Jakarta Meet Up di JIExpo, membangun suasana kebersamaan umat Buddha di dunia


Jakarta Meet Up di JIExpo, membangun suasana kebersamaan umat Buddha di dunia

 

Acara Jakarta Meet Up di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran (4/5) dengan tamu luar biasa, Ven. Jue Cheng (Abbess/kepala Wihara Fo Guang Shan; Indonesia, India, Malaysia, Thailand, Singapore) berlangsung dengan suasana ramah, penuh keakraban serta kedekatan antara anggota Sangha (pemuka agama Buddha) dengan umat. Acara yang diselenggarakan kolaborasi Fo Guang Shan, Institut Dong Zen Indonesia (IDZI), Berkah Dharma Lestari (BDL) berlangsung dari jam 6.00 – 9.30. Ven Jue Cheng pada ceramah dan presentasinya, menceritakan pengalaman kunjungan ke Afghanistan dan Pakistan untuk pemberian bantuan kemanusiaan. “Layaknya di Afghanistan, dengan kelompok Taliban, (wanita) harus bercadar, hanya kelihatan matanya. Saya bersama sekretaris Fo Guang Shan begitu turun dari pesawat terbang, lupa menutupi muka (Bercadar). Bbegitu turun dari pesawat, kami langsung mengucapkan Assalamualaikum (salam dlm bahasa Arab),” kata Ven. Jue Cheng.

 

Saat penyerahan bantuan kemanusiaan kepada Afghan, secara seremonial, ada pembacaan doa Al-Quran. Rombongan Abbess (Ven. Jue Cheng) juga berinisiatif untuk membaca Sutra Intan (Salah satu teks Buddha Mahayana yang paling dihormati dan permata sastra keagamaan dunia). Ternyata Sutra Intan yang dibacakan Abbess lebih panjang daripada yang dibacakan oleh pimpinan Taliban, saat membaca Al-Quran saat menyambut rombongan. Abbess sempat berpikir bagaimana caranya untuk prosesi menerima/menyambut bantuan kemanusiaan tersebut. Waktu menurunkan barang-barang bantuan kemanusiaan dari pesawat, Abbess sempat konsultasi dengan pemuka agama. “Bagaimana dengan blessing (pemberkahan)? bacaan Al-Quran, sehingga penerima (Taliban) bisa merasakan manfaatnya, termasuk kesehatan. Kami membacakan Sutra Intan. Mereka berdiskusi, karena tidak saling mengerti bahasanya. Mereka mulai baca Al-Quran, lalu gantian kami membacakan sutra Intan, walaupun sempat merasa tidak enak hati,” kata Ven. Jue Cheng.

 

Rombongan Abbess juga melihat mereka mengenakan tasbih. Sehingga rombongan juga menjelaskan bahwa mereka punya tasbih dan tradisinya. Sehingga rombongan Abbess dan Taliban bertukar tasbih satu sama lain. “Dari situ, suasana (upacara pemberian bantuan kemanusiaan) semakin cair. Bahkan pimpinan (Taliban) berharap rombongan Abbess bisa datang kembali. Tapi saya mengatakan bahwa kunjungan sudah terjadual, selain pesawat bukan milik kami. Apapun alasannya, kami yakinkan bahwa kami akan kembali ke Afghan pada November mendatang,” kata Abbess.

 

Semua upaya pemberian bantuan kemanusiaan, harus dibarengi dengan ketulusan. Bantuan kemanusiaan juga bisa dirasakan manfaatnya untuk penerimanya. Sama seperti bentuk bantuan lain, yakni beasiswa kepada para pelajar. Pada saat ini, ada lima orang Afghan di Malaysia mendapat bantuan beasiswa dari Fo Guang Shan Malaysia. Tapi mereka harus kembali ke Afghan setelah selesai studi. Selain, mereka yang menerima beasiswa harus memberikan perlakuan equality (persamaan hak) antara laki dan perempuan. “Saat memberi bantuan, harus saling bahagia. Sehingga ada kedamaian dalam kebersamaan. Apalagi Guru kita selalu memberikan ajaran, agar kita selalu adil, equal, harmonis. Seperti suasana sekarang ini, perayaan ibadah puasa dan Idul Fitri. Mengapa saya punya jalinan dengan umat Islam di Afghan dan Pakistan yang mendalam, ada perasaan bahagia saat memberikan bantuan,” kata Abbess.

 

Di tempat yang sama, Ketua Umum Upasika, pengusaha swasta nasional Indonesia Siti Hartati Murdaya melihat paparan Abbess semakin mengajak umat Buddha untuk membangun pengertian yang benar. “Acara malam ini (acara Jakarta Meet Up) di JIExpo Kemayoran, kita semua memperoleh pengertian yang benar, ucapan dan pikiran menjadi benar. Samadhi pun benar. Ketika meditasi, kadang menjadi ngantuk, bahkan tidur, (pikiran) sulit konsentrasi karena pikiran masih distracted. Kita memikirkan anak di rumah, pekerjaan di kantor dan lain sebagainya,” kata Siti Hartati Murdaya.

 

Menghadapi masa depan dunia yang semakin tidak menentu, termasuk situasi perang seperti yang terjadi pada Rusia & Ukraina. Harapan seluruh umat Buddha di dunia, tentunya perang Rusia – Ukraina bisa selesai atau gencatan senjata. “Siapapun yang Menang, jadi arang, kalah jadi abu,” kata Siti Hartati Murdaya. Sebagai umat Buddha, ada kesadaran mengenai suasana perang. Bahwa hidup manusia pasti mati. Kematian bukan sekali, sepanjang kita belum berhasil menjadi sempurna, mencapai kesadaran, Nibbana, umat manusia akan terus menghadapi masalah seperti ini. “Di masa lampau, ribuan tahun yang lalu, terjadi peperangan juga. Sekarang kita akan menghadapi Waisak (16 Mei), momentum kesempatan yang baik untuk umat Buddha seluruh dunia, Indonesia. Kita merefleksi kembali, apa yang diajarkan Guru Kita. Riwayat hidup Guru kita, mencari jalan keluar untuk melenyapkan penderitaan,” kata Presiden Direktur PT Central Cipta Murdaya (CCM Group)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *