BANDUNG – Produk makanan yang mengandung zat kimia berbahaya seperti mi berformalin, disinyalir masih banyak beredar di Jawa Barat.
Produk-produk itu kebanyakan dijual di pasar tradisional yang pengawasan peredarannya tidak seketat di pasar modern. Maka konsumen diminta selalu berhati-hati memilih produk makanan.
Apalagi, upaya sosialisasi yang dilakukan selama ini belum berhasil mencegah konsumen supaya tidak membeli produk makanan yang mengandung zat kimia berbahaya.
Demikian rangkuman pernyataan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) Jabar, Ferry Sofwan, serta Kepala Bidang Sertifikasi, Layanan, dan Informasi Konsumen Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung, Ujang Supriatna, ketika dihubungi SH di Bandung, Rabu (24/8).
Penjelasan itu dikemukakan untuk menanggapi ditemukannya mi berformalin oleh Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu, saat berkunjung di Pasar Tradisional Kosambi, Bandung, Rabu pagi.
Dalam inspeksi mendadak (sidak) itu Menteri Perdagangan menemukan tiga jenis makanan yang mengandung formalin dan pewarna buatan. Ketiga makanan yang berbahaya sehingga tidak layak konsumsi itu adalah mi basah, terasi, dan kerupuk. Dalam temuan itu, mi basah ada formalinnya, sedangkan terasi dan kerupuk mengandung rhodamin atau pewarna merah.
“Kemungkinan besar masih ada produk makanan yang mengandung zat kimia berbahaya seperti formalin dan rhodamin yang dijual, terutama di pasar tradisional,” ungkap Ferry. Tim Dinas Indag Jabar telah melakukan sidak ke beberapa pasar tradisional di Kota Bandung.
Hasilnya, tim menemukan ada produk makanan nugget yang mengandung zat pengawet di Pasar Andir. Kemudian, ada produk makanan lain yang memiliki kandungan zat pewarna (rhodamin) yang tinggi yang seharusnya tidak dikonsumsi manusia.
Menurut Ferry, pengawasan di pasar tradisional memang tidak seketat di pasar atau toko modern. Di pasar tradisional persyaratan makanan yang dijual harus lolos uji Badan POM tidak berlaku dengan seharusnya.
Inilah yang membuat makanan yang mengandung zat berbahaya mudah dijual bebas di pasar tradisional, berbeda dengan pasar atau toko modern yang lebih selektif menjual produk makanannya.
Terhadap temuan makanan berbahaya di Pasar Kosambi Bandung, Ferry telah meminta jajaran terkait untuk melacak produsennya. Produsen itu jelas melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen sehingga harus diproses hukum.
“Untuk melacak siapa produsennya memang agak sulit,” kata Ferry. Penyebabnya, di label tidak tercantum alamat produsen maupun nomor register yang terdaftar di Dinas Indag Jabar.
Hal yang sama dikatakan Ujang Supriatna. Menurut Ujang, tindakan hukum diperlukan agar ada efek jera bagi produsen makanan yang nakal.
Ujang mengatakan, secara berkala BBPOM Bandung senantiasa memantau produk makanan yang dijual di pasar umum. Biasanya makanan dengan kandungan zat berbahaya merupakan produk makanan yang tidak dijual dalam jangka waktu lama serta laku di pasaran.
“Kami telah melakukan sosialisasi ke masyarakat supaya bisa mengetahui ciri-ciri produk makanan yang mengandung zat berbahaya,” tambah Ujang. Sosialisasi bahkan dilakukan di sekolah-sekolah dengan melibatkan guru dan pelajar.
Ujang menjelaskan, makanan yang mengandung zat berbahaya dapat diketahui dari ciri-ciri fisiknya. Misalkan, mi berformalin lebih kenyal, sedangkan makanan yang memiliki kandungan rhodamin biasanya berwarna lebih terang. Melalui ciri-ciri fisik itulah konsumen diimbau untuk lebih berhati-hati dalam membeli produk makanan.