Agenda terpenting setiap saya menemui konstituen saya adalah pendidikan yang berkarakter untuk mengembangkan demokrasi kerakyatan merupakan software yang mutlak harus di-install lebih dahulu sebelum kita menggagas berbagai variasi program kerakyatan, ujar Ir. Fari Djemy Francis MMA, anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Fraksi Gerindra pada acara Dialog Diaspora WOMI (Washington Oikumene Masyarakat Indonesia) di House of WOMI di Maryland, USA (8/3).
Saya selalu mengajak masyarakat untuk mengidentifikasi apa yang menjadi andalan daerah mereka sendiri, baik aspek manusianya, sumber daya alamnya, maupun karakter sosialnya. Dengan cara itu, saya ingin memastikan bahwa mereka adalah aktor utama dari pembangunan di daerahnya. Dengan cara itu, demokrasi kerakyatan itu dapat dimulai di mana semua orang menjadi aktornya.
Demokrasi bukanlah olahraga tontonan, melainkan media di mana semua orang dapat terlibat memberikan kontribusi. Hanya dengan cara ini kemandirian dapat ditumbuhkan. Saya melihat kemandirian malam ini, karena WOMI tidak meminta donasi kepada saya. Saya memang selalu mengingatkan konstituen saya untuk tidak meminta-minta, karena minta-minta adalah karakter seorang pecundang (loser), tegas Congressman Fari Francis dalam dialog yang dipandu oleh Partogi Samosir – orang Indonesia pertama yang menjadi Dean Consular Corps College, a National Association of Foreign Consuls in the U.S. itu.
Demokrasi mengedepankan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Bagi saya, menjadi anggota DPR RI saat ini adalah sebuah panggilan untuk mewujudkan demokrasi yang menjunjung tinggi etika dan moral. Saya konsisten memulai sebuah karya, sekecil atau serumit apapun, bersama-sama dengan masyarakat. Itu sebabnya saya bangga dengan WOMI yang selalu mengundang semua umat Katolik dan Kristen Indonesia di DC area dalam rapat pembentukan Panitia apapun, imbuh Congressman Fari Francis.
Saya juga bangga karena WOMI peduli dengan tanah airnya di mana kepedulian itu diwujudkan dengan berbagai fundraising untuk membantu proses pendidikan di Nabire, Jayapura dan Surabaya, serta membantu para korban earthquake di Yogyakarta, serta korban banjir di Padang dan Ambon. Umat memang harus membuktikan imannya secara kongkrit. Itu juga yang selalu saya tanamkan kepada gereja-gereja di Daerah Pemilihan (DAPIL) saya.
Saat ini Nusa Tenggara Timur (NTT) membutuhkan minimal 2.700 embung. Embung adalah kolam penampung air hujan pada musim hujan untuk digunakan pada musim kemarau. Air yang ditampung itu dapat meningkatkan produktivitas lahan dan memperpanjang masa tanam yang berdampak pada peningkatan pendapatan petani pada musim kemarau, sehingga mengurangi urbanisasi dari desa ke kota.
Padahal sejak Indonesia merdeka, pemerintah hanya mampu membangun 7 embung setiap tahunnya. Haruskah kita menunggu 300 tahun untuk mengejar kekurangan jumlah embung itu? Saya yakin, kita tidak perlu menunggu 300 tahun jika gereja berdiakonia.
Congressman fari Francis menambahkan, saat ini terdapat 8.912 gereja di NTT. Andaikata dalam 5 tahun berturut-turut, warga dari 4 gereja yang berdekatan berdiakonia dengan membangun 1 (satu) buah embung saja, maka selesailah 2.228 buah embung. Maka dalam waktu 10 tahun saja, sudah terbangun 4.456 buah embung. Angka ini melampaui kebutuhan sebanyak 2.700 embung.
Apabila pelayanan diakonia itu dijalankan oleh gereja-gereja itu, niscaya NTT tidak akan mengalami paceklik air lagi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat NTT akan semakin sejahtera.
Para diaspora Indonesia yang hadir seperti Tan You Tjin, Yvonne Tamaela, Wanda Latupeirissa, Reita Tandaju, Budi Utama, Tenny Chung, Geisje Maringka, Errol Tandju, Abraham Muy, Beny Krisbianto, dan Pahinca Ruth, berharap agar Congressman Fari Francis terus menunjukkan bahwa beliau beretika dalam berpolitik.
Menanggapi hal tersebut, Congressman Fari Francis menyatakan bahwa partai politik memang seharusnya dibangun bukan untuk menyejahterakan elitenya. Idealnya parpol merupakan alat perjuangan yang ingin melakukan perubahan besar. Itu sebabnya setiap tahun saya selalu melaporkan kinerja saya sebagai anggota DPR RI yang dimulai sejak bulan Oktober 2009. Selama ini, saya sudah menulis 2 buku yang berisi laporan kinerja saya pada masa bakti Oktober 2009-September 2010, dan laporan kinerja saya pada masa bakti Oktober 2010- September 2011, simpul Congressman Fari Francis.