Industri, Bisnis Olahraga di Indonesia Terus Ditingkatkan


Industri, Bisnis Olahraga di Indonesia Terus Ditingkatkan

Dilaporkan:

Setiawan Liu

Jakarta, 11 Agustus, 2018/Indonesia Media – Konsultan management olahraga menilai bahwa peningkatan prestasi atlit parallel dengan kegiatan promosi, industry olahraga sehingga prospeknya masih sangat terbuka. Terutama industry olahraga yang paling popular seperti sepakbola di Indonesia belum ada saingan yang signifikan. Pasarnya masih sangat terbuka, sehingga industrinya sangat prospektif. “Tidak ada persaingan. (industri) olahraga seperti sepakbola sangat simple. Karena semua orang tertarik,” Mochamad Arifin, konsultan dan praktisi bisnis olahraga mengatakan kepada Redaksi.

Kegiatan promosi dan pemasaran industri olahraga melalui analisa SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman) sangat relevan karena ada ide bisnis yang baru. “Tapi (ide bisnis) hanya dengan S (strength/kekuatan) dan O (opportunity/kesempatan). Karena memang tidak ada kelemahan dan ancaman untuk pengembangan ide bisnis olahraga di Indonesia,” tegas Arifin.

Sebagaimana industri olahraga dunia sekarang ini mencapai 350 milyar – 450 milyar Euro (480 – 620 milyar US Dolar). Data tersebut bersumber dari A.T. Kearney Study of sports teams, leagues and federations. Industri tersebut mencakup bisnis konstruksi, perlengkapan olahraga, produk berlisensi dan event-event olahraga melalui penyiaran live (langsung). Selain itu, tren media dan periklanan tidak lepas dari globalisasi dan pasar majemuk. 10 tahun yang lalu, 90 persen investasi periklanan menggunakan media elektronik televise. Sekarang 50 persennya dari sector digital yakni database, social media dan fan base side. Revolusi industri olahraga yang high-end yakni stadion dengan fasilitas Wi-fi, ada konektivitas, kampanye social tayangan secara langsung. “Saya di Barito Putera (sebagai business development) sejak awal menerapkan unsur bisnis plus scientific (keilmuan). Sehingga semua orang yakin mendapat manfaat. Belajar dari pengalaman Jepang, yang memproklamirkan olahraga sepakbola melalui semangat teamwork, friendship (persahabatan), unity (persatuan). Sehingga semua orang yang terlibat mendapat manfaat, sampai prospeknya semakin nyata dan terbuka,” kata Arifin.

Arifin mengaku, keterlibatannya sebagai manager ataupun konsultan berawal dari Arema Indonesia (Malang, Jawa Timur). Tepatnya pada tahun 2009, ia memulai pengembangan bisnis Arema. Hasilnya tidak mengecewakan. Karena dalam waktu singkat, Arema bukan hanya sebagai klub sepakbola asal Malang, tapi juga brand (pencitraan). Setiap kali pertandingan Arema, penonton membludak mencapai sekitar 30 ribu penonton. Sehingga management Arema mendapatkan keuntungan dari berbagai penjualan termasuk tiket, merchandise, dan lain sebagainya. “Arema juga menjadi juara, saya pun pindah ke Barito Putera (BP) sebagai business development pada tahun 2010 sampai sekarang. BP awalnya berada pada liga (kompetisi) paling bawah, dan tidak ada penonton. Lalu kami mulai menerapkan strategi business for science. kami menjual jasa keilmuan olahraga. Saya membaca peluang olahraga melalui BP sebagai brand. BP menjadi brand yang universal dengan unity (persatuan), friendship (persahabatan), peace (perdamaian). Sehingga hanya BP dan Arema yang tetap eksis sampai sekarang. Perjalanan BP sejak 2009 dimulai dari acara talkshow di televise. Ada interaksi penonton. Sehingga semua elemen BP dan khususnya masyarakat Kalsel (Kalimantan Selatan) menyatu dalam visi sama,” kata Arifin.

Di tempat yang sama, Jeffry Eugene dari Debindo merasa optimis dengan prospek industri olahraga di Indonesia. Kendatipun demikian, industri tersebut harus dibarengi dengan pembuatan roadmap sebagai panduan para stakeholders. “Perusahaan kami lebih pada industry, MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) olahraga. Industri ini sangat bagus, tapi harus ada panduan untuk menjadikan olahraga sebagai industri, bisnis,” Jeffry mengatakan kepada Redaksi.

Kondisi sekarang, mayoritas pelaku olahraga yang professional berawal dari passion, bakat atau keinginan sendiri. Mereka menggeluti cabang olahraga tertentu bukan dari arahan ataupun kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Peningkatan prestasi insan olahraga beriringan dengan pembangunan industri, bisnis olahraga. Kegiatan pameran adalah bagian dari industri olahraga. “Bisnis kami seperti penyediaan alat-alat, tools dari yang sederhana sampai yang berteknologi tinggi. Kami mempertemuan para pelaku olahraga, pengurus, ambassador (duta olahraga), bintang lapangan, pers dan lain sebagainya. Semuanya menyatu untuk pembangunan industri olahraga,” kata Jeffry.

Contoh yang paling sederhana yakni keterlibatan agency (agen). Lionel Messi, Christiano Ronaldo yang sudah berkiprah internasional menjadi sumber uang. Semua industri terkait mengikuti, mulai dari merchandise, penjualan tiket dan lain sebagainya. Sementara di Indonesia, hal ini pernah terjadi pada era tahun 1960 – 1980 an, yakni mantan atlit bulutangkis Indonesia, Rudy Hartono. Karena ia pernah menjadi juara All England sampai delapan kali, sosok Rudy sempat menggeliatkan industri olahraga nasional. “Tapi zaman dulu, olahraga belum dikelola secara profesional. Tapi sekarang kita punya Zohri (juara lari dunia). Ia bukan hanya bintang atletik, tapi bisa menjadi ambassador olahraga walaupun dia dari cabang atletik,” kata Jeffry.

Tugas pemerintah untuk menuju industrialisasi olahraga antara lain penyiapan infrastruktur. Kondisi sekarang, infrastruktur tidak terpetakan dengan baik. Ada beberapa daerah yang potensial untuk berbagai kegiatan olahraga, tetapi tidak ada fasilitas yang cukup memadai. Sementara ada beberapa daerah yang sudah memiliki cukup fasilitas olahraga, tetapi terus ditambah. “Pemerintah juga harus menciptakan ambassador. Olahraga tidak lagi hanya berkutat sebatas permainan. Misalkan sepakbola pada multi-sport event seperti Asian Games, kalau dipertandingkan hanya untuk satu medali. Hal ini berbeda dengan atletik, renang, bulutangkis. Kita sempat menjadi juara umum dari cabang olahraga renang. Perolehan medali terbanyak dari renang pada multi-sport event yang lalu. Sepakbola bukannya tidak penting, tapi ada roadmap dan strategi untuk pencapaian. Industri berbanding lurus dengan prestasi atlit. Kalau prestasi meningkat, industri otomatis mengikuti,” tegas Jeffry.

Sementara itu, Asisten Deputi Industri Olahraga Kemenpora, Sandi Suwardi Hasan mengatakan bahwa program kerja sudah terus diarahkan pada industrialisasi dan bisnis. Kondisi factual, banyak pelaku industri olahraga berhadapan dengan derasnya arus produk dan jasa industri olahraga luar negeri. Salah satu penyebabnya yakni kurang pemahaman dan skill pelaku industri olahraga dalam negeri. Terutama kegiatan promosi dan pemasaran produk dan jasa olahraga yang dihasilkan, Kemenpora akan terus berupaya. “Sempat ada perdebatan hangat. Karena pelaksanaan Asian Games 2018, yakni Inasgoc (Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee). Tapi EO (event organizer) dari luar negeri, dengan biaya sampai 100 milyar rupiah. Ini tantangan buat kami, sebagai anak bangsa. Kami harus memberdayakan 250 juta penduduk Indonesia, sampai muncul EO handal, professional untuk tangani multi-sport eventseperti Asian Games, atau Olympic Games di kemudian hari,” Sandi Suwardi mengatakan kepada Redaksi.

Sandi me-refresh bagaimana presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno berhasil menyelenggarakan Asian Games ketiga pada tahun 1962. Bung Karno berhasil membangun semangat Bangsa Indonesia melalui Asian Games. Legacy nya dari penyelenggaraan Asian Games 1962 yakni pembangunan Stadion Utama GBK, patung Selamat Datang Bundaran HI dan lain sebagainya. “Itu semua berkat Asian Games 1962,” tegas Sandi.

 

Sekarang, Indonesia kembali menyelenggarakan Asian Games, dan terlihat juga legacy nya. Infrastruktur seperti LRT (kereta api ringan), Jakabaring sports city, dan lain sebagainya.Bahkan olahraga seperti panjat tebing juga dibarengi dengan fasilitas venue baru. “Tapi siapa yang akan tangani?. Sehingga kami menyelenggarakan diklat (pendidikan dan latihan) untuk EO (event organizer), calon promotor karena Kemenpora mau melahirkan calon EO, promotor yang mampu mengelola GOR, pusat kebugaran, dll. Mereka juga nantinya tersertifikasi, sejajar dengan EO, promotor luar negeri. Jangan sampai GOR, gelanggang jadi ‘kuburan’ selesainya muti event. sebaliknya, pengelolaan fasilitas olahraga komersial, pengurusan perkumpulan olahraga harus ditingkatkan dari tahun ke tahun. Para EO harus mengerti mengenai event, industri olahraga, bahwa ada perputaran uang, bisnis pameran di bidang sports. Ada media handling, ticketing, sponsorship, dll adalah bagian dari industrialisasi. Semangat kami olahraga adalah pilihan strategis, prospek pengembangan bisnis, pengembangan perekonomian nasional,” tegas Sandi Suwardi. (SL/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Industri, Bisnis Olahraga di Indonesia Terus Ditingkatkan

  1. Perselingkuhan Intelek
    August 11, 2018 at 11:59 pm

    Demo juga termasuk Olah Raga kan ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *