Marzuki Alie tak tahu psikologi rakyat yang sudah muak dengan koruptor.
Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid mengatakan pernyataan Marzuki Alie yang meminta pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi sangat sembrono. Menurut dia, wakil ketua dewan pembina Partai Demokrat itu telah menjatuhkan semangat masyarakat untuk memberantas korupsi.
“Pernyataan Pak Marzuki Alie itu sembrono. Tidak menampakkan dia sebagai pemimpin nasional. Tidak mengetahui psikologi publik,” kata Nusron di Jakarta, Sabtu 30 Juli malam.
Menurut Nusron, rakyat sebenarnya sangat muak dengan fenomena korupsi yang kian merajalela. Sementara rakyat tidak bisa berharap pemberantasan korupsi pada kepolisan maupun kejaksaan selaku penegak hukum struktural.
Kehadiran KPK, menurut Nusron, merupakan angin segar dan harapan besar bagi rakyat, meskipun KPK statusnya hanya lembaga yang dibentuk sementara untuk mengatasi kejahatan korupsi.
“Rakyat itu maunya, kalau perlu KPK ada di tiap kecamatan. Kenapa? Karena polisi dan jaksa dianggap tidak bisa mengungkap,” kata Nusron.
Menurut dia, rakyat sangat menginginkan ada lembaga pemberantasan korupsi atau lembaga otoritas hukum sejenis yang kuat, apapun namanya. “Mereka membutuhkan itu,” kata Nusron.
Nusron mengaku menyesalkan pernyataan Marzuki itu. Harusnya, kata dia, sebagai Ketua DPR, Marzuki menyuarakan aspirasi rakyat.
“Jadi, jangan menjadi juru bicara suara elit, harus suara rakyat,” kata dia.
“Kita tanya saja rakyat satu per satu, rakyat maunya itu korupsi dibumihanguskan. Lha kok malah ini mau minta (KPK) dibubarkan.”
Menurut dia, saat ini belum saatnya pemberantasan korupsi sepenuhnya diserahkan kepada polisi dan kejaksaan. “Tanya saja kepada rakyat, jawabannya pasti belum. Harusnya pak Marzuki itu mengertilah perasaan rakyat, psikologi publik. Kan dia Ketua DPR,” kata Nusron.
Nusron juga tidak setuju dengan usulan agar memaafkan koruptor untuk mengembalikan uang negara. Menurutnya, koruptor dapat dimaafkan jika sudah mengembalikan uang kepada negara, sudah menjalani hukuman, dan melakukan tobat secara total.
“Tapi selama dia (koruptor) belum dihukum, belum kembalikan duitnya, tidak tobat bahkan ingin korupsi lagi, ya kalau perlu kita gedik itu. Kita hukum seberat-beratnya dong, jangan kita maafkan,” kata Nusron.
Marzuki Ingin Lindungi Kader yang Bermasalah?
“Kebetulan dari partainya yang juga bermasalah.”
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Sony Keraf mengatakan pernyataan Marzuki Alie terkait pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi tak pantas dikeluarkan seorang ketua badan legislatif.
“Kalau menurut saya, tidak layak muncul dari pimpinan DPR,” kata Sony kepadaVIVAnews.com, Sabtu 30 Juli 2011 malam.
Menurut dia, pernyataan itu semakin memantik kecurigaan publik. Masalahnya, Demokrat yang juga partai Marzuki kini tengah menjadi sorotan masyarakat karena sejumlah kadernya yang terlibat kasus hukum. “Kebetulan dari partainya yang juga bermasalah,” kata dia.
Kata dia, Marzuki tampak sangat ingin melindungi kader-kadernya yang tersangkut masalah korupsi. “Arahnya bisa dibaca, ingin melindungi kader Demokrat yang disorot, yang disebut Nazaruddin,” kata dia.
Sementara itu, Sony juga menilai keinginan Marzuki untuk memberi maaf kepada para koruptor sangat tidak masuk akal. Menurut dia, meski koruptor telah mengembalikan uang hasil korupsinya, mereka harus tetap dihukum. “Kalau tidak dihukum, semua ingin juga korupsi,” kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Demokrat, Sutan Bathoegana sebelumnya mengatakan pernyataan itu bukanlah pendapat partai. Menurut dia, Partai Demokrat tetap berkomitmen memberantas korupsi di Indonesia.
“Sebenarnya begini, ini wacana yang dilemparkan Pak Marzuki pribadi karena dilihat pimpinan KPK banyak bermasalah, terutama selama disebut-sebut Nazaruddin,” kata Sutan.
Sejumlah nama politisi Demokrat memang disebut oleh Muhammad Nazaruddin turut menikmati aliran dana suap pembangunan wisma atlet SEA Games, Palembang. Mulai Angelina Sondakh, Mirwan Amir, Hingga sang Ketua Umum Anas Urbaningrum ditudingnya turut menikmati uang itu. Namun, orang-orang ini ramai-ramai membantahnya.