DPR Ingin Mengawasi KPK


[JAKARTA] Ketua Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf menyatakan, substansi masalah pengusiran dua pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto-Chandra M Hamzah, sebenarnya bukan persoalan deponeering. Persoalannya, justru DPR ingin mengawasi KPK karena lembaga ini merupakan lembaga ‘elit’ yang memiliki wewenang amat luas.

“Menjadi persoalan dan dipertanyakan publik adalah arogansi DPR. Persoalan ini, dalam ilmu sosiologi, merupakan rivalitas antarlembaga. Masing-masing lembaga ini mengukur kualitas masing-masing. Itu wajar saja. Kalau soal deponeering, para ahli hukum sudah paham apa itu. Jadi, keputusan Komisi III menolak kehadiran Bibit-Chandra itu bukan substansi persoalan,” katanya, dalam diskusi bertajuk “DPR, kok, Dilawan,” di Jakarta, Sabtu (5/2).

Hadir sebagai pembicara, budayawan Sudjiwo Tejo, Koordinator Formappi Sebastian Salang, dan Direktur Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf. Asep menerangkan, argumentasi DPR yang menduga ada tebang pilih sebenarnya bisa dipertanyakan dan digali saat dengar pendapat, bukan justru mempermasalahkan deponeering.

“DPR ya tegas saja saat sebelum dikeluarkan deponnering. DPR telah kehilangan momen. Akibatnya, publik telanjur memberi stigma negatif sikap DPR,” katanya.

Dia melanjutkan, seharusnya DPR menggali substansi.  “Sistem pengawasan sebenarnya sudah berjalan. Sayangnya, pengawasan kurang optimal. Sistem itulah yang harus dibenahi segera,” katanya. Dia melanjutkan, kalau KPK dikatakan tersandera oleh politik dan DPR juga dikatakan banyak kepentingan maka kondisi ini amat membahayakan.

“Civil society tentunya akan bergerak,” katanya.  Pandangan serupa disampaikan Koordinator Formappi Sebastian Salang. Dia menyatakan, pengusiran pimpinan KPK oleh Komisi III merupakan salah langkah. “DPR memperburuk citranya. Seharusnya mampu menggali informasi dari KPK malah sebaliknya,” katanya.

Sebastian menyatakan, publik menilai penolakan DPR terhadap dua pimpinan KPK merupakan ajang balas dendam atas penahanan sejumlah anggota DPR yang diduga terlibat kasus cek pelawat.  Padahal, pemanggilan KPK salah satunya adalah ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus suap tersebut.

“Lha, ini yang dipersoalkan adalah deponeering. Kalau mau, ya saat sebelum Jaksa Agung mengeluarkan deponeering. Ini kan tidak tegas. Baru dipertanyakan setelah dikeluarkan. Akibatnya, publik mempertanyakannya. Ini tindakan tidak tepat,” katanya.

Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Jamil menyatakan, pengusiran dua pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah adalah bentuk penguatan lembaga KPK.  “DPR ingin mengingatkan, KPK ingin kuat tapi jangan tebang pilih,” katanya. Dia mengatakan, deponeering masih menjadi masalah sebab tidak menghilangkan status keduanya.

“Kalau telah diputuskan oleh pengadilan, jadi jelas. Kalau tidak terbukti, ya copot Kapolri BHD,” katanya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *