Posts
