Negeri ini tak kekurangan orang pintar. Tapi ketika membahas hal-hal yang berkaitan dengan Jokowi dan Ahok, mereka jadi seperti tak punya otak. Semua jadi terbolak balik. Lihat saja orang yang katanya ulama dan seharusnya lebih tau tentang agama, malah seperti orang tak pernah belajar agama. Waktunya doa malah orasi. Waktunya khutbah jumat malah kampanye. Ada calon pemimpin muslim difatwakan haram. Aneh? Itulah yang sudah terjadi di negeri ini dan sedang kekinian. Saya sudah sering membahasnya di seword ini, jadi tak perlu diulangi lagi ya. Sekarang saya mau bahas cerita baru, tentang dewan pers yang mengajak wartawan untuk tidak menyiarkan langsung jalannya persidangan kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Gubernur Jakarta, Ahok.
“Kami mengimbau kepada komunitas media, kita sama-sama bangun komitmen. Ada bahaya besar kalau ini disiarkan secara langsung. Kita harus jaga pengadilan untuk bisa bebas dan independen (bebas dari tekanan massa). Jangan sampai pers merusak ini. Kita mengusulkan sebaiknya tidak ada siaran langsung kecuali ketika pembacaan dakwaan,” ujar ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.
Pernyataan ini memang cukup singkat, namun penting untuk ditelaah karena ini menarik. Coba bayangkan, Dewan Pers melarang kebebasan pers. Ini sama seperti mantan yang dulu mencak-mencak lempar panci, kemudian tiba-tiba ngajak candlelight dinner untuk makan Sari Roti dan minum equil. Absurd syu!
Sama-sama bangun komitmen?
Bukannya Dewan Pers berkomitmen menyiarkan segala berita secara transparan dan terbuka? bukankah itu salah satu nikmat demokrasi? Yang dulu begitu kita perjuangkan bersama tuntutan reformasi. Kenapa sekarang malah meminta untuk tidak menyiarkan peradilan Ahok secara live? Ini kan jadi sebuah pemboikotan yang diresmikan melalui Dewan Pers.
Bahaya besar kalau disiarkan secara langsung?
Ini pernyataan paling absurd, seperti cara pikir kelelawar aka kampret, terbalik. Malam hari keliaran, siangnya tidur. Tidurnya juga terbalik. Itulah cara pikir Dewan Pers dalam menanggapi pengadilan live Ahok. Satu Indonesia tau bahwa tuntutan massa dalam 411 dan 212 adalah proses hukum yang transparan, terbuka dan adil. Bagaimana mungkin bisa transparan dan terbuka kalau media tidak meliputnya secara live? Mustahil Dewan Pers tidak tau tuntutan tersebut. Sebab semua media menayangkan aksi 411 dan 212 secara live.
Kalau berpikir bahaya justru dengan tidak menayangkan secara live itu berarti ada upaya tidak transparan dalam proses penegakan hukum. Tidak menuruti tuntutan massa. Kalau berpikir bahaya, justru liputan live aksi 411 dan 212 lebih berbahaya. Sebab aksi tersebut lebih rawan disusupi teroris dan menimbulkan kerusuhan, dibanding pengadilan yang di dalam ruangan dengan pengamanan ketat.
Pengadilan harus bebas dan independen (bebas dari tekanan massa)
Ini kembali pada siaran live aksi 411 dan 212. Justru dengan media memberitakan secara live, jelas media memberi fasilitas untuk menunjukkan adanya tekanan massa.
Mengusulkan tidak ada siaran langsung kecuali ketika pembacaan dakwaan
Kalau usulan ini, fix ada yang titik-titik dari ketua Dewan Pers. Mirip ketua MUI jadinya. Patut kita ketahui bahwa pembacaan dakwaan hanya berisi tuntutan, atau kalau dalam bahasa sederhananya hanya berisi kesalahan-kesalahan Ahok sesuai versi penuntut.
Jadi sebenarnya Dewan Pers ini hanya ingin memfasilitasi berita kesalahan-kesalahan Ahok secara live tanpa dipotong-potong, tapi tidak mau memberi ruang penjelasan dari pihak Ahok terkait dakwaan yang ditujukan padanya secara sempurana. Luar biasa liciknya. Mungkin sebagian kita belum menyadari hal ini. Sehingga kalau pada akhirnya Ahok diputuskan tidak bersalah, maka massa akan marah. Sebab masyarakat hanya diberikan berita live dakwaan, tanpa penjelasan dan proses sempurna bantahan dari kubu Ahok. Masyarakat akan berpikir Ahok pasti salah dan baru benar kalau Ahok dipenjara. Ya gimana, kita hanya mau diberi berita dakwaan? kalaupun ada berita saat persidangan, sudah dipotong-potong sesuka hati kalau tidak live.
Ini konspirasi licik yang luar biasa. Sangat terstruktur, sistematis dan massif. Sangat halus, namun efeknya begitu merusak.
Selain fatwa MUI yang begitu titik-titik, kini ‘fatwa’ dewan pers juga menunjukkan kesablengannya. Hal ini patut menjadi catatan sejarah bangsa ini. Bahwa untuk melawan dan menjatuhkan Ahok, tetangga sebelah harus menguasai BPK, MUI, Dewan Pers dan massa dari luar Jakarta. Tapi itupun belum berhasil menumbangkan Ahok, setidaknya sampai saat ini.( Spwrld / IM )
Harus Transparan dan Tidak Adanya Intervensi, kalau begini berarti si Dewan Pers ini mau Intervensi Sidang Pengadilan dong ? jelas sekali kelihatan GOBLOK dan TOLOL nya si Dewan Pers ini, Dewan Pers Orde Baru sih, ganti Dewan Pers nya atau Pimpinannya