KARTIKA SARI DEWI – Bagian ke-3 Tamat


Putri dari Mantan Presiden Sukarno dan Ibu Ratna Sari Dewi

Ketika saya lulus dari college, saya ingin mendiri dan lepas dari ibu saya, dan bekerja di Jepang. Pada saat seperti itu, Mbak Mega seperti ibu yang memberi dukungan moral penuh pada saya. Dia juga membuka pintu rumahnya setiap saat untuk saya. Dialah yang membuat saya merasa

Kartika dengan ibunya Ratna Sari Dewi

mempunyai keluarga di Indonesia. Jika saya pulang ke Indonesia, saya pasti datang ke rumah Mbak Mega.” Pada pertengahan tahun 2002, tepatnya satu hari sebelum peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke-57, Kartika berkunjung ke kota tempat ayahnya dulu berkantor, Jakarta. Waktu itu ia tengah aktif dalam yayasan sosial Kartika Sukarno Foundation for Indonesian Children. Yayasan sosial yang digagasnya ini mengusung misi pengumpulan dana guna membantu program pendidikan anak-anak di Indonesia. Kartika sempat diwawancarai oleh wartawan surat kabar Indonesia terkemuka, Kompas. Berikut petikannya :

Kompas: Apakah Anda pernah mengalami semacam krisis identitas?

Kartika: Saya sadar benar tentang akar saya. Meski saya tidak tinggal di Indonesia, saya tahu tentang Indonesia dan saya orang Indonesia. Itulah, mengapa saya mencoba membantu pendidikan. Saya ingin membangun hubungan yang lebih besar antara negeri ini dan tempat saya tinggal Amereka.

Kompas: Maaf, apa kewargaan Anda?

Kartika: Saya warga negara Indonesia.

Kompas: Menyandang nama Sukarno, apa menjadi beban?

Kartika: Itu memang memberi tekanan pada saya. Ayah saya adalah tokoh kemerdekaan dan

Kartika

bapak bangsa.. Saya harus melakukan yang terbaik supaya seandainya ayah melihat saya, maka dia akan bangga, ha-ha-ha-ha. Tetapi, di sisi lain saya tidak tinggal di Indonesia. Saya tinggal di Amerika dan menjadi seperti orang-orang kebanyakan, jadi nama Sukarno tidak terlalu berat juga.

Kompas: Bagaimana perasaan Anda pada 17 Agustus?

Kartika: Saya merasa emosional pada hari kemerdekaan Indonesia. Saya sangat bangga dengan Bapak saya, dan saya harap negeri ini akan berjalan ke arah yang benar. (Belakangan, Kartika mengikuti upacara bendera pada 17 Agustus di Istana Merdeka)

Kompas: Apa pendapat Anda tentang poligami?

Kartika: Poligami?

Kompas: Maksudnya orang yang menikah dengan beberapa perempuan?

Kartika: Saya kira ini bukan masanya lagi lelaki mempunyai banyak istri.

Kompas: Anda menikah?

Kartika: Tidak.

Kompas: Anda berencana menikah kelak?

Kartika: Yes, saya harap suatu hari kelak. Itu kalau ada orang yang melamar saya, ha-ha-ha  ha

Kartika dengan suami

Sekembalinya dari Indonesia, Kartika kembali disibukkan dengan aktivitasnya memimpin Yayasan Kartika Sukarno. Gen energik dan tangkas yang diturunkan dari ibunya memberikan bantuan besar untuk tugasnya mengkoordinir usaha amal di bidang pendidikan dasar, kebudayaan dan kesejahteraan ibu-anak. Dari kantor pusat yayasan ini di Amsterdam, Kartika acap bolak-balik ke berbagai sekolah di Indonesia, mendistribusikan bantuan demi pendidikan yang lebih baik.

Sama seperti selebritis di mana pun, peristiwa penting bernama pernikahan yang digelar oleh seorang pesohor pasti menjadi sorotan penting media massa dan publik. Tapi, mungkin karena sorotan itu malah dianggap mengganggu, tentu bisa dipahami mengapa ada orang terkenal yang malah menyembunyikan perkawinannya. Tanpa banyak yang tahu, Kartika menikah di Hotel Intercontinental Amstel, Amsterdam tanggal 2 Desember 2005. Tak jauh berbeda dengan ibunya,  Kartika pinter dalam memilih pendamping hidup. Suaminya adalah Frits Frederik Seegers, Presiden Citibank Eropa asal Belanda. Ayah Seegers juga bukan orang sembarangan, karena posisinya ialah CEO raksasa elektronik Negeri Kincir Angin, Philips.Kalangan media menilai, pernikahan itu seolah-olah disembunyikan dari publik, padahal banyak orang tahu tentang reputasi ibu Kartika.

Hanya keluarga dekat dan sahabat yang boleh hadir. Dalam pernikahan tersebut tampak kakak tiri Kartika yang juga pernah menjabat sebagai Presiden RI, Megawati Sukarnoputri. Diberitakan pula, para tokoh penting dari berbagai negara juga turut hadir memberikan selamat. Menurut majalah terbitan Belanda, Prive, edisi 7 Desember 2005, menyebut salah bahwa Kartika sebagai “Putri Megawati”. Gaun rancangan desainer mode ternama, Prada menjadi pilihan Kartika. Dilihat dari dekorasi, gaun pengantin, tamu yang datang serta tamu yang diundang, terlihat bahwa pesta pernikahan ini berlangsung dengan nuansa internasional. Tapi, Kartika tidak lupa dengan darah Indonesia yang mengalir dalam tubuhnya. Salah satu sesi acara pernikahan mewahnya diisi oleh penampilan tari tradisional Jawa. Saksi yang tidak bisa diabaikan kehadirannya dalam pesta pernikahan itu adalah penulis biografi ayah Kartika, Cindy Adams.

Menurut keterangan Cindy, acara itu dihadiri oleh tamu-tamu dari berbagai negara. Bahkan, bahasa Inggris menjadi bahasa keempat yang dipakai

Megawati menandatangani Akte Pernikahan sebagai saksi

dalam resepsi. Kebanyakan tamu malah berasal dari Indonesia, Jepang, Prancis, Swiss, Amerika Serikat, Inggris, Skandinavia, German, Brasil, dan Italia. Mengapa Prancis?? Karena Kartika dibesarkan di Montaigne Avenue, Paris. Sementara itu, Swiss adalah negara tempat Kartika bersekolah. New York sendiri merupakan tempat tinggalnya, dan London tak lain tempat pasangan pengantin itu menetap. Tamu-tamu dari berbagai kebangsaan itu jelas menunjukkan luas dan beragamnya pergaulan global Kartika dan ibunya. Begitulah Kartika yang meskipun sudah berpisah dengan ibunya, tapi masih mengikat hubungan yang akrab.  Dalam artikelnya di New York Society Literati, Cindy Adams menulis, 60 tahun lalu tidak akan ada yang mengira hal ini terjadi. ” Almarhum Sukarno pasti tidak menyangka akan memiliki cucu dari bekas penjajah negerinya, Belanda,” (IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *